Kementerian Kehutanan menyampaikan janji akan komitmen untuk mempercepat pengakuan hutan adat dan mendorong kolaborasi pendanaan bagi masyarakat adat yang inklusif. Dipatok target 1,4 juta hektare hutan adat dalam empat tahun ke depan.
Komitmen tersebut disampaikan oleh Penasihat Utama Menteri Kehutanan Silverius Oscar Unggul dalam forum internasional Forest Solutions: Action for Forests and Direct Access to Finance for Indigenous Peoples and Traditional Communities yang diselenggarakan Greenpeace di atas kapal Rainbow Warrior pada Sabtu (15/11/2025).
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Acara dibuka dengan penayangan film dokumenter “Juruá – Memories of a River”, yang mengangkat kisah perjuangan masyarakat Sungai Juruá, Brasil, dalam mempertahankan hutan dan identitas budaya mereka. Setelah itu dilanjutkan diskusi panel yang mempertemukan pemimpin adat, pembuat kebijakan, dan pakar lingkungan dari berbagai negara.
Para pembicara meliputi Fransiska Rosari Carita (Perwakilan Pemuda Adat Papua), Francisco Flavio Ferreira do Carmo (Dewan Nasional Masyarakat Ekstraktif Brasil), Dr. Heike Henn (Kementerian Lingkungan Hidup Jerman), Marie Nyange Ndambo (Kementerian Lingkungan Hidup dan Ekonomi Iklim Republik Demokratik Kongo), Mario Nicácio (Dewan Fiskal Dana Adat Podáali), dan Silverius Oscar Unggul (Kementerian Kehutanan Indonesia).
Selain itu, juga hadir Chief Raoni, salah satu pemimpin adat paling berpengaruh di Amazon, dan Carolina Pasquali, direktur Eksekutif Greenpeace Brasil.
Silverius mengatakan bahwa Menteri Kehutanan telah menargetkan percepatan pengakuan 1,4 juta hektare hutan adat dalam empat tahun ke depan. Dia menyampaikan bahwa target tersebut kembali ditegaskan oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, dalam Leader Summit di Belém pada 6 November 2025.
Silverius menjelaskan bahwa sejak Maret 2025, Kementerian Kehutanan telah membentuk Task Force Percepatan Perizinan Hutan Adat yang melibatkan unsur NGO, akademisi, masyarakat adat, dan pemerintah.
Komposisi task force disusun secara inklusif dengan memperhatikan keseimbangan gender dan representasi dari seluruh wilayah Indonesia. Task force ini bertugas memastikan target 1,4 juta hektare dapat dicapai melalui proses yang cepat, adil, dan transparan.
Selain percepatan perizinan, Silverius menekankan pentingnya penguatan ekonomi masyarakat adat pasca-pengakuan hutan adat.
Pemerintah menyiapkan dua model pendanaan, yaitu hibah untuk penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas masyarakat, serta pembiayaan perbankan berbunga rendah dengan grace period lebih panjang bagi komunitas yang telah siap secara kelembagaan.
Selain pendanaan, pemerintah juga memperkuat akses pasar bagi komunitas adat melalui implementasi MoU antara Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Ketua Umum KADIN Indonesia Anindya Bakrie.
Di akhir sesi, Silverius menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk mendukung inisiatif Brasil melalui Tropical Forests Financing Facility (TFFF) sebagai langkah bersama negara-negara pemilik hutan tropis.
“Indonesia siap berjalan seiring dengan Brasil. Hutan tropis adalah benteng iklim dunia, dan masyarakat adat adalah penjaganya. Kolaborasi global adalah kunci,” kata Silverius dalam rilis kepada media, Selasa (18/11).
