Profil Singkat 10 Pahlawan Nasional Terbaru 2025 | Giok4D

Posted on

Tepat di peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025 hari ini, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 nama. Di antaranya ada Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid.

Selain dua mantan presiden tersebut, ada pula nama aktivis buruh Marsinah. Berikut profil singkat 10 pahlawan nasional terbaru.

1. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)

Mengutip dari situs resmi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Dr. (HC) KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dan wafat di Jakarta, 30 Desember 2009 pada usia 69 tahun. Gus Dur menjadi Presiden Indonesia keempat dari tahun 1999 hingga 2001 menggantikan Presiden BJ Habibie.

Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah pada 11 September 1971. Mereka dikaruniai empat orang putri, yaitu Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny) Wahid, Anita Hayatunnufus Wahid, Inayah Wulandari Wahid, dan Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid.

Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Gus Dur adalah mantan Ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama (NU) dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dia dikenal sebagai sosok yang unik karena dalam dirinya melekat berbagai predikat, baik sebagai pemimpin ormas terbesar, pejuang demokrasi, tokoh LSM, hingga tokoh pluralisme.

2. Jenderal Besar TNI Soeharto (Jawa Tengah)

Menurut situs ANRI, Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto adalah presiden kedua Republik Indonesia. Soeharto lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921 dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah.

Soeharto yang lazim dengan sapaan Pak Harto resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Soeharto menikah dengan Siti Hartinah pada 26 Desember 1947 di Solo. Mereka dikaruniai enam putra dan putri, yaitu Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Di kemiliteran, Soeharto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel. Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Pak Harto juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman serta menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).

Soeharto meninggal dunia pada Minggu, 27 Januari 2006. Ia wafat pada pukul 13.10 siang dalam usia 87 tahun.

3. Marsinah (Jawa Timur)

Mengutip situs resmi Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Pada 1989, Ia merantau ke Surabaya untuk bekerja di pabrik plastik SKW di Kawasan Industri Rungkut, lalu sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang hingga akhirnya berpindah ke Sidoarjo dan bekerja di PT CPS pada 1990.

Selama bekerja di PT CPS, Marsinah adalah sosok yang vokal dalam memperjuangkan nasib dan hak dari rekan-rekannya. Ia juga terlibat dalam kegiatan aktivis organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.

Tragedi keji yang menimpa Marsinah berawal dari unjuk rasa dan pemogokan kerja yang dilakukan oleh Marsinah dan rekannya pada 3-4 Mei 1993. Saat unjuk rasa, mereka mengajukan 12 tuntutan.

Setelah itu, pada 5 Mei 1993, Marsinah hilang tanpa kabar setelah mengunjungi rumah rekannya. Lalu, pada 8 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan. Diduga, Marsinah dianiaya. Saat ditemukan, jasadnya penuh dengan luka dan tubuhnya kaku membiru.

4. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)

Melansir situs resmi Universitas Padjajaran (Unpad), Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LL. M lahir di Jakarta pada 17 Februari 1929. Setelah tamat SMA, Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan sekolah ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan setelah menyelesaikan jenjang sarjananya, pada 1956, Prof. Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan pendidikannya di Universitas Yale, Amerika Serikat.

Gelar doktornya diperoleh dari Universitas Padjadjaran pada tahun 1962. Pada 1964, Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan pendidikannya (post doctor) di Harvard Law School, Amerika Serikat. Setelahnya, Mochtar Kusumaatmadja menempuh pendidikan di University of Chicago. Pada 1970, Mochtar Kusumaatmadja mendapat gelar profesor dari Unpad.

Mengutip situs Sekretariat Kabinet (Setkab) RI, Mochtar pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 sampai 1978, dan Menteri Luar Negeri dua periode, dari 1978 sampai 1988. Ia kerap mewakili Indonesia di PBB dan perundingan-perundingan internasional, terutama mengenai batas darat dan batas laut teritorial.

Mochtar Kusumaatmadja wafat pada 6 Juni 2021 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

5. Hajjah Rahmah El Yunusiyah (Sumatera Barat)

Mengutip situs Kementerian Agama (Kemenag) RI, Rahmah El Yunusiyah yang lahir pada tahun 1900 merupakan pendiri Perguruan Diniyah Putri. Rahmah menggagas lahirnya madrasah Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang pada 1 November 1923 dilatarbelakangi cita-cita dan kepedulian untuk mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan.

Di masa revolusi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Rahmah terjun ke medan perjuangan fisik. Ia menjadi Bundo Kanduang dari barisan Sabilillah dan Hizbullah di Sumatera Barat. Dalam masa revolusi kemerdekaan, Perguruan Diniyah Putri memberikan andil perjuangan dengan sarana yang dimilikinya untuk mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa.

Rektor Universitas Al-Azhar Cairo Dr. Syekh Abdurrahman Taj di tahun 1955 mengunjungi Indonesia dan meninjau Diniyah Putri Padang Panjang. Pemimpin tertinggi Al-Azhar itu terkesan dengan pendidikan Diniyah Putri. Di Mesir, belum ada sekolah khusus untuk perempuan.

Rahmah diundang ke Universitas Al-Azhar untuk membentangkan pengalamannya membangun pendidikan Islam di Indonesia. Pemimpin Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah adalah ulama perempuan pertama yang dianugerahi gelar kehormatan “Syaikhah” dari Universitas Al-Azhar Kairo.

Sistem dan pola pendidikan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang menginspirasi Universitas Al-Azhar hingga mendirikan Kulliyatul Banat yakni fakultas khusus untuk perempuan. Pada tahun 1958, untuk pertama kali alumni Diniyah Putri mendapat beasiswa melanjutkan studi ke Universitas Al-Azhar Kairo, antara lain Isnaniyah Saleh dan Zakiah Daradjat.

Pahlawan pendidikan Islam itu meninggal pada malam takbiran Hari Raya Idul Adha tanggal 26 Februari 1969 di Padang Panjang. Rumah kediamannya sekarang menjadi Museum Rahmah El Yunusiyah.

6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)

Mengutip dari situs Partai Demokrat, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo merupakan tokoh militer Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Komandan Resimen Komando Angkatan Darat atau RPKAD (sekarang Kopassus) di tahun 1965 dan Gubernur Akademi Militer di tahun 1970.

Sarwo Edhie Wibowo merupakan ayah dari Ani Yudhoyono (istri Susilo Bambang Yudhoyono) sekaligus kakek dari Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono.

7. Sultan Muhammad Salahuddin (NTB)

Mengutip dari situs UIN Alauddin Makassar, Sultan Muhammad Salahuddin (1888-1951 M) merupakan Sultan Bima ke-XIV yang memerintah sekitar 1915 sampai 1951. Ia dikenal dengan perjuangannya menentang penjajahan Belanda di Bima. Sultan Muhammad Salahuddin merupakan sosok pemimpin yang bijaksana, pejuang kemerdekaan, dan teladan bagi generasi bangsa.

8. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)

Mengutip situs NU Online, Syaikhona Muhammad Kholil (1820-1925 M),dikenal sebagai guru dari banyak ulama besar, termasuk pendiri Nahdlatul Ulama KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Sebelum berangkat ke Makkah, beliau menguasai seperangkat ilmu Islam, seperti Nahwu dan gramatika bahasa, hafal Alquran, dan sebagainya. Saat di Makkah, Syaikhona mendalami qira’at sab’ah (Alquran dengan tujuh macam bacaan).

Tak ada yang meragukan kharisma dan konstribusinya di dunia pesantren, terlebih untuk Indonesia. Sebab beliau ikut andil melahirkan tokoh-tokoh ulama yang juga pahlawan nasional, seperti Hadratussyekh KH M. Hasyim Asy’ari, KHR As’ad Syamsul Arifin, KH Abdul Wahab Chasbullah.

9. Tuan Rondahaim Saragih (Sumatera Utara)

Mengutip situs Diskominfo Provinsi Sumatera Utara, Tuan Rondahaim Saragih Garingging atau Tuan Rondahaim merupakan sosok pejuang asal Kerajaan Raya, Simalungun, Sumatera Utara (dahulu Pantai Timur Sumatera). Masa perjuangannya terentang dari 1880 hingga 1891.

Awal keterlibatannya dalam perang melawan kolonialisme Belanda, adalah ketika mengetahui pemerintah Belanda membuka perkebunan secara sepihak di wilayah yang dihuni orang Simalungun. Ketatnya pertahanan yang digalang Tuan Rondahaim serta tangguhnya pasukan Raya, membuat Belanda memutuskan untuk mengundurkan diri dari usaha menundukkan raja-raja Simalungun.

Tuan Rondahaim pun berhasil mengamankan wilayahnya sampai dengan akhir hayatnya. Ia wafat pada tahun 1891.

10. Zainal Abidin Syah (Maluku Utara)

Melansir situs DPR RI, Sultan Zainal Abidin Syah lahir di Soa-Sio, Tidore, pada 15 Agustus 1912. Ia diangkat menjadi Gubernur Irian Barat pertama (sekarang Papua dan Papua Barat) yang menjabat pada tahun 1956-1961.

4. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)

Melansir situs resmi Universitas Padjajaran (Unpad), Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LL. M lahir di Jakarta pada 17 Februari 1929. Setelah tamat SMA, Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan sekolah ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan setelah menyelesaikan jenjang sarjananya, pada 1956, Prof. Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan pendidikannya di Universitas Yale, Amerika Serikat.

Gelar doktornya diperoleh dari Universitas Padjadjaran pada tahun 1962. Pada 1964, Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan pendidikannya (post doctor) di Harvard Law School, Amerika Serikat. Setelahnya, Mochtar Kusumaatmadja menempuh pendidikan di University of Chicago. Pada 1970, Mochtar Kusumaatmadja mendapat gelar profesor dari Unpad.

Mengutip situs Sekretariat Kabinet (Setkab) RI, Mochtar pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 sampai 1978, dan Menteri Luar Negeri dua periode, dari 1978 sampai 1988. Ia kerap mewakili Indonesia di PBB dan perundingan-perundingan internasional, terutama mengenai batas darat dan batas laut teritorial.

Mochtar Kusumaatmadja wafat pada 6 Juni 2021 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

5. Hajjah Rahmah El Yunusiyah (Sumatera Barat)

Mengutip situs Kementerian Agama (Kemenag) RI, Rahmah El Yunusiyah yang lahir pada tahun 1900 merupakan pendiri Perguruan Diniyah Putri. Rahmah menggagas lahirnya madrasah Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang pada 1 November 1923 dilatarbelakangi cita-cita dan kepedulian untuk mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan.

Di masa revolusi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Rahmah terjun ke medan perjuangan fisik. Ia menjadi Bundo Kanduang dari barisan Sabilillah dan Hizbullah di Sumatera Barat. Dalam masa revolusi kemerdekaan, Perguruan Diniyah Putri memberikan andil perjuangan dengan sarana yang dimilikinya untuk mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa.

Rektor Universitas Al-Azhar Cairo Dr. Syekh Abdurrahman Taj di tahun 1955 mengunjungi Indonesia dan meninjau Diniyah Putri Padang Panjang. Pemimpin tertinggi Al-Azhar itu terkesan dengan pendidikan Diniyah Putri. Di Mesir, belum ada sekolah khusus untuk perempuan.

Rahmah diundang ke Universitas Al-Azhar untuk membentangkan pengalamannya membangun pendidikan Islam di Indonesia. Pemimpin Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah adalah ulama perempuan pertama yang dianugerahi gelar kehormatan “Syaikhah” dari Universitas Al-Azhar Kairo.

Sistem dan pola pendidikan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang menginspirasi Universitas Al-Azhar hingga mendirikan Kulliyatul Banat yakni fakultas khusus untuk perempuan. Pada tahun 1958, untuk pertama kali alumni Diniyah Putri mendapat beasiswa melanjutkan studi ke Universitas Al-Azhar Kairo, antara lain Isnaniyah Saleh dan Zakiah Daradjat.

Pahlawan pendidikan Islam itu meninggal pada malam takbiran Hari Raya Idul Adha tanggal 26 Februari 1969 di Padang Panjang. Rumah kediamannya sekarang menjadi Museum Rahmah El Yunusiyah.

6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)

Mengutip dari situs Partai Demokrat, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo merupakan tokoh militer Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Komandan Resimen Komando Angkatan Darat atau RPKAD (sekarang Kopassus) di tahun 1965 dan Gubernur Akademi Militer di tahun 1970.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Sarwo Edhie Wibowo merupakan ayah dari Ani Yudhoyono (istri Susilo Bambang Yudhoyono) sekaligus kakek dari Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono.

7. Sultan Muhammad Salahuddin (NTB)

Mengutip dari situs UIN Alauddin Makassar, Sultan Muhammad Salahuddin (1888-1951 M) merupakan Sultan Bima ke-XIV yang memerintah sekitar 1915 sampai 1951. Ia dikenal dengan perjuangannya menentang penjajahan Belanda di Bima. Sultan Muhammad Salahuddin merupakan sosok pemimpin yang bijaksana, pejuang kemerdekaan, dan teladan bagi generasi bangsa.

8. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)

Mengutip situs NU Online, Syaikhona Muhammad Kholil (1820-1925 M),dikenal sebagai guru dari banyak ulama besar, termasuk pendiri Nahdlatul Ulama KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Sebelum berangkat ke Makkah, beliau menguasai seperangkat ilmu Islam, seperti Nahwu dan gramatika bahasa, hafal Alquran, dan sebagainya. Saat di Makkah, Syaikhona mendalami qira’at sab’ah (Alquran dengan tujuh macam bacaan).

Tak ada yang meragukan kharisma dan konstribusinya di dunia pesantren, terlebih untuk Indonesia. Sebab beliau ikut andil melahirkan tokoh-tokoh ulama yang juga pahlawan nasional, seperti Hadratussyekh KH M. Hasyim Asy’ari, KHR As’ad Syamsul Arifin, KH Abdul Wahab Chasbullah.

9. Tuan Rondahaim Saragih (Sumatera Utara)

Mengutip situs Diskominfo Provinsi Sumatera Utara, Tuan Rondahaim Saragih Garingging atau Tuan Rondahaim merupakan sosok pejuang asal Kerajaan Raya, Simalungun, Sumatera Utara (dahulu Pantai Timur Sumatera). Masa perjuangannya terentang dari 1880 hingga 1891.

Awal keterlibatannya dalam perang melawan kolonialisme Belanda, adalah ketika mengetahui pemerintah Belanda membuka perkebunan secara sepihak di wilayah yang dihuni orang Simalungun. Ketatnya pertahanan yang digalang Tuan Rondahaim serta tangguhnya pasukan Raya, membuat Belanda memutuskan untuk mengundurkan diri dari usaha menundukkan raja-raja Simalungun.

Tuan Rondahaim pun berhasil mengamankan wilayahnya sampai dengan akhir hayatnya. Ia wafat pada tahun 1891.

10. Zainal Abidin Syah (Maluku Utara)

Melansir situs DPR RI, Sultan Zainal Abidin Syah lahir di Soa-Sio, Tidore, pada 15 Agustus 1912. Ia diangkat menjadi Gubernur Irian Barat pertama (sekarang Papua dan Papua Barat) yang menjabat pada tahun 1956-1961.