Indonesia ikut dalam forum 24th Annual Large Marine Ecosystem (LME) and Coastal Partners Conference pada 14-16 Mei 2025 di Athena, Yunani. LME-24 adalah forum global bagi para pemangku kepentingan di bidang kelautan dan pesisir, termasuk pengelolaan kawasan lindung laut, perencanaan ruang laut, pengelolaan pesisir terpadu, dan adaptasi perubahan iklim.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempresentasikan pencapaian strategis proyek Global Environment Facilities (GEF) 6 Coastal Fishieries Initiative (CFI) Indonesia sebagai model perikanan berbasis ekosistem yang dapat direplikasi di tingkat nasional dan global.
“Proyek ini merupakan salah satu implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) dalam menghadapi tantangan pengelolaan perikanan berkelanjutan pada tingkat global. Proyek ini terdiri dari tiga komponen yaitu komponen A yang kita bisa menyebutnya sebagai Enabling Condition, komponen B Enabling Tools, dan komponen C itu terkait dengan Monev and Knowledge Management,” beber Tenaga Ahli Menteri KP Bidang Perlindungan Nelayan dan Awal Kapal Perikanan, Mohamad Abdi Suhufan, pada konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta, (26/5/2025).
Proyek yang berlangsung sejak 2019 hingga 2026 ini mencakup tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Selain itu, proyek ini juga mencakup hal inisiasi kawasan konservasi baru berbasis masyarakat hukum adat.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
“Kalau di Papua dan Maluku itu ada istilah Sasi, pendekatan atau inisiatif di tingkat masyarakat kearifan lokal dalam bentuk Sasi ini kemudian bisa diakui dalam kebijakan nasional. Ternyata itu sejalan dengan inisiatif global untuk memperluas kawasan konservasi,” tambah Abdi.
Selain itu, Abdi bilang KKP sedang berusaha mengidentifikasi sumber pendanaan baru untuk menopang program kerja yang sedang dilaksanakan KKP. Abdi bilang ada dua skema yang dapat dilakukan, yaitu hibah luar negeri atau pinjaman luar negeri.
“Karena KKP saat ini sedang mengidentifikasi sumber-sumber pendanaan baru, sumber-sumber pembiayaan baru untuk menopang APBN yang saat ini mengalami sedikit relaksasi atau efisiensi,” katanya.
“Dengan aturan sekarang ‘kan ada dua skemanya. Yang pertama, itu bisa pinjaman luar negeri, yang kedua bisa dengan hibah luar negeri. Dalam konteks GEF ini adalah hibah, itu artinya tidak ada kewajiban dari pemerintah untuk mengembalikan. Tetapi ini sifatnya terbatas untuk kegiatan yang sifatnya pendataan, peningkatan kapasitas, dan terkait dengan pertukaran data informasi,” bebernya.
Sementara itu, untuk skema pinjaman luar negeri, ia bilang bisa digunakan untuk hal terkait pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, kapal pengawas, dan sistem satelit.
“Dua potensi ini akan terus diidentifikasi oleh tim KKP supaya efisiensi yang terjadi sekarang bisa ditutupi dari dua skema tersebut. Tetapi khusus untuk grant (hibah) akan ada prioritas ke sana karena tidak ada kewajiban dari pemerintah untuk mengembalikan pinjaman,” tutupnya.
Tonton juga Video: Misi Mengembalikan Kejayaan Perikanan Indonesia