Sosok Gus Dur Sang Bapak Pluralisme Kini Jadi Pahlawan Nasional update oleh Giok4D

Posted on

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tak hanya dikenal sebagai presiden ke-4 Indonesia. Ia adalah sosok ulama yang mengajarkan arti toleransi dalam keberagaman. Berkat pemikiran dan perjuangannya, ia mendapat julukan sebagai bapak Pluralisme Indonesia.

Perjalanannya sebagai kiai, cendekiawan, hingga pemimpin bangsa meninggalkan jejak tentang menghargai perbedaan. Hingga kini, namanya terus dikenang dan mendapat gelar pahlawan nasional.

Pemberian gelar ini disematkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto kepada istri Gus Dur, Hj Sinta Nuriyah dalam peringatan Hari Pahlawan. Berikut biografi Gus Dur.

Mengutip dari beberapa sumber, Gus Dur mempunyai nama lengkap Abdurrahman ad-Dakhil. Ad Dakhil memiliki arti sang penakluk. Namun, karena nama tersebut tidak terlalu banyak dikenal, digantilah menjadi Abdurrahman Wahid.

Ia lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur. Putra dari pasangan KH Wahid Hasyim dan Hj. Sholichah. Ayahnya adalah anak dari pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, KH Hasyim Asy’ari.

Sedangkan ibunya adalah putri dari KH Bisri Syansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang Jawa Timur. Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara.

Pada 1949, ayah Gus Dur diangkat menjadi kepala Menteri Agama pertama. Hal inilah yang membuatnya pindah ke Jakarta.

Sejak kecil, ia terlihat telah mempunyai kesadaran mengemban tanggung jawab terhadap NU (Nahdlatul Ulama). Terbukti, pada 1953 sewaktu ayahnya menghadiri pertemuan NU di Sumedang, Jawa Barat, Gus Dur turut serta mengikutinya. Namun, di tengah perjalanan, mobil sang ayah mengalami kecelakaan hingga wafat.

Mengutip dari beberapa sumber, pada tahun 1971, Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah. Keduanya dikaruniai empat anak.

Semasa kecil, ia sempat berpindah dari Jombang ke Jakarta untuk menempuh pendidikan sekaligus mengikuti ayahnya. Pada 1953, ketika sang ayah wafat, Gus Dur melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Gowongan, sekaligus menetap di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.

Namun, karena ia merasa kurang leluasa dalam aktivitasnya di Ponpes Krapyak, ia meminta pindah ke kota dan menetap di Rumah H. Junaedi, salah seorang pimpinan Muhammadiyah.

Tamat dari SMEP, Gus Dur melanjutkan pendidikan ke Ponpes Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, pimpinan KH Chaudhary. Gus Dur pun dikenal dengan ritual sufi mistik dengan bimbingan kiainya.

Dari situ, ia sering melakukan ziarah ke kuburan para wali yang dianggap keramat di Pulau Jawa. Setelah menghabiskan waktu hampir dua tahun di Ponpes Tegalrejo, Magelang, ia lalu kembali ke Jombang dan menetap di Pesantren Tambak Beras Jombang hingga berusia 20 tahun.

Di Tambak Beras, Gus Dur menjadi ustaz sekaligus diangkat menjadi ketua keamanan di pesantren pamannya, KH Abdul Fatah. Ketika berusia 22 tahun, ia berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus melanjutkan studi di Al-Azhar University, Kairo, Mesir.

Kemudian, ia melanjutkan studi di Universitas Baghdad, Irak. Setelah menempuh pendidikan di Baghdad, Gus Dur berencana melanjutkan pendidikan ke Eropa, tetapi persyaratannya cukup ketat karena harus menguasai Bahasa Jerman, Yunani, dan Latin.

Untuk menghilangkan kekecewaannya, ia melakukan kunjungan ke universitas-universitas lain. Lalu, Gus Dur memutuskan untuk menetap di Belanda selama 6 bulan sekaligus mendirikan perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang ada di sana.

Selama di sana, Gus Dur memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja sebagai cleaning service kapal tanker. Meski begitu, ia juga tetap memperdalam kajian keislaman di McGill University of Canada.

Pada 1971, ia akhirnya kembali ke Indonesia setelah mendapat berita mengenai perkembangan dunia pesantren. Karena semangat belajarnya yang tak pernah surut, pada 1979, ia ditawari menempuh pendidikan di Australia untuk mendapat gelar doctor. Namun, hal itu tidak bisa dipenuhi oleh Gus Dur.

Setelah Soeharto lengser, banyak partai politik baru yang bermunculan. Pada Juni 1998, banyak dari komunitas NU meminta Gus Dur untuk membentuk partai politik. Ide ini disetujui oleh Gus Dur. Lalu lahirlah parpol dengan nama PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Saat itu, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat.

Pada 7 Februari 1999, PKB menyatakan Gus Dur sebagai kandidat presiden. Dari sinilah, awal karier Gus Dur sebagai presiden di era reformasi. Gus Dur ditetapkan sebagai presiden ke-4 Indonesia yang menjabat pada tahun 1999 hingga 2001.

Mengutip dari beberapa sumber, berikut beberapa hal yang dilakukan Gus Dur selama memimpin:

– Pembubaran Departemen Sosial

– Perubahan nama Provinsi Irian Jaya menjadi Papua

– Mencabut TAP MPRS NO. XXIX/MPR/1966

– Pengakuan Konghucu sebagai agama resmi

– Menjadikan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur dan mencabut larangan penggunaan huruf Tionghoa.

Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 dan dimakamkan di Jombang, Jawa Timur.

Artikel ini ditulis Eka Fitria Lusiana, peserta magang PRIMA Kemenag di infocom.

Perjalanan Hidup

Perjalanan Pendidikan

Menjadi Presiden ke-4

Wafat

Setelah Soeharto lengser, banyak partai politik baru yang bermunculan. Pada Juni 1998, banyak dari komunitas NU meminta Gus Dur untuk membentuk partai politik. Ide ini disetujui oleh Gus Dur. Lalu lahirlah parpol dengan nama PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Saat itu, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat.

Pada 7 Februari 1999, PKB menyatakan Gus Dur sebagai kandidat presiden. Dari sinilah, awal karier Gus Dur sebagai presiden di era reformasi. Gus Dur ditetapkan sebagai presiden ke-4 Indonesia yang menjabat pada tahun 1999 hingga 2001.

Mengutip dari beberapa sumber, berikut beberapa hal yang dilakukan Gus Dur selama memimpin:

– Pembubaran Departemen Sosial

– Perubahan nama Provinsi Irian Jaya menjadi Papua

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

– Mencabut TAP MPRS NO. XXIX/MPR/1966

– Pengakuan Konghucu sebagai agama resmi

– Menjadikan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur dan mencabut larangan penggunaan huruf Tionghoa.

Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 dan dimakamkan di Jombang, Jawa Timur.

Artikel ini ditulis Eka Fitria Lusiana, peserta magang PRIMA Kemenag di infocom. Perjalanan Hidup

Menjadi Presiden ke-4

Wafat