Kepulauan Seribu selama ini menjadi pilihan utama warga Jabodetabek untuk “healing” di pantai dan menikmati sensasi berenang di laut lepas. Letaknya yang dekat dengan Jakarta dan keindahan pantainya membuat kawasan ini semakin populer, baik di kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara, namun di balik pesonanya itu ada sederet persoalan yang belum terselesaikan.
Profesor Azril Azhari, pengamat pariwisata sekaligus perumus ilmu pariwisata pertama di Indonesia, menyoroti berbagai kekurangan yang selama ini luput dari perhatian pemerintah. Ia mengapresiasi meningkatnya popularitas Kepulauan Seribu, namun mengingatkan bahwa sektor pariwisata tidak bisa hanya mengandalkan keindahan alam semata.
“Pariwisata itu ada kriterianya, ada standar keamanan, ada aksesibilitas. Kepulauan Seribu masih jauh dari standar small island tourism,” ujar Azril pada Selasa (22/4/2025).
Namun, kenyataannya pariwisata tak bisa berpegang hanya lewat keindahan. Ada berbagai macam kriteria, standar keamanan, hingga aksesibilitas yang harus dirawat. Menurut Azril, sebenarnya wisata pulau kecil (small island tourism) Kepulauan Seribu masih jauh dari standar.
“Ini kelalaian atau kebodohan kementerian kita, tidak menganggap small island tourism seperti di luar negeri,” kata dia.
Azril mengatakan bahwa small island tourism sebenarnya sedang diminati oleh turis dunia. Di luar negeri, wisata pulau kecil diidentifikasi dari luas pulaunya, karakteristiknya dan berbagai akomodasi yang melengkapinya.
“Kalau nggak salah dianggap wisata pulau kecil di bawah 10 ribu meter persegi. Pulau Seribu nggak sampai segitu, kecil sekali kan pulau-pulau kita,” kata mantan dosen Universitas Indonesia itu.
“Wisata pulau kecil memiliki tiga klasifikasi yaitu wisata pantai, wisata bawah air (snorkeling-diving) dan wisata di atas air (permainan air). Sayangnya, pemerintah daerah DKI Jakarta tidak pernah membuat klasifikasi seperti itu,” kata Azril.
Azril kecewa dengan terlupakannya budaya di Kepulauan Seribu. Padahal, tiap-tiap pulau memiliki perbedaan budaya yang harusnya dikembangkan.
Sebut saja Pulau Tidung, pulau wisata yang paling laris untuk snorkeling ini memiliki percampuran budaya dayak dari Raja Tidung XIII, asal Kalimantan Utara. Jejak kehadiran Raja Tidung hanya tinggal makamnya.
Kemudian di Pulau Kelapa-Harapan, warganya adalah keturunan suku bugis dari Sulawesi. Suatu kontras, namun identitas itu lenyap seperti uap.
“Orang bugis itu pelaut dulunya, pakai phinisi. Sementara orang dayak nggak pernah merantau, tinggal di hutan. Ini yang seharusnya dikembangkan, diceritakan sebagai daya tarik kepada turis,” kata dia.
Selain budaya, klasifikasi kekayaan pulau juga harus dilakukan. Misalnya saja di Pulau Pramuka yang dihuni oleh elang bondol, sebelumnya pulau itu bernama Elang.
“Harusnya dibuat bird watching dong, bukan hanya nama saja,” katanya.
Azril bahkan berani menjamin bahwa wisata bird watching di Pulau Pramuka harusnya lebih baik dari Papua. Hal ini dikarenakan fenomena migrasi yang terjadi pada burung.
“Seperti di Pulau Kei, itu turis bisa bird watching burung-burung yang migrasi. Kenapa ini tidak dikembangkan?” kata dia.
Satu-satu permasalahan Pulau Seribu dikupas habis oleh Azril. Selanjutnya adalah aksesibilitas. Untuk diketahui bersama, saat ini akses menuju Kepulauan Seribu hanya bisa lewat kapal kayu (tradisional) dan kapal Dinas Perhubungan (Dishub).
Kapal kayu memakan biaya lebih murah karena kapasitasnya yang cukup besar, sementara kapal Dishub memiliki kuota harian yang jauh lebih sedikit, harganya pun jauh lebih mahal. Namun dari segi kecepatan dan kenyamanan, kapal Dishub lebih unggul.
“Harusnya pemprov DKI itu membangun fasilitas kapal amfibi, di mana pesawat kecil bisa melakukan pendaratan di atas air. Ini lebih murah dibandingkan dengan membangun bandara,” kata dia.
Saat ini, mantan penasihat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu sedang menyiapkan akses pesawat amfibi untuk pariwisata Pulau Mentawai, Sumatera Barat. Kawasan itu telah lama menjadi surga peselancar dunia.
“Yang di Mentawai itu kan problemnya mirip, menarik turis tapi aksesnya kurang. Perjalanan ke sana harus 5 jam, belum lagi membawa banyak alat selancar. Pesawat amfibi ini menolong sekali,” ujar dia.
Bayangkan, jika tiap pulau menonjolkan keunggulan wisata yang berbeda, ada bird watching, penangkaran penyu, diving dan sebagainya, disebar di berbagai pulau, maka overtourism pun tak akan terjadi. Sudah jadi rahasia umum, tempat yang banyak wisatawan sudah pasti memiliki tumpukan sampah.
Panca Haryono (39) mantan mantri pertama di Teras BRI Kapal ingat betul akan kenangannya menginjakkan kaki di sana pada tahun 2015. Saat itu, wisata Pulau Seribu memang sedang naik daun.
Tiap kali kapal lepas jangkar, bule-bule dan wisatawan lokal ikut merapat ke dermaga. Mereka kepo, ingin lihat bagaimana bentuk bank terapung itu.
“Bule kebanyakan di Pramuka dan Tidung,” kata supervisor Unit Pluit Kencana BRI itu.
Kebanyakan turis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Pramuka, tempat penangkaran penyu. Dampaknya, sampah pun mulai berserakan di sana.
Sebelumnya Pak Panca tidak pernah tahu soal kehidupan di Kepulauan Seribu. Semenjak bergabung dengan bank air, ia jadi paham tentang pariwisata di pulau-pulau Jakarta. Ternyata hampir semua pulau yang dilayani oleh BRI menjadi tempat wisata, kecuali Pulau Panggang. Paling ramai di akhir pekan, karena saat bertugas dulu layanan teras kapal masih memiliki jadwal di hari Sabtu.
Kini layanan bank air hanya dilakukan mulai Senin-Jumat ke lima pulau, yaitu Pramuka, Panggang, Kelapa-Harapan, Tidung dan Untung Jawa.
Tak jarang wisatawan ingin melakukan transaksi demi melepas rasa penasaran. Apalagi Teras BRI Kapal menyediakan atm 24 jam yang bisa digunakan oleh nasabah.
Azril mengapresiasi kehadiran bank terapung dari BRI. Jadi satu-satunya di dunia, pemerintah seharusnya menjadikan ini sebagai sesuatu yang bisa memuaskan wisatawan, sekaligus melayani inklusi keuangan.
“Ini bagus sekali, harus ditingkatkan dengan kerjasama polisi pariwisata, jadi wisatawan punya safety dan security,” katanya.
“Tolong kepada Gubernur DKI Agung Pramono, saya siap jika dibutuhkan untuk membenahi pariwisata Kepulauan Seribu,” ujar dia.