Irene dan Janinnya Meninggal Usai Ditolak 4 RS, Keluarga Sesalkan Ini

Posted on

Irene Sokoy dan bayi yang dikandungnya meninggal dunia usai diduga terlambat mendapat penanganan dari sejumlah rumah sakit (RS) di Kabupaten dan Kota Jayapura, Papua. Keduanya dinyatakan meninggal saat dalam perjalanan ke RSUD Dok II Jayapura setelah ditolak 4 rumah sakit.

Dikutip dari infoSulsel, Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey menyebut Irene yang sedang hamil anak ketiga mulai merasakan kontraksi saat berada di Kensio, Kampung Hobong pada Minggu (16/11) siang. Keluarga segera membawa Irene menggunakan speedboat ke RSUD Yowari, Kabupaten Jayapura.

“Selama berada di RSUD Yowari, keluarga melihat kondisi Irene semakin memburuk dan mengalami sesak napas. Bahkan bayi dalam kandungan tidak kunjung lahir karena kondisi tubuh yang terlalu besar,” kata Abraham yang juga mertua Irene, Minggu (23/11/2025).

ADVERTISEMENT

Menjelang tengah malam, keluarga kemudian meminta rujukan namun proses pembuatan surat dinilai lambat dan berlarut-larut. Selain itu, ambulans yang akan membawa korban baru tiba di rumah sakit sekitar pukul 01.22 WIT.

“Keluarga menyayangkan tidak ada tindakan medis karena alasan dokter sedang tidak berada di tempat. Kami keluarga sempat ribut karena pelayanan sangat lama, hampir jam 12.00 malam, surat belum juga dibuat,” kata Abraham.

Dia menuturkan surat rujukan pertama mengarahkan keluarga ke Rumah Sakit Dian Harapan Waena, Kota Jayapura. Namun, di sana keluarga mengaku kembali ditolak dan hanya diberikan ruangan yang gelap dan panas.

“Rujukan yang diberikan RSUD Yowari tanpa adanya koordinasi. Kalau seandainya sebelumnya sudah ada koordinasi tidak mungkin kami dibuat seperti ini tanpa ada tindakan medis,” beber Abraham.

Pihak keluarga lalu membawa Irene ke RSUD Abepura. Namun pihak rumah sakit juga tidak memberikan pelayanan hingga keluarga Irene sempat terlibat keributan dengan perawat di rumah sakit tersebut.

“RS Abepura malah lebih parah. Macam tidak ada tanggapan sampai sempat ada keributan antara keluarga dengan perawat yang bertugas saat itu, sebab karena tidak ada dokter,” jelasnya.

Saat kondisi Irene semakin memburuk, keluarga memutuskan untuk membawanya ke RS Bhayangkara di Kotaraja, Kota Jayapura. Dokter di sana sempat memeriksa rujukan, dan dua perawat melihat pasien di dalam mobil.

“Pihak rumah sakit malah menyampaikan jika kamar rawat inap BPJS penuh dan yang tersisa hanya kelas VIP. Keluarga diminta untuk membayar uang muka sebesar Rp 4 juta,” ungkapnya.

“Karena tidak memiliki uang sebanyak itu, permohonan keluarga agar tindakan medis didahulukan dan administrasi menyusul ditolak. Setelah negosiasi yang gagal, dokter memberikan surat rujukan ke RSUD Jayapura,” lanjutnya.

Mobil ambulans kemudian meninggalkan RS Bhayangkara sekitar pukul 03.30 WIT pada Senin (17/11). Saat memasuki kawasan Entrop, Kota Jayapura, Irene mengalami kondisi kritis, mulutnya mengeluarkan busa dan napasnya tersengal-sengal.

“Melihat itu, keluarga memutuskan untuk kembali ke RS Bhayangkara, tetapi setibanya di sana sekitar pukul 05.00 WIT, nyawa Irene Sokoy dan bayinya sudah tidak dapat diselamatkan,” bebernya.

Irene dan bayinya dinyatakan meninggal dunia pada Senin (17/11) sekitar pukul 05.00 WIT. Pihak keluarga pun menyesalkan tindakan rumah sakit yang dianggap tidak mengutamakan pelayanan terhadap korban.

“Kami sangat menyesal dengan tindakan para petugas rumah sakit yang tidak ada rasa kemanusiaan, sehingga menyebabkan dua nyawa yang kami sayangi harus melayang,” ucap dia.

“Apa yang keluarga kami alami adalah hal yang sangat menyakitkan. Kami dari kampung datang minta pertolongan medis, tapi tidak dapat pelayanan yang baik,” lanjutnya.

Suami almarhum, Neil Kabey pun menyoroti pelayanan rumah sakit terhadap istrinya. Pasalnya, tidak ada dokter saat istrinya membutuhkan penanganan darurat.

“Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup. Kenapa tidak ada dokter pengganti jika memang dokter saat itu tidak ada,” kata Neil dengan nada kesal bercampur sedih.

Sementara itu, Gubernur Papua Matius D Fakhiri menyampaikan permohonan maaf dan duka cita mendalam kepada keluarga korban. Dia berjanji akan segera melakukan evaluasi dan membenahi pelayanan rumah sakit.

“Saya baru mau memulai, tetapi Tuhan sudah memberikan satu contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di provinsi di Papua. Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kejadian dan kebodohan jajaran pemerintah mulai dari atas sampai ke tingkat bawah,” ucap Matius.

Dia berjanji akan segera melakukan evaluasi mendalam dan memastikan semua direktur rumah sakit yang berada di bawah pemerintah provinsi akan diganti. Dia juga menyebut banyak peralatan medis yang rusak karena diabaikan oleh para direktur.

“Hal ini sudah saya minta langsung ke Menteri Kesehatan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di rumah sakit yang ada di Provinsi Papua. Saya yakin ada sekat-sekat yang merusak pelayanan akan diperbaiki ini,” bebernya.

Fakhiri mengatakan kejadian ini akan menjadi pelajaran berharga untuk menghadirkan pelayanan kesehatan yang prima bagi masyarakat. Dia juga akan memanggil semua direktur rumah sakit pemerintah maupun swasta imbas insiden itu.

Tanggapan Pemerintah