Hujan Masih Mengguyur Meski Masuk Kemarau, Wilayah Mana yang Kategori Sangat Tinggi?

Posted on

Sejumlah wilayah di Indonesia diguyur hujan sedang hingga lebat dalam beberapa hari terakhir. Namun, bukankah seharusnya wilayah RI kini sudah memasuki musim kemarau?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membenarkan bila wilayah RI sudah mulai memasuki musim kemarau. Melalui laman resminya, BMKG menjelaskan hal tersebut melalui prediksi musim kemarau pemutakhiran Mei 2025.

Dijelaskan sebesar 57,7% wilayah di Indonesia diprediksikan sudah masuk musim kemarau pada periode April-Juni 2025. Nusa Tenggara disebut menjadi wilayah yang diprediksikan mengalami kemarau lebih awal dibanding lainnya.

Tetapi mengapa masih hujan? Dirangkum infoEdu, Jumat (23/5/2025) berikut penjelasannya.

Mengutip postingan Instagram resmi BMKG, lembaga tersebut menyatakan bila iklim Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena iklim global dan regional. Fenomena ini dipantau parameternya setiap saat.

Pemantauan parameter setiap fenomena iklim juga sangat penting dilakukan untuk memahami dan memprediksi iklim Indonesia di masa mendatang. Baru-baru ini, BMKG melakukan pemutakhiran pemantauan pada dasarian (rentang waktu) dasarian II Mei 2025.

Ada empat fenomena iklim yang dipantau, yakni:

El Nino-Southern Oscillation (ENSO) atau anomali pada suhu permukaan laut di Samudra Pasifik masih dalam status netral. Seperti yang diketahui, ENSO memiliki dua fase utama yakni El Nino dan La Nina.

El Nino adalah fase hangat dari pola iklim yang ditandai dengan keadaan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik naik di atas rata-rata. Sebaliknya, La Nina adalah fase dingin, dengan suhu di bawah rata-rata.

Meskipun fase-fase ini berasal dari Samudra Pasifik, pengaruhnya bisa meluas secara global. BMKG memantau baik El Nino ataupun La Nina masih bisa dikatakan “tertidur” dan tidak aktif karena ada di fase netral.

“ENSO Netral akan berlanjut hingga semester kedua (Juli-Desember) 2025,” kata BMKG dalam laporannya.

Fenomena iklim kedua yang dipantau adalah Indian Ocean Dipole (IOD) atau fenomena iklim yang terjadi di Samudra Hindia, khususnya di wilayah ekuator. Sama seperti ENSO, IOD juga masih ada di fase netral dan akan berlanjut hingga semester kedua 2025.

Selanjutnya ada fenomena monsun atau angin musim yang berpengaruh besar pada cuaca di wilayah khatulistiwa. Ada dua monsun yang punya peran besar yakni Monsun Asia dan Monsun Australia.

Monsun Asia yang kini masih aktif, diprediksi mulai melemah bahkan tidak aktif pada dasarian II Juni 2025. Tetapi sebaliknya, monsun Australia diprediksi akan semakin menguat hingga Dasarian II Juni 2025 yang kemungkinan akan membawa curah hujan.

MJO adalah fenomena cuaca yang memengaruhi pola curah hujan di wilayah tropis dan sekitarnya. Fenomena ini akan bergerak dari barat ke timur di daerah tropis, dengan dampak meningkatkan hujan di wilayah yang dilaluinya.

Pada dasarian II Mei, MJO dipantau dalam keadaan tidak aktif. Tapi menuju dasarian III Mei, MJO akan kembali “bangun” dan masuk ke fase 4 dan 5 atau fase pertengahan.

Dari pemantauan tersebut, BMKG menyimpulkan:

1. Pada dasarian Mei III-Juni II 2025 hujan masih akan turun meski ada di kriteria rendah hingga menengah (10-150 mm).

2. Pada waktu yang sama, ada beberapa wilayah yang diprediksi mengalami hujan kategori tinggi-sangat tinggi (>150 mm). Daerah tersebut adalah:

Keadaan El Nino dan La Nina

1. ENSO

2. IOD

3. Monsun

4. Madden-Julian Oscillation (MJO)

Berbagai Daerah Akan Alami Hujan Kategori Tinggi-Sangat Tinggi