Menilik Pasar Nostalgia, Surga Pencinta Barang Antik di Surabaya

Posted on

Di tengah perkembangan zaman yang kian modern, ada salah satu pasar di Kota Surabaya yang justru membawa pengunjungnya mengenang masa lalu. Namanya Pasar Nostalgia, terletak di Jalan Bratang Binangun, kawasan Baratajaya.

Saat infoJatim berkunjung ke sana, lokasinya bisa dibilang cukup sepi. Namun tempat ini seperti mesin waktu yang menyimpan jejak-jejak sejarah lewat barang-barang antik yang terpajang rapi di etalase toko-toko.

Begitu melangkah masuk, nuansa tempo dulu langsung terasa. Beberapa toko tampak terbuka dengan penjual yang menyapa ramah, siap bercerita panjang tentang koleksi yang dipasarkan. Pasar ini pun layaknya surga bagi para pencinta barang antik.

Dari informasi yang dihimpun, ada sekitar 26 toko barang antik atau barang lawas yang tergabung di Pasar Nostalgia. Sementara koleksinya sangat beragam mulai dari buku, poster, foto, kaset, sampai album. Ada pula porselain, jam, mesin ketik, mainan, perhiasan, dan masih banyak lainnya.

Biasanya para pemilik toko mulai membuka tokonya dari pukul 13.00 hingga 18.00 WIB. Mereka menjual berbagai benda antik dengan harga mulai puluhan hingga jutaan ribu rupiah.

Salah satu pedagang yang cukup lama berjualan di sana adalah Kuyen yang sudah mengisi stan di pasar itu sejak 10 tahun lalu. Ia bercerita, pasar ini sebenarnya sudah ada sejak 25 tahun silam.

“Sekarang saya ada 4 stan di sini. Awalnya dari hobi, terus-terusan dikumpulkan di rumah menumpuk. Akhirnya ditawari rekan buka stan di Pasar Nostalgia,” cerita Kuyen saat ditemui infoJatim, Rabu (17/9/2025).

Barang-barang yang dijual di pasar ini datang dari berbagai sumber. Ada yang berasal dari koleksi pribadi, ada juga yang dibeli dari pasar rombeng, hingga hasil berburu lewat toko-toko online.

Menariknya, barang-barang antik yang dijajakan di sini tak melulu jadi pajangan. Banyak yang masih fungsional dan dicari karena kelangkaannya.

“Barangnya dapat dari ada yang nyari, koleksi, beli di rombeng, ada yang online,” jelas Kuyen.

Salah satu koleksi paling tua yang dimiliki Kuyen adalah jam buatan Inggris dari tahun 1960-an. Meski usianya sudah lebih dari setengah abad, jam itu masih bisa berbunyi setiap 15 menit.

Kuyen pun menuturkan bahwa keinginan untuk mengoleksi barang antik tak ada matinya. Belakangan, ramai yang berburu kamera digital lama yang masih bisa berfungsi. Selain itu koleksi foto-foto lawas juga ramai diburu.

“Yang sekarang ramai lagi cari kamera digital, biasanya masih bisa berfungsi. Ada juga yang cari klise lawas. Harganya nggak pasti, kadang ada yang dapat murah ada yang dapat mahal,” tuturnya.

Meski terlihat sepi, jangkauan pasar ini nyatanya sudah menembus batas pulau dan negara. Tak sedikit pembeli datang dari luar negeri, mulai dari Malaysia, Singapura, China, hingga Amerika. Bahkan banyak juga pesanan online yang dikirim ke berbagai daerah.

“Yang sering backpacker biasanya ada dari China, Amerika. Ada juga yang dari Malaysia, Singapura biasanya sering datang langsung,” kata Kuyen.

Para turis itu berburu berbagai koleksi. Beberapa biasanya mereka jual kembali seperti di pameran. Menariknya, para pembeli, terutama turis asing merasa nyaman berbelanja di sini sebab tak penjual yang agresif atau memaksa.

Mereka bisa leluasa memilih barang dengan santai, membandingkan, bahkan sekadar melihat-lihat tanpa tekanan.

“Kalau turis biasanya mereka buka toko di Bali, cari di sini. Menurut mereka paling enak belanja di pasar ini. Kalau di tempat-tempat lain biasanya mereka dikejar penjual, kalau di sini bebas mereka bisa pilih sendiri,” beber Kuyen.

Tak hanya berjualan di pasar, Kuyen juga memasarkan beberapa barang koleksinya lewat media sosial Facebook dan Instagram. Di sana, ia juga mendapat pembeli dari berbagai daerah.

Misalnya salah satu notaris muda asal Papua yang membeli mesin ketik berukuran besar untuk menunjang pekerjaannya.

“Mesin ketik masih banyak dicari notaris biasanya, terakhir ada pengiriman ke Papua,” ungkapnya.

Kendati demikian, Kuyen tak bisa memastikan berapa omzet yang ia dapatkan. Sebab tiap benda yang dipajang di Pasar Nostalgia pun bukan sekadar barang jualan. Di baliknya, ada kisah dan perjalanan panjang.

Tak heran jika sebagian koleksi bisa bertahan bertahun-tahun tanpa pembeli. Namun bisa saja suatu hari, ada yang datang dan jatuh cinta untuk meminang.

“Kadang kita jual mikirnya pasti cepat laku, ternyata nggak laku. Tapi nanti pasti laku entah satu-dua tahun ke depan. Kadang barang mau saya buang, ada aja yang nawar,” ujar Kuyen, sambil tertawa.

Meski tren terus berubah dan kadang situasi ekonomi ikut memengaruhi penjualan, Kuyen tetap optimistis. Dirinya yakin, barang lama akan selalu punya ruang.

“Barang-barang lama pasti laku. Apalagi kalau masih fungsional. Sekarang juga banyak cafe-cafe yang cari barang antik buat dekorasi,” ucapnya.

Sementara itu, salah satu warga Surabaya yang tengah berburu barang antik, Lian (25) mengatakan bahwa ia tertarik dengan beberapa koleksi yang tersedia di pasar tersebut.

“Ada poster-poster lawas, menarik untuk jadi pajangan. Pedagangnya juga ramah bisa menjelaskan koleksinya,” kata Lian.

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

“Yang sering backpacker biasanya ada dari China, Amerika. Ada juga yang dari Malaysia, Singapura biasanya sering datang langsung,” kata Kuyen.

Para turis itu berburu berbagai koleksi. Beberapa biasanya mereka jual kembali seperti di pameran. Menariknya, para pembeli, terutama turis asing merasa nyaman berbelanja di sini sebab tak penjual yang agresif atau memaksa.

Mereka bisa leluasa memilih barang dengan santai, membandingkan, bahkan sekadar melihat-lihat tanpa tekanan.

“Kalau turis biasanya mereka buka toko di Bali, cari di sini. Menurut mereka paling enak belanja di pasar ini. Kalau di tempat-tempat lain biasanya mereka dikejar penjual, kalau di sini bebas mereka bisa pilih sendiri,” beber Kuyen.

Tak hanya berjualan di pasar, Kuyen juga memasarkan beberapa barang koleksinya lewat media sosial Facebook dan Instagram. Di sana, ia juga mendapat pembeli dari berbagai daerah.

Misalnya salah satu notaris muda asal Papua yang membeli mesin ketik berukuran besar untuk menunjang pekerjaannya.

“Mesin ketik masih banyak dicari notaris biasanya, terakhir ada pengiriman ke Papua,” ungkapnya.

Kendati demikian, Kuyen tak bisa memastikan berapa omzet yang ia dapatkan. Sebab tiap benda yang dipajang di Pasar Nostalgia pun bukan sekadar barang jualan. Di baliknya, ada kisah dan perjalanan panjang.

Tak heran jika sebagian koleksi bisa bertahan bertahun-tahun tanpa pembeli. Namun bisa saja suatu hari, ada yang datang dan jatuh cinta untuk meminang.

“Kadang kita jual mikirnya pasti cepat laku, ternyata nggak laku. Tapi nanti pasti laku entah satu-dua tahun ke depan. Kadang barang mau saya buang, ada aja yang nawar,” ujar Kuyen, sambil tertawa.

Meski tren terus berubah dan kadang situasi ekonomi ikut memengaruhi penjualan, Kuyen tetap optimistis. Dirinya yakin, barang lama akan selalu punya ruang.

“Barang-barang lama pasti laku. Apalagi kalau masih fungsional. Sekarang juga banyak cafe-cafe yang cari barang antik buat dekorasi,” ucapnya.

Sementara itu, salah satu warga Surabaya yang tengah berburu barang antik, Lian (25) mengatakan bahwa ia tertarik dengan beberapa koleksi yang tersedia di pasar tersebut.

“Ada poster-poster lawas, menarik untuk jadi pajangan. Pedagangnya juga ramah bisa menjelaskan koleksinya,” kata Lian.

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *