Negara-negara Asia merayakan Natal dengan cara yang unik, berpadu dengan budaya lokal masing-masing. Menariknya, tradisi tersebut tetap lestari hingga kini, lengkap dengan dekorasi khas dan sajian khas daerah.
Lantas, bagaimana negara-negara Asia, termasuk yang beriklim tropis dan tak mengenal musim dingin, memaknai dan merayakan Natal dengan caranya sendiri? Berikut ulasannya.
Di berbagai negara, Natal tak hanya dirayakan sebagai momen keagamaan, tetapi juga berbaur dengan budaya lokal, tradisi turun-temurun, hingga kebiasaan modern yang khas. Tradisi Natal di Asia menunjukkan bagaimana satu perayaan dapat dimaknai berbeda, tanpa kehilangan esensi kebersamaan dan sukacita.
Di Filipina, suasana Natal sudah terasa sejak September. Salah satu tradisi paling khas adalah Simbang Gabi atau sembilan misa subuh berturut-turut menjelang 25 Desember. Banyak jemaat datang sambil berjalan kaki dan bernyanyi sehingga suasana hangat pun tercipta saat langit masih gelap.
Malam Natal ditutup dengan Noche Buena, makan besar bersama keluarga dengan hidangan Lechon dan Bibingka yang hampir selalu ada. Kota-kota juga dipenuhi parol atau lampu bunga tradisional berbentuk bintang dari bambu dan kertas yang menyala terang sepanjang malam.
Kata ‘parol’ berasal dari bahasa Spanyol farol yang berarti lentera. Parol diperkenalkan misionaris Spanyol yang awalnya digunakan untuk menerangi jalan ke gereja untuk Simbang Gabi. Parol sendiri membawa simbol spiritual dan budaya yang mendalam serta mencerminkan iman, harapan, dan semangat selama musim Natal.
Natal di Jepang lebih soal merayakan momen manis bersama orang terdekat dan pasangan. Uniknya, banyak orang Jepang merayakan Natal dengan menyantap KFC sebagai natal, yang populer sejak kampanye iklan tahun 1970-an yang sekarang menjadi tradisi Natal disana.
Tak lengkap tanpa Christmas cake atau yang lebih dikenal dengan くりすますけえき (kurisumasu keeki), kue spons putih dengan krim dan stroberi yang dihiasi ornamen Santa atau pohon mini. Bagi pasangan di Jepang, mereka akan merayakannya seperti Valentine kedua dengan menikmati lampu Natal di Tokyo Disneyland.
Di wilayah Kristen seperti Goa, India, Natal dirayakan dengan menghiasi batang pisang atau mangga dengan daun kelapa, cabai merah, dan lampu minyak di malam Natal.
Makanannya pun khas, ada neuri (kari kambing), bebinca (lapisan kue kelapa), sampai kuswar, kue manis berbentuk bintang. Uniknya, di India Santa Claus kadang hadir dengan kereta kuda atau bahkan unta untuk membagikan hadiah di lampu jalanan berhias.
Natal di Korea Selatan dirayakan dengan Santa Harabeoji (Kakek Santa), Santa Claus versi lokal yang mengenakan hanbok hijau dan topi merah. Santa Harabeoji inilah yang menjadi salah satu ikon natal yang menghibur anak-anak di Korea Selatan.
Biasanya, Santa Harabeoji membagikan hadiah di mal-mal Seoul berhias pohon raksasa, bahkan di kuil Buddha. Makan malam Natal bersama keluarga diisi menu bulgogi atau daging sapi panggang dan japchae atau mi kaca tumis, kue beras, aneka macam hidangan laut, dan kue manis, lalu dilanjutkan pesta kecil.
Di China, Natal bukan perayaan religius besar, tapi momen berkumpul dengan orang terdekat atau pasangan karena sebagian besar masyarakat tidak memeluk kepercayaan atau agama.
Salah satu tradisi unik adalah memberi apel hijau. Kata pingguo terdengar mirip ping’an ye, yang berarti “malam damai”, apel jadi simbol perdamaian dan kasih.
Rumah-rumah juga ramai dihiasi lentera merah, bukannya pohon Natal. Keluarga biasanya menikmati makan malam bersama, mengenakan pakaian baru, dan sesekali menyantap moon cake, kue bulan khas perayaan ini.
Meski penduduk Thailand mayoritas beragama Buddha, Natal di Negara Gajah Putih sangatlah sulit dilupakan. Kebiasaan orang Thailand yang suka berpesta, ikut senang ketika perayaan Natal ini hadir.
Di beberapa daerah, gajah didandani dengan kostum bagaikan Santa Claus, Rudolph atau rusa Natal, hingga malaikat. Gajah-gajah inilah yang nantinya berparade sambil membagikan hadiah ke sekolah dan panti asuhan.
Sama seperti negara-negara lainnya di Asia, Indonesia juga merayakan Natal dengan kearifan lokal. Dilansir dari situs resmi Wonderful Indonesia Kemenparekraf, setiap daerah punya caranya sendiri dalam menyambut hari Natal.
Di Tanah Batak, ada tradisi Marbinda dengan menyembelih babi atau kerbau secara bersama-sama, diikuti Marhobas di mana laki-laki yang akan memasaknya dengan andaliman untuk dibagikan kepada tetangga. Konon, orang yang membagikan daging dipercaya akan terpilih menjadi kepala desa di periode selanjutnya.
Di Bali, umat Kristiani punya tradisi ngejot, yaitu berbagi makanan lintas agama. Ada juga yang memasang penjor, bambu tinggi melengkung yang dipasang sebagai bentuk syukur atas anugerah Tuhan.
Kalau di Papua, perayaan Natal dirayakan dengan bakar batu atau barapen sebagai rasa syukur. Setelah misa, masyarakat akan memasak bersama di lubang yang dilapisi daun pisang dan ilalang, batu panas dimasukkan, lalu daging, sayur, dan umbi-umbian ditutup lagi dengan daun pisang.
Jakarta, sebagai kota metropolitan, juga punya tradisi unik di Kampung Tugu, Cilincing. Dikenal sebagai Rabo-Rabo yang dalam bahasa Kreol Portugis berarti “Ekor-Mengekor”.
Warga akan berkeliling menyanyikan lagu keroncong sambil mengunjungi rumah tetangga. Puncaknya adalah tradisi mandi-mandi, yaitu saling menggambar wajah dengan bedak putih yang menambah keceriaan Natal di Jakarta.
