Mendagri Usul Penderita TBC di RI Dikarantina 6 Bulan, Ini Alasannya

Posted on

membeberkan data penyakit tuberculosis (TBC) di Indonesia. Dia menyebut penyakit itu paling banyak terjadi di provinsi Papua.

Hal itu disampaikan Tito dalam pembukaan rapat koordinasi (rakor) dengan pejabat daerah se-Indonesia di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Senin (27/10/2025). Tito menilai TBC masih dilihat sebagai penyakit yang belum dianggap serius.

“TBC paling banyak di Papua, tapi di daerah lain juga banyak. Persentasenya (terbanyak) di Papua. TBC ini ada obatnya, vaksinnya sudah ada, cuma nggak diseriusin,” kata dia.

Dia membandingkan penanganan TBC di Indonesia dengan pandemi yang melanda beberapa tahun lalu. Saat COVID, semua bergerak cepat untuk melakukan penanganan yang serius.

“Jauh dari COVID, waktu COVID kita nggak ada vaksin, nggak ada obatnya. Vaksinnya dibuat emergency, obatnya dibuat antivirus setelah itu,” tuturnya.

Tito menyebut bahwa masyarakat diharapkan agar bersedia dikarantina apabila terserang TBC. Tindakan itu diperlukan agar bisa sembuh dari TBC.

“Dari tahun 1923 sudah ada namanya TBC. Pelajaran SD kita semua. Yang sakit itu syukur kalau mau dikarantina dan setelah itu diobati enam bulan baru bisa bebas,” jelasnya.

Dia juga menyinggung tingginya angka TBC di Indonesia. Menurutnya, TBC di Indonesia kedua tertinggi di dunia setelah India.

“Kita TBC nomor dua terbesar di dunia setelah India, banyak meninggal karena TBC di samping (penyakit) jantung,” pungkasnya.

Simak juga Video ‘Kemenkes Libatkan Unpad-UI di Uji Klinis Tahap 3 Vaksin TBC’:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *