Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengakui sulit untuk menangani penyakit malaria di Papua. Sebanyak 93 persen kasus malaria di Papua terbanyak terjadi di Kota Timika dan lima distrik lain.
“90 persen lebih (kasus malaria) ada di Papua. Karena memang sulit mengeliminasi malaria di Papua. Ada sedikit (kasus malaria) di Nusa Tenggara dan Kalimantan,” kata Budi saat jumpa pers di forum Aliansi Pemimpin Malaria Asia Pasifik (APLMA) ke-9 2025, Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (17/6/2025).
Salah satu kendala mengatasi malaria di Papua adalah pergerakan nyamuk malaria yang dapat berpindah dari Papua ke beberapa negara di dekatnya. Oleh karena itu, penting untuk fokus dalam menangani malaria di Papua.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Kami harap, kalau di Papua tertangani dengan baik, maka masalah malaria di Indonesia juga akan terselesaikan,” terang Budi.
Meski sulit, Budi mengatakan, pemerintah telah melakukan strategi untuk membasmi malaria di Indonesia, khususnya di Papua. Ada tiga strategi, yakni program pencegahan, pengobatan, dan vaksinasi.
Kemenkes juga akan melakukan pendistribusian kelambu dan insektisida ke masyarakat di Papua. Selain sebagai perlindungan, upaya itu juga untuk menciptakan iklim bebas nyamuk.
“Dengan bantuan dana global, ada 3,3 juta kelambu dan insektisida yang telah didistribusikan,” terang Budi Sadikin.
Cara lain, kata Budi, adalah administrasi pendistribusian obat-obatan yang masif. Ada profilaksis atau tindakan pencegahan terhadap penyakit atau infeksi yang dilakukan.
Tindakan itu, salah satunya sudah dilakukan di Timika. Budi mengeklaim cara itu telah menekan kasus malaria hingga 50 persen.
“Karena cara itu mahal, kami juga meninjau pembiayaannya supaya efektif,” terang Budi.
Soal pengobatan, Budi menegaskan stok persediaan obat malaria, masih memadai. Biaya pengadaan obat malaria juga terbantu oleh pendanaan global.
Hanya saja, belum tersedia vaksin malaria di Indonesia. Vaksin malaria hingga kini hanya tersedia di sejumlah negara di Afrika.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk, mengatakan perlu dana yang besar untuk penanganan malaria di Papua. Dananya perlu dialokasikan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).
“Tugas kami memastikan dana RPJMD disiapkan dan dialokasikan untuk program eliminasi malaria di enam provinsi di Papua,” kata Ribka.
Penularan malaria di Papua masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Apalagi, persoalan malaria itu masuk dalam program Indonesia Emas 2045.
Ribka meminta semua pemerintah daerah di Papua menyiapkan dan mengalokasikan dana dalam APBD untuk penanganan malaria. Sudah ada komitmen yang diteken pada APLMA di Bali hari ini.
“Kami akan memastikan pemerintah daerah sudah harus menyiapkan dana untuk program eliminasi malaria,” ucap Ribka.
Diberitakan sebelumnya, Papua menjadi fokus utama dalam penanganan malaria. Ia menyebut 90 persen kasus malaria di Indonesia terjadi di wilayah tersebut. Karena itu, diperlukan distribusi obat-obatan yang masif dan efisien, disertai sistem birokrasi dan administrasi yang mendukung.
Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani malaria, salah satunya dengan deteksi dini. Ia menyebut sebanyak 2 juta pemeriksaan telah dilakukan terhadap masyarakat, mengacu pada pengalaman penanganan penyakit seperti demam berdarah, TBC, dan HIV.