Kejaksaan Negeri (Kejari) Jayawijaya meluncurkan program Jaga Desa, sebagai inisiatif strategis yang bertujuan untuk mengawal, mendampingi, dan mengawasi penggunaan dana desa di 320 kampung yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten. Langkah ini merupakan respons langsung atas instruksi Jaksa Agung RI untuk memberantas praktik penyelewengan dana desa yang telah lama menjadi momok pembangunan di tingkat akar rumput.
Program ini lahir dari kesadaran bahwa dana desa, yang semestinya menjadi motor penggerak ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan, terlalu sering bocor dan hanya dinikmati oleh segelintir elite. Dengan adanya Jaga Desa, Kejaksaan tidak lagi hanya berperan sebagai penindak di hilir, melainkan sebagai mitra pencegahan di hulu.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jayawijaya, Boston Robert Marganda Siahaan menjelaskan program ini dijalankan dengan pendekatan bertahap dan humanis. Saat ini, pihaknya sedang berfokus pada tahap sosialisasi intensif kepada seluruh kepala kampung. Menurut data yang ia terima, pencairan dana kampung tahap pertama untuk tahun anggaran berjalan belum dilakukan oleh pemerintah daerah, sehingga momen ini dianggap tepat untuk membangun pemahaman dan komitmen bersama.
“Jadi, kita masih melakukan sosialisasi, tapi kita tindak lanjutin nanti dengan, apabila sudah pencairan tahap satu, dana kampung itu, kita akan kawal penggunaan dan pengelolaannya,” kata Boston, kepada infocom beberapa waktu.
Lebih jauh, Boston menyoroti harapan besar yang disematkan pada program ini, sejalan dengan visi pemerintah pusat.
“Kami berharap dengan adanya program Jagad Desa ini ya, seperti permintaan dari Pak Presiden Prabowo itu, atau harapan itu, tidak adanya terjadi lagi kebocoran-kebocoran, termasuk juga dana kampung, atau dana desa ini,” imbuhnya.
Implementasi program di lapangan bukannya tanpa tantangan. Boston berbagi pengalaman uniknya saat berinteraksi langsung dengan masyarakat di pelosok-pelosok kampung Wamena. Salah satu kendala utama adalah hambatan bahasa, di mana masih banyak warga yang belum fasih berbahasa Indonesia. Namun, ia memandang ini bukan sebagai halangan, melainkan sebagai sebuah tantangan yang memperkaya pengalaman dan menuntut timnya untuk lebih peka.
“Cuman memang ada kendala-kendala, tapi itu bukan kendala sih, hal yang unik lah. Kalau kita turun ke kampung itu masih banyak masyarakat kampung itu, yang belum bisa berbahasa Indonesia, jadi itu semacam tantangan bagi kita, kita berinteraksi itu, kadang-kadang kita harus benar-benar itu, harus memahami, ini masyarakat sampaikan apa, maksudnya apa, gitu” tutur Boston.
Dukungan terhadap program ‘Jaga Desa’ tidak hanya datang dari aparat penegak hukum, tetapi juga dari para pemimpin di tingkat kampung. Kepala Kampung Lantipo, Henky Yasel, menyambut inisiatif ini dengan penuh syukur dan harapan. Baginya, kehadiran Kejaksaan sebagai pengawal dana desa adalah jawaban atas keresahan yang selama ini ia dan masyarakatnya rasakan
Menurut Henky, sebelum ada program ini, ruang untuk penyalahgunaan wewenang sangat terbuka lebar.
“Menilai dari masyarakat sendiri, kalau kejaksaan, dia tidak jaga desa, kepala desa itu, sewenang-wenang dia bertindak sendiri. Sewenang-wenang dia penyalahgunaan ini betul-betul. Sewenang-wenang dia korupsi dana desa,” ungkapnya.
Henky melihat program ini sebagai sebuah kemitraan strategis. Ia berkomitmen untuk bekerja sama secara transparan dengan Kejaksaan dalam setiap proyek pembangunan di kampungnya.
“Ada apa-apa pekerjaan apapun, kami akan kerjasama dengan kejaksaan, supaya pekerjaan itu betul-betul sentuh ke masyarakat,” ujarnya.
Lebih dari sekadar pengawasan, Henky juga memandang ‘Jaga Desa’ sebagai instrumen penegakan hukum yang tak pandang bulu. Ia menuntut agar siapa pun yang terbukti menyelewengkan dana yang menjadi hak masyarakat harus diproses secara hukum tanpa ada toleransi. Baginya, ini adalah kunci agar Papua bisa mengejar ketertinggalan dan setara dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
“Makanya kami sekarang, sangat berterima kasih kepada pemerintah pusat, kejaksaan jaga desa. Desa kerjasama dengan kejaksaan. Supaya apabila kalau orang-orang yang korupsi-korupsi itu, itu harus proses hukum, tidak boleh kasih toleransi. Dan supaya Papua ini bisa sama dengan daerah lain. Jangan kita Papua itu begini-begini terus,” pungkasnya.
Program ‘Jaga Desa’ di Jayawijaya menjadi cerminan baru dalam pengelolaan dana publik, kolaborasi antara penegak hukum dan masyarakat untuk memastikan setiap rupiah yang digelontorkan negara benar-benar bermuara pada kesejahteraan rakyat.
Tonton juga video “Dedikasi Penjaga Harmoni di Tanah Pegunungan Jayawijaya” di sini: