Nusron Jelaskan Penyebab PBB Naik Gila-gilaan di Berbagai Daerah

Posted on

Beberapa daerah menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) cukup tinggi yang memicu protes dari masyarakat. Beberapa pemerintah daerah (Pemda) berdalih kenaikan tersebut imbas adanya penyesuaian Zona Nilai Tanah (ZNT) dari Badan Pertanahan Negara (BPN).

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan salah satu fungsi ZNT bisa digunakan sebagai referensi dalam penentuan perpajakan daerah asalkan telah dilakukan MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemda serta mengikuti surat edaran yang dikeluarkan Menteri ATR/BPN tahun 2020 Nomor PT.03.01/299/II/2020 yang dikeluarkan 25 Februari 2025 perihal pemanfaatan Peta Zona Nilai Tanah oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Nusron menyampaikan nilai ZNT tersebut memang lebih tinggi dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) karena disesuaikan dengan nilai tanah yang berlaku pada saat ini. Namun, ketika ZNT dijadikan sebagai referensi perpajakan perlu disesuaikan juga dengan kebijakan daerah.

“Nilai yang disajikan pada peta Zona Nilai Tanah adalah nilai yang berlaku saat ini sehingga nilainya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan NJOP sehingga jika digunakan sebagai referensi perpajakan daerah maka perlu disesuaikan dengan kebijakan daerah,” kata Nusron dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, pada Senin (8/9/2025).

Ada pun daerah-daerah yang menaikkan PBB-P2, melihat catatan infocom, salah satunya adalah Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang melonjak sebanyak 65 persen.

“Memang itu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) ada kenaikan tapi dari zona nilai tanah. Total kenaikannya sekitar 65 persen akibat dari pada penyesuaian zona nilai tanah dari BPN,” ujar Kepala Bapenda Bone Muh Angkasa kepada infoSulsel, Selasa (12/8/2025).

Angkasa mengatakan ZNT di Bone belum pernah diperbaharui selama 14 tahun terakhir. Hal ini membuat ada wilayah tertentu yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)-nya hanya Rp 7.000 per meter.

“Penyesuaian yang terjadi saat ini bukan kenaikan tarif pajak, melainkan penyesuaian ZNT berdasarkan data BPN. Ini murni penyesuaian nilai tanah sesuai acuan BPN, bukan tarif yang kita naikkan,” katanya.

“Ada 25 persen wajib pajak tidak mengalami perubahan PBB, tergantung zona masing-masing. BPK sudah memberikan catatan kepada Kabupaten Bone untuk dilakukan pemutakhiran data bumi. Setelah penyesuaian, nilai tanah menjadi lebih wajar sesuai harga pasar,” sambung Angkasa.

Hal yang sama juga terjadi di daerah Semarang. Kepala BKUD Kabupaten Semarang, Rudibdo kenaikan PBB yang signifikan di beberapa titik karena ada penilaian terbatas di bidang tanah yang mengalami perubahan nilai, khususnya yang berada di ruas jalan strategis.

“Khususnya di ruas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten, juga dalam rangka menyesuaikan nilai Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan oleh BPN,” kata Rudibdo saat dihubungi infoJateng, Selasa (12/8/2025).

Sementara itu, kebijakan mengenai ZNT sendiri sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 176 Tahun 2024 Tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang juncto Peraturan Presiden nomor 177 tahun 2024 tentang Badan Pertanahan Nasional dan Peraturan Menteri ATR dan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2025 tentang organisasi dan tata kelola Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional, penyelenggaraan informasi nilai tanah, pengembangan penilaian, pemanfaatan nilai tanah merupakan salah satu fungsi direktorat jendral pengadaan tanah dan pengembangan pertanahan Kementerian ATR/BPN, yaitu melalui pembuatan dan pembaruan peta zona nilai tanah.

“Sampai saat ini cakupan peta ZNT Kementerian ATR/BPN seluas 43.285.245 hektare atau setara dengan 63,21 persen dari budidaya seluas 68.475.637 hektare. Bahwa pulau Kalimantan, Papua, dan NTT menunjukkan warna hijau di peta (di layar yang ditayangkan di DPR) hari ini bawah cakupan peta 0-40 persen di bawah dari rata-rata luas cakupan seluruh nasional,” ujar Nusron.