Badan Pengkajian MPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan sejumlah pakar ekonomi dan hukum. Diskusi ini menyoroti tantangan pengelolaan keuangan negara, dari korupsi hingga urgensi reformasi fiskal.
FGD tersebut bertemakan ‘Sistem Keuangan Negara, Perekonomian Nasional, dan Kesejahteraan Sosial’ di Depok, Jawa Barat (2/12) dan dibuka langsung oleh Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI dari Fraksi PKS, Tifatul Sembiring.
Dalam pembukaan FGD, Tifatul menyebut diskusi menyoroti perkembangan terkini, termasuk infrastruktur dan program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Ia menambahkan, kemiskinan masih menjadi persoalan dengan 14,6 persen penduduk berpenghasilan hanya Rp700 ribu per bulan.
“Apa yang bisa dimakan sama mereka? Dibeli kangkung, nggak kebeli beras itu, Pak. Dibeli beras, nggak kebeli lauknya. Nah, itu situasi-situasi yang kita lihat,” tutur Tifatul dalam keterangannya, Rabu (3/12/2025).
Ia menyatakan keprihatinannya atas bencana di Sumatera Utara yang menurutnya turut dipicu oleh deforestasi.
“Nggak ada lagi hutan-hutan kayu itu udah nggak ada. Yang tumbuhnya ratusan tahun, habis semua. Papua pun udah kayak gitu mulai. Ada semacam ketamakan gitu saya lihat,” ujar Tifatul.
Jauhkan APBN dari Korupsi
Pakar ekonomi Universitas Borobudur, Heru Subiyantoro, menyebut Indeks Pembangunan Manusia Indonesia terus membaik, dengan capaian 75,02 pada 2024 atau naik 0,85 poin dari tahun sebelumnya.
“Ini perkembangan yang baik dan menempatkan Indonesia pada kategori menengah di tingkat global,” paparnya.
Sayangnya, Heru memperingatkan capaian tersebut dapat terhambat oleh persoalan korupsi. Berdasarkan skor Corruption Perception Index (CPI), Indonesia berada pada skor 37, masih berada pada kategori menengah namun memerlukan perhatian serius.
“APBN yang besar itu tidak akan memberi manfaat apa-apa kalau bocor oleh korupsi. Persepsi korupsi harus diperbaiki,” tegasnya.
Ia juga menambahkan korupsi terbukti berdampak langsung terhadap pembangunan manusia, mulai dari menghambat kualitas pelayanan publik hingga memperlambat peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peran Belanja Pemerintah
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pelita Harapan, Gracia Shinya Ugur, menekankan perlunya meninjau kembali peran belanja pemerintah dan pengelolaan BUMN untuk menjaga stabilitas fiskal nasional.
“Kita tidak bisa berharap sektor swasta mengambil seluruh tanggung jawab. Pada kondisi downturn, pemerintah harus hadir melalui belanja negara untuk menciptakan lapangan kerja,” ujarnya.
Gracia menjelaskan belanja pemerintah yang tepat sasaran mampu menjaga keseimbangan inflasi dan pengangguran, sehingga mendorong daya beli masyarakat. Ia menambahkan, terciptanya lapangan kerja akan menggerakkan konsumsi dan menghidupkan ekonomi ritel seperti minimarket maupun pasar modern.
Di sisi lain, Gracia menyoroti kasus beberapa BUMN karya yang kinerjanya merosot tajam setelah dibebani proyek infrastruktur di luar kemampuan keuangan.
“EBITDA interest coverage beberapa perusahaan turun dari 9 kali menjadi 0,3. Kalau ini terus terjadi, APBN akan menjadi penanggung terakhir. Kita tidak ingin mengikuti jejak negara seperti Pakistan atau Filipina yang pernah gagal bayar,” ujarnya.
Jangan Hanya Andalkan Pajak
Dosen Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia, Yuli Indrawati, menegaskan APBN adalah bentuk pengelolaan keuangan negara yang secara konstitusional ditujukan untuk kemakmuran rakyat.
Karenanya, seluruh belanja negara seharusnya diarahkan pada kepentingan publik, bukan kepentingan lain. Di sisi lain, ia menyoroti bahwa pendapatan negara juga tidak boleh membebani masyarakat.
“Jangan hanya mengandalkan pajak. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam, pertanyaannya mengapa kekayaan itu tidak sampai kepada rakyat?” ujarnya.
Ia menyoroti efektivitas otonomi daerah dari sisi keuangan, dengan banyak daerah memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) di bawah 10 persen dan masih bergantung pada pemerintah pusat. Menurutnya, kondisi ini menimbulkan pertanyaan apakah otonomi dalam bentuk saat ini benar-benar diperlukan.
Menurut Yuli, seluruh persoalan tersebut bermuara pada satu hal: perlunya kejelasan dan keseragaman definisi keuangan negara agar pengelolaan APBN kembali pada tujuan utamanya, yakni memastikan kemakmuran rakyat.
Anggota Badan Pengkajian MPR RI dari Fraksi PAN, Andi Yuliani Paris, menegaskan masukan para pakar akan ditindaklanjuti melalui tiga fungsi utama DPR, yakni legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
“Semua masukan dari para pakar ini sangat berharga dan tentu akan menjadi bahan kami dalam menjalankan tiga fungsi di DPR. Harapannya, hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat bisa ditangani dengan lebih baik oleh negara,” ujar Andi.
FGD yang digelar Badan Pengkajian MPR RI ini menegaskan bahwa penguatan sistem keuangan negara tidak dapat dipisahkan dari tata kelola pemerintahan yang transparan, efisiensi belanja publik, serta penegasan kembali arah pembangunan nasional.
Sejumlah anggota Badan Pengkajian MPR RI turut hadir, di antaranya Darmadi Durianto dari Fraksi PDIP dan Kamrussamad dari Fraksi Gerindra. Hadir pula Bakri HM dan Andi Yuliani Paris dari Fraksi PAN, serta Lia Istifhama dan Jurpi Mahmud dari kelompok DPD.
Diskusi ini juga menghadirkan tiga narasumber, yaitu Heru Subiyantoro dari Universitas Borobudur, Gracia Shinya Ugur dari Universitas Pelita Harapan, dan Yuli Indrawati dari Universitas Indonesia.
Tonton juga video “Purbaya Janji Bakal Perbaiki Kebijakan Fiskal-Moneter”
