Temuan Ladang Hidrotermal di Perairan Tetangga RI, Ada Bebatuan Berkilau Emas

Posted on

Para ilmuwan dari tim ekspedisi Jerman berhasil menemukan ladang hidrotermal di lepas pantai Papua Nugini. Ladang tersebut dipenuhi ekosistem yang kaya akan hewan dan bebatuan dengan jejak emas dan perak.

Dalam studi yang terbit di Scientific Reports pada 19 September 2025, ilmuwan mengungkapkan ladang hidrotermal baru, yang sebelumnya belum dikenal. Lokasinya berada sekitar 1.300 meter di lereng Gunung Laut Kerucut, Samudera Pasifik bagian barat, dekat pulau Lihir Papua Nugini.

Ahli geologi kelautan di Pusat Penelitian Kelautan GEOMAR Helmholtz Kiel, Dr. Philipp Brandl, menjelaskan bahwa ladang hidrotermal di dasar laut tersebut memiliki lubang ventilasi panas yang bergelembung. Uniknya, letak lubang panas berada di sebelah rembesan gas dingin, yang mana biasanya letak keduanya terpisah.

“(Itu) kombinasi yang belum pernah dijelaskan sebelumnya,” kata Dr Brandl, yang juga kepala ilmuwan dalam ekspedisi SONNE SO299 DYNAMET, dikutip dari Science Daily.

Dalam ekspedisinya, Dr Brandl dan tim telah mensurvei gugusan pulau Tabar-Lihir-Feni pada 2023, untuk menyelidiki gunung berapi bawah laut di lokasi tersebut.

Dengan bantuan robot ROV Kiel 6000, para ilmuwan mengetahui bahwa lubang panas hidrotermal tersebut cukup unik. Sebab, fluida panas dari bawah maupun gas yang lebih dingin dan mengandung metana dari sedimen bergerak ke atas melalui jalur yang sama.

“Akibatnya, air panas dan gas dingin muncul dari dasar laut hanya beberapa sentimeter terpisah,” kata peneliti.

Akibat aktivitas bawah laut yang tidak biasa itu, memunculkan ekosistem dasar laut yang dihuni berbagai organisme. Penghuni ekosistem tersebut antara lain, kerang Bathymodiolus, cacing tabung, udang, amphipoda, dan teripang ungu cerah.

“Kami yakin bahwa beberapa spesies di sana belum dideskripsikan. Namun, ekspedisi khusus diperlukan untuk mempelajari habitat unik ini secara menyeluruh,” kata Dr Brandl.

Karena kerang mendominasi area tersebut, tim peneliti dan pengamat lokal Stanis Konabe dari Universitas Papua Nugini menamai situs tersebut ‘Karambusel’. Dalam bahasa Tok Pisin, kata ‘Karambusel’ berarti ‘kerang’.

Dr Brandl mengatakan bahwa campuran gas yang tidak biasa di lubang hidrotermal menyebabkan adanya kadar metana yang lebih 80 persen. Selain itu, cairan panas yang naik dari bawah menciptakan kondisi kimia yang khas.

Kondisi tersebut mampu membentuk bebatuan yang di dalamnya mengandung logam mulia seperti emas dan perak. Ada juga jejak arsenik, antimon, dan merkuri, yang terakumulasi di bebatuan di sekitarnya.

“Mineral-mineral ini menunjukkan bahwa daerah tersebut pernah mengalami aktivitas hidrotermal bersuhu tinggi yang mengendapkan logam mulia, meskipun aktivitas saat ini lebih dingin,” ujarnya.

Meski temuan ini mengungkap kondisi langka dan berharga bagi alam dan pengetahuan, lokasi hidrotermal terancam aktivitas manusia. Terdapat aktivitas tambang emas Ladolam di Lihir, yang juga memiliki limbah yang dibuang ke laut.

Parahnya lagi, di sana sudah ada izin eksplorasi tambahan untuk mineral dasar laut dan hidrokarbon. Kondisi ini, kata peneliti, bisa mengancam ekosistem yang rapuh.

“Kami telah menemukan harta karun keanekaragaman hayati yang tak terduga di ladang Karambusel yang perlu dilindungi sebelum kepentingan ekonomi menghancurkannya,” pungkasnya.

Penulis adalah peserta program MagangHub Kemnaker di infocom.

Ada Ekosistem Unik: Kerang-Teripang Ungu

Ada Emas dan Perak di Dalam Batuan