Izin tambang nikel di Raja Ampat menuai polemik. Anggota DPR pun meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi dan mengkaji ulang tambang tersebut.
Anggota Komisi XII DPR RI yang membidangi sektor energi, sumber daya mineral, lingkungan hidup, dan investasi, Alfons Manibui menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pemberian izin tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya, guna memastikan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan.
Menurut Alfons, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) perlu melakukan evaluasi menyeluruh dan objektif terkait pemberian izin tambang yang berdampak di wilayah Raja Ampat itu.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Perlu diberikan ruang bagi Kementerian ESDM dan KLH untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan objektif,” kata dia seperti dikutip dari Antara, Sabtu (7/6/2025).
Alfons mendukung langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam menghentikan sementara aktivitas operasi tambang nikel milik PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, sebagai bentuk respons terhadap aspirasi masyarakat dan komitmen menjaga kelestarian lingkungan.
“Keputusan Menteri ESDM ini responsif terhadap aspirasi masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan Raja Ampat,” ujar anggota DPR asal Dapil Papua Barat itu.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, menyatakan izin aktivitas pertambangan nikel yang berada di sekitar kawasan konservasi laut dan destinasi super prioritas nasional Raja Ampat perlu dikaji ulang.
Dia menyatakan keberadaan tambang nikel di wilayah yang dikenal dengan kekayaan terumbu karang dan keindahan alam bawah laut ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah.
“Mengenai izin pertambangan nikel di sekitar wilayah destinasi super prioritas, di mana destinasinya mengangkat keindahan alam dan khususnya terumbu karang, ini hal yang patut dikaji kembali,” kata Chusnunia yang membidangi sektor Perindustrian, UMKM, Ekonomi Kreatif, Pariwisata dan Sarana Publikasi.
Menurut dia, dampaknya bisa langsung dirasakan oleh ekosistem laut, termasuk rusaknya terumbu karang yang menjadi daya tarik utama pariwisata dan pusat biodiversitas laut dunia.
“Tambang nikel, khususnya perlintasan jalur dari lokasi tambang ke smelter, menjadi hal yang harus dikaji ulang mengingat hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi terumbu karang,” katanya.
Chusnunia menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pelaku industri melakukan evaluasi terhadap kebijakan pertambangan yang berada dalam radius sensitif ekologi. Ia juga menekankan pentingnya keseimbangan antara pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan kawasan konservasi.