6 Negara Segitiga Karang Bahas Laut dan Iklim di Bali

Posted on

Enam negara yang termasuk dalam wilayah Segitiga Karang (Coral Triangle) berkumpul di Kuta, Bali, untuk membahas ekosistem laut, perikanan, dan perubahan iklim dalam Senior Officials’ Meeting ke-20 (SOM-20) Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF), Rabu (10/12/2025).

Negara peserta meliputi Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Pertemuan ini memperkuat kerja sama regional dalam konservasi laut, pengelolaan perikanan berkelanjutan, serta peningkatan ketahanan kawasan terhadap perubahan iklim.

Acara berlangsung empat hari dan dihadiri sekitar 200 peserta. Indonesia menjadi tuan rumah karena saat ini memimpin Komite Pejabat Senior sekaligus Dewan Menteri CTI-CFF.

Wilayah Segitiga Karang yang menjadi fokus inisiatif ini dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia, dengan lebih dari 500 jenis terumbu karang.

Ketua Delegasi Indonesia sekaligus Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, Hendra Yusran Siry, menjelaskan Indonesia memaparkan sejumlah capaian melalui laporan negara. Ia menyebut pemutakhiran sistem informasi tata ruang laut, kawasan konservasi, metode penghitungan efektivitas kawasan, hingga keterlibatan Indonesia dalam isu spesies.

“Seascape itu kita punya, kemarin baru diluncurkan self-launching ya, sistem informasi tata ruang laut. Ruang integrasi dan macam-macam. Kemudian juga untuk MPA ya, kawasan konservasi laut, kita juga punya proses pembelajaran, dan kita juga punya metode penghitungan efektivitas kawasan. Kemudian juga terkait dengan spesies, kita terlibat aktif,” ujar Hendra saat konferensi pers, Rabu.

Isu perubahan iklim menjadi sorotan utama. Delegasi Malaysia, Datuk Dr. Ching Thoo Kim, menilai pola hujan yang tak lagi sesuai musim menunjukkan dampak perubahan iklim yang makin nyata. Ia menekankan perlunya penyesuaian strategi.

“Dan apakah yang perlu dilakukan? Yang satu mungkin diperlukan adalah tentang adaptasi perubahan iklim. Orang berbincang lebih kepada mitigasi perubahan iklim. Adaptasi itu lebih penting,” jelas Ching Thoo.

Hendra menyebut sejumlah negara juga berbagi praktik baik. Salah satunya Filipina dengan inovasi asuransi parametrik pertama untuk kawasan laut.

“Misalnya Filipina punya asuransi parametrik pertama untuk laut. Nah kita juga punya pola investasi pertama juga, coral bond namanya nanti yang untuk inovasi pembiayaan juga kita sampaikan,” kata Hendra.

Hendra mengakui kondisi laut Indonesia masih menghadapi tekanan, mulai dari degradasi lingkungan hingga praktik perikanan ilegal.

“Ya kita memang menghadapi tantangan ya. Jadi ya degradasi lingkungan pasti satu. Kemudian tekanan yang termasuk juga masalah misalnya dengan penangkapan ikan yang ilegal, namanya IUU Fishing ini, Illegal Unregulated Unreported,” katanya.