Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengaku prihatin atas peristiwa yang terjadi pada ibu hamil, Irene Sokoy, dan bayi dalam kandungannya meninggal usai ditolak 4 rumah sakit (RS) di , Papua. Charles meminta 4 RS tersebut untuk diberi sanksi.
Hal itu disampaikan Charles dalam rapat panja bersama Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes, Direktur Pelayanan BPJS, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025). Charles mengatakan peristiwa yang terjadi pada Irene dan bayinya merupakan gambaran layanan kesehatan yang masih tidak merata.
“Kalau kita melihat kejadian yang menimpa ibu Irene Sokoy di Papua yang meninggal dalam kondisi hamil ditolak untuk bisa berobat di 4 RS, ini adalah gambaran yang sangat akurat menurut saya, gambaran yang akurat betapa layanan kesehatan untuk rakyat masih jauh dari kata merata masih ada ketimpangan khususnya di wilayah-wilayah 3T,” kata Charles.
Dia mengaku miris isu tersebut muncul usai ramai di media sosial. Dia lantas menyinggung kebijakan pemerintah kerap reaktif terhadap isu yang viral di media sosial.
“Harapan saya tentunya dengan kejadian yang menimpa Ibu Irene dan anaknya yang masih dalam kandungan, kebijakan yang akan dijalankan bukan hanya sekadar kebijakan reaktif, tetapi termasuk kehadiran kita di sini, kita ingin membangun atau mendorong kebijakan komprehensif, yang tujuannya telah membangun sistem, sehingga ke depan tidak ada lagi kejadian-kejadian Ibu Irene di kemudian hari,” paparnya.
Charles lantas mempertanyakan kebijakan yang akan dilakukan Kemenkes dalam waktu dekat di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) agar kasus serupa tak terulang kembali. Khususnya, kata dia, dalam ketersediaan tenaga kesehatan untuk membantu persalinan.
“Kita gak usah lagi bicara rasio, karena kalau bicara rasio kita taulah, rasio dokter spesialis itu jauh dari cukup, tetapi anak atau ibu hamil yang mau melahirkan itu tidak bisa menunggu,” ujarnya.
“Mencetak dokter spesialis mungkin butuh 3 tahun, tapi ibu yang mengandung dan mau melahirkan itu setiap hari pasti ada, setiap beberapa menit mungkin ada, jadi apa nih dalam waktu dekat yang dilakukan Kemenkes untuk bisa mencarikan solusi agar ibu-ibu hamil atau pasien yang membutuhkan layanan spesialis khususnya di wilayah 3T bisa ditangani dengan baik,” sambung dia.
Charles menekankan kebijakan yang dikeluarkan bukan hanya solusi sementara, namun harus bersifat jangka panjang dan adanya perbaikan sistemik.
“Undang-undangnya kan jelas kita bahas di sini, kita yang buat, rumah sakit, faskes tidak boleh menolak pasien apabila dalam keadaan emergency, jadi ke depan seperti apa sanksinya, ada nggak untuk empat rumah sakit tersebut?” ujar Charles.
Lebih lanjut, Charles juga mempertanyakan layanan BPJS dalam kasus Irene tersebut. Dia mengatakan BPJS harus melakukan evaluasi pelayanan agar kejadian serupa tak terulang.
“Informasinya pasien Irene ditolak karena ada status kepesertaan juga, bagaimana BPJS memastikan status peserta tidak lagi menjadi penghalang akses layanan, termasuk dari evaluasi BPJS, kasus ini seperti apa? Apa yang terjadi? Dan apa yang akan dilakukan di kemudian hari?” tanya Charles.
“Jadi sekali lagi menurut saya kejadian Ibu Irene ini menggambarkan bahwa masih ada kelalaian, negara lalai. Jadi ke depan harapan saya, apalagi adanya panja ini kita bisa menghadirkan solusi yang komprehensif,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes Yuli Farianti mengatakan, saat ini tenaga kesehatan di rumah sakit memang masih mengalami kekurangan. Yuli mengatakan pihaknya, telah mengirimkan rekomendasi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KemenPAN-RB terkait penerimaan ASN.
“Barangkali ini Pak Charles, gak mungkin dalam waktu 10 menit kita bisa mencari solusi yang terbaik, saya sebenarnya sudah ada beberapa rekomendasi, apa yang perlu kita ke BKN, MenPAN-RB,” ujarnya.
Yuli mengatakan ASN di rumah sakit saat ini masih cukup minim. Dia mengatakan banyak dokter yang gagal lolos saat mengikuti ujian calon ASN.
“Mohon maaf bapak, saat ini yang diterima ASN itu cuma 2,6% yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan kita yang lainnya,” jelas Yuli.
“Sorry banyak dokter spesialis yang sudah maju menjadi calon PNS, pada saat tes TKD atau kompetensi dasar tidak ada yang lulus bahkan ada yang melamar itu nol, itu adalah hal-hal yang memang ini juga saya sedang jajaki bersama,” sambungnya.
Sementara itu, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengatakan berdasarkan laporan yang diterimanya, permasalahan utama yang terjadi pada kasus Irene ialah tidak tersedianya dokter serta keterbatasan ruangan perawatan, termasuk fasilitas penting seperti Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Dia menjelaskan sejak terbitnya Perpres Nomor 59 Tahun 2024, BPJS Kesehatan memiliki mekanisme evaluasi berbasis kelas terhadap rumah sakit.
“Kalau rumah sakit tidak menyediakan fasilitas yang sesuai, kita berdasarkan review kelas pak, bisa kita bayar satu tingkat lebih rendah,” ujarnya.
Sedangkan, kata dia, persoalan pada rumah sakit terakhir ialah ruangan kelas yang penuh. Dia mengatakan dalam aturan yang ada, seharusnya jika ruangan kelas penuh maka pasien dapat dititip pada kelas di atasnya.
“Kemudian RS terakhir, kan seharusnya dia PBI (penerima bantuan iuran) kelas 3, di dalam regulasi yang ada, sebetulnya kalau kelas sesuai kelasnya penuh, peserta dapat dititipkan di kelas atasnya tanpa dipungut biaya, harusnya seperti itu, itu sudah ada aturannya,” tuturnya.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Maka kami yang mendorong masyarakat juga memperkuat untuk mengadukan, apabila ada hal-hal yang tidak sesuai tadi untuk segera diadukan kepada kami agar segera ditindaklanjuti,” imbuh dia.
Simak juga Video: RSUD Padang Buka Suara soal Dugaan Tolak Pasien Masuk IGD
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes Yuli Farianti mengatakan, saat ini tenaga kesehatan di rumah sakit memang masih mengalami kekurangan. Yuli mengatakan pihaknya, telah mengirimkan rekomendasi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KemenPAN-RB terkait penerimaan ASN.
“Barangkali ini Pak Charles, gak mungkin dalam waktu 10 menit kita bisa mencari solusi yang terbaik, saya sebenarnya sudah ada beberapa rekomendasi, apa yang perlu kita ke BKN, MenPAN-RB,” ujarnya.
Yuli mengatakan ASN di rumah sakit saat ini masih cukup minim. Dia mengatakan banyak dokter yang gagal lolos saat mengikuti ujian calon ASN.
“Mohon maaf bapak, saat ini yang diterima ASN itu cuma 2,6% yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan kita yang lainnya,” jelas Yuli.
“Sorry banyak dokter spesialis yang sudah maju menjadi calon PNS, pada saat tes TKD atau kompetensi dasar tidak ada yang lulus bahkan ada yang melamar itu nol, itu adalah hal-hal yang memang ini juga saya sedang jajaki bersama,” sambungnya.
Sementara itu, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengatakan berdasarkan laporan yang diterimanya, permasalahan utama yang terjadi pada kasus Irene ialah tidak tersedianya dokter serta keterbatasan ruangan perawatan, termasuk fasilitas penting seperti Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Dia menjelaskan sejak terbitnya Perpres Nomor 59 Tahun 2024, BPJS Kesehatan memiliki mekanisme evaluasi berbasis kelas terhadap rumah sakit.
“Kalau rumah sakit tidak menyediakan fasilitas yang sesuai, kita berdasarkan review kelas pak, bisa kita bayar satu tingkat lebih rendah,” ujarnya.
Sedangkan, kata dia, persoalan pada rumah sakit terakhir ialah ruangan kelas yang penuh. Dia mengatakan dalam aturan yang ada, seharusnya jika ruangan kelas penuh maka pasien dapat dititip pada kelas di atasnya.
“Kemudian RS terakhir, kan seharusnya dia PBI (penerima bantuan iuran) kelas 3, di dalam regulasi yang ada, sebetulnya kalau kelas sesuai kelasnya penuh, peserta dapat dititipkan di kelas atasnya tanpa dipungut biaya, harusnya seperti itu, itu sudah ada aturannya,” tuturnya.
“Maka kami yang mendorong masyarakat juga memperkuat untuk mengadukan, apabila ada hal-hal yang tidak sesuai tadi untuk segera diadukan kepada kami agar segera ditindaklanjuti,” imbuh dia.
Simak juga Video: RSUD Padang Buka Suara soal Dugaan Tolak Pasien Masuk IGD
