Burung bondol kalimantan merupakan burung kecil yang hanya ditemukan di Borneo. Burung kecil pemakan biji-bijian ini masih satu keluarga dengan burung pipit di berbagai daerah, seperti bondol jawa maupun bondol papua.
Status konservasi burung ini masih tergolong Least Concern menurut IUCN alias dalam kondisi stabil. Namun keberadaan spesies ini tetap perlu dijaga sebagai bagian dari kekayaan fauna Indonesia.
Simak artikel ini untuk lebih mengenal burung bondol kalimantan, mulai dari klasifikasi, habitat, ciri-ciri fisik, hingga kebiasaannya, dirangkum dari penelitian berjudul Variasi Ciri Morfometrik Burung Bondol (Genus Lonchura) di Indonesia oleh Evelin Roslinawati dkk dan situs iNaturalist.
ADVERTISEMENT
Burung bondol atau pipit secara umum berada di genus Lonchura. Dari 21 spesies Lonchura di dunia, 9 di antaranya ditemukan di Indonesia. Salah satunya adalah bondol kalimantan (Lonchura fuscans).
Burung bondol kalimantan memiliki nama lain yang secara internasional disebut dusky munia, dusky mannikin, atau bornean munia. Spesies ini bersifat monotipik, artinya tidak memiliki subspesies. Berikut klasifikasinya:
Burung bondol kalimantan merupakan spesies endemik yang hanya ditemukan secara alami di Pulau Borneo, mencakup wilayah Kalimantan, Malaysia, dan Brunei. Meski demikian, spesies ini ditemukan juga di pulau lain seperti Natuna, Banggi, Cagayan, dan Kepulauan Sulu.
Habitat alaminya sangat beragam, mulai dari semak belukar dataran rendah tropis, hutan sekunder, padang rumput, hingga kawasan pertanian seperti persawahan. Burung ini juga sering dijumpai di tepi sungai, lahan budidaya, serta area dengan vegetasi terbuka.
Rentang ketinggian tempat hidupnya relatif rendah, dari permukaan laut hingga sekitar 500 meter. Tidak seperti banyak burung lain yang bermigrasi mengikuti musim, bondol kalimantan menetap di habitatnya sepanjang tahun.
Hambatan geografis antarpulau menyebabkan burung ini berkembang dengan ciri morfometrik dan warna bulu yang berbeda dari kerabat dekatnya di Jawa maupun Papua.
Salah satu keunikan spesies endemik Borneo ini adalah penampilannya yang sederhana namun khas. Ukuran tubuhnya relatif kecil, hanya sekitar 10-11 cm dengan berat sekitar 9,5 gram.
Tubuhnya diselimuti bulu cokelat gelap polos, memberikan kesan seragam tanpa corak. Ini berbeda dari spesies Lonchura lainnya yang sering kali memiliki dua warna atau lebih.
Pada bagian mahkota kepala terdapat garis-garis coklat pucat yang halus, sementara wajah tampak lebih gelap dengan cincin abu-abu di sekitar mata. Kaki berwarna biru keabu-abuan.
Paruhnya unik dengan rahang atas berwarna hitam, sedangkan rahang bawah biru keabu-abuan. Tidak ada perbedaan warna bulu antara jantan dan betina, sehingga keduanya tampak serupa.
Penelitian morfometrik yang dilakukan Evelin dkk, detail ukuran tubuh bondol kalimantan, yakni: panjang paruh sekitar 113,74 mm, lebar paruh 84,78 mm, tebal paruh 90,78 mm, panjang kepala 238,96 mm, panjang tarsus 134,18 mm, panjang total tubuh 1008,52 mm, panjang ekor 401,11 mm, dan panjang sayap 488,14 mm.
Panjang tarsus yang cukup besar diduga berkaitan dengan perilaku makan, memungkinkan burung ini lebih lincah saat mencari pakan di habitat Kalimantan.
Selain ciri fisik, burung bondol kalimantan juga memiliki kebiasaan unik, baik dari suara, pola makan, maupun reproduksinya.
Bondol kalimantan dikenal dengan variasi suara sederhana namun khas. Saat terbang, burung ini mengeluarkan bunyi rendah ‘tek tek’. Ketika bertengger di tanah atau pepohonan, suaranya berubah menjadi lebih nyaring, berupa ‘pii pii’, ‘pip’, atau ‘chirrup’. Kicauan ini berfungsi sebagai bentuk komunikasi antarindividu dalam kelompoknya.
Makanan utama burung ini adalah biji-bijian, terutama biji rumput, gulma, serta padi. Selain itu, mereka juga memakan serangga kecil, buah ara, semut, siput, nektar, dan alga.
Cara mencari makan cukup unik, yaitu mengais di tanah, vegetasi, bahkan memungut biji dari gumpalan tanah atau kotoran kerbau. Bondol kalimantan hidup berkelompok, sering terbang dalam kawanan sambil berkomunikasi dengan siulan lembut, menunjukkan sifat sosial yang kuat.
Dalam hal reproduksi, betina biasanya membangun sarang dari rumput kering atau memanfaatkan sarang burung lainnya. Sarang ditempatkan di lokasi yang terlindung, misalnya gua kecil, lubang tebing sungai, semak rapat, pohon berongga, atau akar pohon tumbang.
Sarang berfungsi untuk beristirahat, bertelur, dan mengerami. Jumlah telur dalam satu kali bertelur rata-rata 4-6 butir, kadang mencapai 8 butir. Masa inkubasi berlangsung sekitar 13-14 hari. Anak burung akan meninggalkan sarang setelah sekitar 3 minggu.
Klasifikasi Burung Bondol Kalimantan
Distribusi dan Habitat
Ciri-ciri Fisik Burung Bondol Kalimantan
Kebiasaan Burung Bondol Kalimantan
Suara dan Kicauan
Pola Makan
Reproduksi
Salah satu keunikan spesies endemik Borneo ini adalah penampilannya yang sederhana namun khas. Ukuran tubuhnya relatif kecil, hanya sekitar 10-11 cm dengan berat sekitar 9,5 gram.
Tubuhnya diselimuti bulu cokelat gelap polos, memberikan kesan seragam tanpa corak. Ini berbeda dari spesies Lonchura lainnya yang sering kali memiliki dua warna atau lebih.
Pada bagian mahkota kepala terdapat garis-garis coklat pucat yang halus, sementara wajah tampak lebih gelap dengan cincin abu-abu di sekitar mata. Kaki berwarna biru keabu-abuan.
Paruhnya unik dengan rahang atas berwarna hitam, sedangkan rahang bawah biru keabu-abuan. Tidak ada perbedaan warna bulu antara jantan dan betina, sehingga keduanya tampak serupa.
Penelitian morfometrik yang dilakukan Evelin dkk, detail ukuran tubuh bondol kalimantan, yakni: panjang paruh sekitar 113,74 mm, lebar paruh 84,78 mm, tebal paruh 90,78 mm, panjang kepala 238,96 mm, panjang tarsus 134,18 mm, panjang total tubuh 1008,52 mm, panjang ekor 401,11 mm, dan panjang sayap 488,14 mm.
Panjang tarsus yang cukup besar diduga berkaitan dengan perilaku makan, memungkinkan burung ini lebih lincah saat mencari pakan di habitat Kalimantan.
Ciri-ciri Fisik Burung Bondol Kalimantan
Selain ciri fisik, burung bondol kalimantan juga memiliki kebiasaan unik, baik dari suara, pola makan, maupun reproduksinya.
Bondol kalimantan dikenal dengan variasi suara sederhana namun khas. Saat terbang, burung ini mengeluarkan bunyi rendah ‘tek tek’. Ketika bertengger di tanah atau pepohonan, suaranya berubah menjadi lebih nyaring, berupa ‘pii pii’, ‘pip’, atau ‘chirrup’. Kicauan ini berfungsi sebagai bentuk komunikasi antarindividu dalam kelompoknya.
Makanan utama burung ini adalah biji-bijian, terutama biji rumput, gulma, serta padi. Selain itu, mereka juga memakan serangga kecil, buah ara, semut, siput, nektar, dan alga.
Cara mencari makan cukup unik, yaitu mengais di tanah, vegetasi, bahkan memungut biji dari gumpalan tanah atau kotoran kerbau. Bondol kalimantan hidup berkelompok, sering terbang dalam kawanan sambil berkomunikasi dengan siulan lembut, menunjukkan sifat sosial yang kuat.
Dalam hal reproduksi, betina biasanya membangun sarang dari rumput kering atau memanfaatkan sarang burung lainnya. Sarang ditempatkan di lokasi yang terlindung, misalnya gua kecil, lubang tebing sungai, semak rapat, pohon berongga, atau akar pohon tumbang.
Sarang berfungsi untuk beristirahat, bertelur, dan mengerami. Jumlah telur dalam satu kali bertelur rata-rata 4-6 butir, kadang mencapai 8 butir. Masa inkubasi berlangsung sekitar 13-14 hari. Anak burung akan meninggalkan sarang setelah sekitar 3 minggu.
