Semangat untuk bisa melestarikan lingkungan menjadi kunci utama untuk keberlangsungan hidup kita di masa mendatang. Hal ini menjadi semangat Toyota untuk terus menggelar Toyota Eco Youth (TEY).
Dikutip dalam siaran resminya, dengan mengusung tema “EcoActivism, Saatnya Beraksi Jaga Bumi” TEY ke-13 tahun ini berfokus pada upaya generasi muda melakukan dekarbonisasi. Tidak hanya sekedar usaha menurunkan emisi, namun Toyota juga coba menggali dan memanfaatkan kesempatan dalam peluang-peluang baru yang bertujuan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat.
Sebagai salah satu sekolah finalis TEY ke-13, SMAN 3 Merauke mengajukan proposal bertema BBL (Brown Block of Life) pemanfaatan limbah kotoran sapi dan ampas sagu sebagai tanam dan kompos berbasis tenaga surya dengan konsep circular economy. Melalui proposal bertema BBL, SMAN 3 Merauke ingin merealisasikan gagasan atau ide Eco Project sebagai solusi mengatasi permasalahan lingkungan ada di wilayah sekitarnya.
“Toyota Indonesia sangat mengapresiasi proposal-proposal lingkungan dari para sekolah finalis TEY ke-13 yang dilandasi ide-ide kreatif, bersifat inovatif dan sejalan dengan upaya dekarbonisasi di era transisi energi saat ini. Begitu juga proposal Eco Project yang disusun dan diajukan oleh SMAN 3 Merauke bertema Brown Block of Life yang ingin merealisasikan ide inovasi Eco Project, sebagai solusi atas permasalahan lingkungan hidup yang ada di wilayah mereka. Hal ini menegaskan upaya dekarbonisasi memerlukan sinergi semua pihak, tidak terkecuali para pelajar sebagai generasi muda dan merupakan pilar utama kontributor bagi masa depan yang lebih hijau,” kata Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Nandi Julyanto, saat mengunjungi SMAN 3 Merauke bersama manajemen Toyota Indonesia.
Sebagai catatan Toyota terus mendampingi 25 finalis proposal terbaik dalam kompetisi lingkungan tingkat sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) Toyota Eco Youth (TEY) ke tahun 13 kali ini. Setelah sebelumnya kota Balikpapan, Surabaya, Manado, Makassar, dan Mojokerto, kini giliran Kota Merauke, Papua Selatan yang dikunjungi Toyota Indonesia, khususnya SMAN 3 Merauke yang menjadi salah satu sekolah finalis TEY.
Kegiatan Genba atau pendampingan yang dilakukan ke sekolah-sekolah finalis bertujuan untuk mematangkan visi dan misi proposal proyek lingkungan yang dilombakan agar makin aplikatif, berguna dan bisa melibatkan peran masyarakat banyak dalam penerapannya. Tahapan ini menjadi bentuk penguatan visi misi bagi seluruh finalis peserta program TEY yang sudah memasuki usia dua dekade sejak awal kehadirannya di tahun 2005.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor (TAM) Henry Tanoto menegaskan TEY tak sekedar program untuk meningkatkan kepedulian generasi muda, khususnya para pelajar SLTA terhadap masalah lingkungan. Melalui program kompetisi lingkungan hidup tersebut, Toyota Indonesia juga ingin melahirkan para pionir dan pegiat lingkungan dari kalangan generasi muda yang mampu mewujudkan ide-ide inovasi untuk mengatasi permasalahan lingkungan sekitar.
“Toyota Indonesia meyakini ide-ide kreatif dari generasi muda dapat berkembang menjadi aksi nyata untuk keinginan di era transisi energi saat ini. Karena itu kami berharap program TEY bisa pula menjadi sarana aktualisasi bagi para generasi mudah dari kalangan pelajar setingkat SLTA, dan saling berkolaborasi untuk merealisasikan ide-ide, ataupun gagasan dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup, serta memanfaatkan peluang-peluang baru dalam mengatasinya dengan tujuan mengembangkan ekonomi masyarakat,” kata Henry Tanoto.
Sebagai salah satu sekolah finalis TEY ke-13, SMAN 3 Merauke mengajukan proposal bertema BBL (Brown Block of Life) Pemanfaatan Limbah Peternakan Sapi dan Ampas Sagu Sebagai Tanam dan Kompos Berbasis Tenaga Surya dengan Konsep Circular Economy.
Dijelaskan tim juri TEY ke-13 menilai proposal SMAN 3 Merauke merupakan gagasan kreatif dan inovatif. Melalui ide ini, mereka berhasil menciptakan terobosan dalam pengolahan kotoran sapi dan ampas sagu yang ramah lingkungan serta melibatkan masyarakat.
Selanjutnya dijelaskan, gagasan dan ide pada proposal juga sangat terkait dengan potensi geografis daerah setempat, di mana Papua Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang menjadi salah satu pusat produksi sagu terbesar, serta banyak terdapatnya peternakan sapi masyarakat
Meski produksi sagu dan peternakan sapi memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi daerah tersebut namun terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi khususnya persoalan limbah. Limbah dari kedua kegiatan tersebut jika tidak diolah dengan baik dapat menghasilkan gas rumah kaca atau Metana (CH4) yang memiliki potensi pemanasan global 25 kali lebih kuat daripada karbondioksida (CO2).
Pengelolaan kotoran sapi yang efektif, seperti melalui kompos aerobik, dapat mengurangi produksi metana secara signifikan. Sedangkan pemanfaatan ampas sagu sebagai bahan kompos tak hanya mengurangi limbah tetapi juga berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca.
“Untuk menjawab tantangan tersebut SMAN 3 Merauke mengolah limbah sagu dan kotoran sapi menjadi Brown Block of Life (BBL). Pengolahan BBL bukan hanya menjadikan lingkungan lebih bersih tetapi mencegah terjadinya pemanasan global, kata Ibu Benedikta Sri Lestari Kelanit, kepala sekolah SMAN 3 Merauke.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
BBL yang menggunakan energi matahari untuk menekan biaya produksi dapat menutrisi tanaman selama 4 tahun dan menyediakan alternatif pupuk organik yang murah, meningkatkan kesejahteraan petani dan peternak. Produksi dan penjualan kompos menjadi sumber pendapatan tambahan, menciptakan lapangan kerja baru, sehingga memperkuat perekonomian lokal di Papua Selatan. Kegiatan ini berdampak signifikan secara sosial dan ekonom sehingga menciptakan sebuah sirkulasi ekonomi di masyarakat.