Mengapa Indonesia Belum Masuk Musim Kemarau Sepenuhnya?

Posted on

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat hingga akhir Juni 2025 ada sekitar 30 persen zona musim di Indonesia yang sudah masuk musim kemarau. Namun, angka tersebut masih jauh di bawah dari kondisi klimatologis normal.

Menurut BMKG biasanya pada akhir Juni ada lebih dari 60% wilayah yang sudah musim kemarau. Bahkan, saat ini ada sebagian wilayah di Indonesia yang mendapatkan curah hujan kategori di atas normal.

Kondisi di Indonesia yang baru sebagian kecil masuk periode musim kemarau disebabkan oleh anomali curah hujan yang berada di atas normal sejak awal Mei dan berlanjut sampai sekarang.

Curah hujan dengan kategori di atas normal tercatat ada di sekitar 53% wilayah di Indonesia khususnya di Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

“Cuaca ekstrem juga masih berlangsung hingga awal Juli, seperti yang tercatat pada 2 Juli 2025, ketika Stasiun Geofisika Deli Serdang mencatat curah hujan ekstrem sebesar 142 mm, dan Stasiun Meteorologi Rendani Papua Barat sebesar 103 mm,” jelas Kepala BMKG Dwikorita Karnawati melalui keterangan yang diterima infoEdu pada Kamis (3/7/2025).

Sementara, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto membeberkan dinamika atmosfer yang mengakibatkan cuaca ekstrem saat ini dipengaruhi sejumlah faktor global dan regional. Ia menerangkan walaupun fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) berada pada fase kurang aktif, kondisi atmosfer masih sangat labil karena lemahnya Monsun Australia dan aktifnya gelombang ekuator seperti Rossby dan Kelvin.

“Hal ini menyebabkan udara di wilayah selatan Indonesia tetap lembap dan mendukung pembentukan awan hujan, bahkan di wilayah-wilayah yang secara klimatologis seharusnya sudah memasuki musim kemarau,” ungkapnya.

Ia menyebut kondisi laut juga memperparah potensi cuaca ekstrem. Ada bibit siklon tropis 98W yang terpantau di sekitar Luzon.

Walaupun bibit siklon tropis itu tidak berdampak langsung ke Indonesia, tetapi menyebabkan peningkatan kecepatan angin di Laut Cina Selatan. Selain itu sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera dan Samudra Pasifik utara Papua Nugini menyebabkan zona konvergensi dan konfluensi di beberapa perairan Indonesia seperti Laut Jawa, Laut FLores, dan wilayah Maluku bagian utara.

“Fenomena ini meningkatkan risiko gelombang tinggi dan hujan lebat di perairan terbuka. Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius bagi sektor pelayaran dan nelayan,” tuturnya.

Mengapa Indonesia Belum Sepenuhnya Musim Kemarau?

Kenapa Saat Ini Juga Masih Ada Cuaca Ekstrem?