Tifo superhero atau pahlawan super memegang parang menghiasi tribun selatan Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, saat laga Timnas Indonesia vs China di matchday 9 Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Begini makna dari tifo tersebut.
Ilustrator tifo tersebut, Febru Danar Surya alias Aru mengungkapkan tifo tersebut bukan tokoh Gatotkaca seperti yang banyak beredar di pemberitaan. Namun, itu adalah tokoh pahlawan tanpa nama yang mengenakan pernak-pernik khas dari beberapa daerah di Indonesia.
“Orang ngiranya itu Gatotkaca, karena Gatotkaca itu superhero yang semua orang udah tahu. Cuma itu bukan, karena kalau Gatotkaca yang kita angkat nanti menimbulkan kesenjangan kayak kemarin, karena Gatotkaca itu kan identik dengan Jawa,” ujar Aru saat dihubungi infoJogja, Jumat (6/6/2025).
“Di sini karakternya itu hanya orang yang berotot, cuma dia pakai pernak-pernik dari tiap daerah. Pedangnya itu yang dipakai Pattimura dari daerah Maluku, bagian kepalanya dari Jawa, terus pakai kain ulos dari Batak, terus ada dari Papua yang ada bulu di lengannya, di tangan ada perisai khas Dayak Kalimantan. Itu semua mempresentasikan Indonesia,” urainya.
Aru menjelaskan, ide konsep tersebut datang dari suporter La Grande Indonesia (LGI). Adapun untuk temanya adalah Battle with Honour atau yang berarti seorang prajurit yang berjuang dengan penuh kehormatan.
“Kalau nama karakternya nggak ada hanya superhero dari Sabang sampai Merauke, dari La Grande nggak memberikan spesifikasi namanya. Kalau judul untuk penyemangatnya ada, kemarin ada spanduk sendiri ‘Battle with honour’ atau berjuang dengan kehormatan,” ungkap Aru.
Kemudian, di belakang karakter tersebut ada tembok China. Aru menjelaskan maknanya, yakni karakter superhero Indonesia merepresentasikan perjuangan Timnas Indonesia untuk mengalahkan China.
“Tembok China itu mempresentasikan pahlawan Indonesia menghancurkan China lewat pesan tembok China itu. Posisinya itu kan sedang nebas tembok China. Kita sengaja nggak memvisualkan yang seram banget,” tuturnya.
Pria asal Banguntapan, Bantul itu juga menceritakan proses pengerjaan kurang lebih satu bulan lebih. Pada proses tersebut, Aru juga mengaku banyak melalui proses revisi dari konsep yang diberikan oleh LGI.
“Pengerjaannya sendiri sekitar satu bulanan. Pengerjaannya kayaknya sekitar April tanggal 18. Udah ada brief dari La Grande terus kita kerjakan, sempat ada beberapa revisi juga. Hampir sama kayak tifo Garuda kemarin,” jelas Aru.
“Kalau revisi ini lebih sulit dan ekstrem daripada Garuda. Ini revisinya lebih nggak masuk akal dibanding Garuda kemarin. Revisinya itu jadi La Grande itu minta alternatif juga dari detailing-nya. Setelah 4-5 kali revisi ada itu, akhirnya yang naik yang karakternya membawa parang,” tutup Aru.