Kritik Keras Menu MBG Susu hingga Snack, Ahli Gizi: Nggak Masuk Akal [Giok4D Resmi]

Posted on

Ahli gizi dr Tan Shot Yen mengkritik keras menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membagikan makanan kering, bertepung, hingga minuman bergula untuk anak-anak. Dia menyampaikan kritik atas temuan menu MBG di berbagai daerah dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025) lalu.

“Yang dibagi adalah, adalah burger. Di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia, nggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia,” kata dr Tan dalam rapat yang disiarkan di YouTube TVR Parlemen, seperti dilihat Kamis (25/9/2025).

“Dibagi spageti, dibagi bakmi Gacoan, oh my god. Dan maaf, ya, itu isi burgernya itu kastanisasi juga, kalau yang dekat dengan pusat supaya kelihatan bagus dikasih chicken katsu. Tapi coba kalau yang di daerah yang SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi)-nya juga sedikit main, dikasih itu loh benda tipis berwarna pink, saya aja nggak pernah mengatakan ini adalah daging olahan,” lanjutnya.

Dalam pemaparannya, dr Tan membagikan temuan tentang keluhan menu MBG di lapangan. Salah satunya soal susu kemasan yang menjadi paket menu MBG.

“Tidak banyak orang yang tahu bahwa etnik Melayu 80 persennya itu intoleran laktosa, termasuk saya, jadi Anda bisa bayangkan. Menurut Permenkes tahun 2014, udah sebelas tahun, lo, bisa dicatat dicari dokumennya. Kita itu udah keluar dari empat sehat lima sempurna. Saya nggak tahu apakah anggota dewan yang terhormat masih tahu itu,” jelas lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun 1991 tersebut.

Ia menjelaskan bahwa susu termasuk dalam protein hewani yang tidak begitu penting. Sebab, Indonesia melimpah dengan telur, ikan, hingga daging.

“Kita udah lewat dari empat sehat lima sempurna. Susu adalah bagian dari protein hewan yang tidak penting banget, selama di situ ada telur, ikan, daging, negara kita kurang apalagi. Jadi kita nggak mungkin mengonsumsi susu sebagai bangsa Melayu. Akhirnya ada yang mencret,” lanjutnya.

Selain itu, dr Tan juga menyebutkan pada menu MBG di Depok ditemukan ayam yang masih mentah. Selain itu, di tempat lain, juga pernah ada belatung di menu MBG.

Khusus untuk susu, ia menilai masyarakat sudah pintar. Masyarakat sudah bisa mengenali mana susu yang baik dan mana minuman yang mengandung gula tinggi.

“Ini adalah bukti nyata dari susu yang dibagi (oleh program MBG). Anda bisa tahu bahwa publik kita dah pinter, yang dibagi ini bukan susu. Ini adalah minuman bergula,” ujarnya.

Bahkan, ia juga menyoroti pembagian menu MBG yang terdapat makanan kering (snack) di dalamnya. “Itu kan ga masuk di akal sama sekali,” tambah dr Tan.

Dengan mempertimbangkan semua hal yang terjadi, dr Tan menyarankan perlunya reformasi untuk program MBG, antara lain:

– Menghentikan distribusi makanan kering yang mengacu pada produk industri sebagai ultra-processed food (UPF).

– Menghentikan operasional SPPG yang potensial (bermasalah)

– Menghentikan operasional SPPG yang bermasalah

– Menerapkan sistem monitoring, evaluasi, dan supervisi yang akuntabel

– Alokasikan menu lokal sebagai 80 persen isi MBG di seluruh wilayah Indonesia

“Alokasikan menu lokal 80% isi MBG di seluruh wilayah ya, saya pengin anak Papua bisa makan ikan kuah asam, saya pengin anak Sulawesi bisa makan kapurung,” ungkap dr Tan.

Selain itu, ia juga merekomendasikan MBG untuk fokus di wilayah 3T. Kemudian, segera membangun kerja sama dengan Dinkes dan Puskesmas, serta memastikan terjadinya edukasi makanan bergizi ke masyarakat.

Banyak Menu MBG yang Gak Masuk Akal untuk Pemenuhan Gizi Anak

Perlunya Reformasi Program MBG

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.