Nasib tragis menimpa ibu hamil bernama usai ditolak empat rumah sakit (RS) di Kabupaten dan Kota Jayapura, Papua. Irene bersama bayi dalam kandungannya meninggal dunia karena telat mendapatkan penanganan medis.
Irene Sokoy dan bayinya meninggal dunia pada Senin (17/11) sekitar pukul 05.00 WIT. Keduanya mengembuskan napas terakhir dalam perjalanan setelah bolak-balik ke sejumlah rumah sakit.
“Apa yang keluarga kami alami adalah hal yang sangat menyakitkan. Kami dari kampung datang minta pertolongan medis, tapi tidak dapat pelayanan yang baik,” keluh Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey dalam keterangannya, Minggu (23/11/2025).
Irene merupakan warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Kematian Irene dan bayinya menyisakan luka mendalam bagi keluarga besar Kabey-Sokoy yang kecewa akan pelayanan rumah sakit.
Dirangkum infocom, berikut fakta-fakta Irene Sokoy dan bayinya meninggal dunia setelah ditolak empat rumah sakit di Papua:
Irene Sokoy yang sedang hamil anak ketiga mulanya merasakan kontraksi pada Minggu (16/11) siang. Keluarga lalu memutuskan membawa Irene menggunakan speedboat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, Kabupaten Jayapura.
“Selama berada di RSUD Yowari, keluarga melihat kondisi Irene semakin memburuk dan mengalami sesak napas. Bahkan bayi dalam kandungan tidak kunjung lahir karena kondisi tubuh yang terlalu besar,” kata Abraham yang juga mertua Irene.
Abraham menyayangkan tidak ada tindakan medis dengan dalih dokter tidak berada di tempat. Menjelang tengah malam, keluarga meminta rujukan, tetapi proses pembuatan surat lambat dan berlarut-larut.
“Kami keluarga sempat ribut karena pelayanan sangat lama, hampir jam 12.00 malam, surat belum juga dibuat,” ujar Abraham.
Abraham mengaku ambulans baru tiba sekitar pukul 01.00 WIT pada Senin (17/11). RSUD Yowari lalu mengeluarkan surat rujukan yang mengarahkan Irene ke RS Dian Harapan di Waena, Kota Jayapura.
Namun setibanya di lokasi, keluarga Irene kembali ditolak. Abraham mengaku keluarga Irene hanya diberikan ruangan yang gelap dan panas di rumah sakit tersebut.
Abraham mengatakan, kondisi ini diperparah karena RSUD Yowari tidak berkoordinasi dengan RS Dian Harapan sebelumnya. Situasi itu justru merugikan keluarga Irene.
“Rujukan yang diberikan RSUD Yowari tanpa adanya koordinasi. Kalau seandainya sebelumnya sudah ada koordinasi, tidak mungkin kami dibuat seperti ini tanpa ada tindakan medis,” ujar Abraham.
Pihak keluarga kemudian memutuskan membawa Irene ke RSUD Abepura, Kota Jayapura. Namun lagi-lagi keluarga Irene mendapat penolakan dengan berbagai alasan.
“RS Abepura malah lebih parah. Macam tidak ada tanggapan,” cetus Abraham.
Keluarga Irene sempat terlibat cekcok dengan perawat. Pasalnya, kondisi kesehatan Irene semakin menurun namun pihak RSUD Abepura tidak kunjung memberikan tindakan medis.
“Sempat ada keributan antara keluarga dengan perawat yang bertugas saat itu, sebab karena tidak ada dokter,” tambah Abraham.
Saat kondisi Irene semakin memburuk, keluarga memutuskan untuk membawa Irene ke RS Bhayangkara di Kotaraja, Kota Jayapura. Dokter di sana sempat memeriksa rujukan dan dua perawat melihat pasien di dalam mobil.
“Pihak rumah sakit malah menyampaikan jika kamar rawat inap BPJS penuh dan yang tersisa hanya kelas VIP. Keluarga diminta untuk membayar uang muka sebesar Rp 4 juta,” bebernya.
Namun keluarga Irene tidak memiliki uang sebanyak itu. Keluarga sempat memohon agar pihak RS mendahulukan tindakan medis, namun permintaannya tidak dipenuhi.
“Permohonan keluarga agar tindakan medis didahulukan dan administrasi menyusul, ditolak. Setelah negosiasi yang gagal, dokter memberikan surat rujukan ke RSUD Jayapura,” jelas Abraham.
Mobil ambulans yang membawa Irene akhirnya meninggalkan RS Bhayangkara pada Senin (17/11) sekitar pukul 03.30 WIT. Namun saat memasuki kawasan Entrop, Kota Jayapura, Irene mengalami kondisi kritis sampai mulutnya mengeluarkan busa dan napasnya tersengal-sengal.
Keluarga yang panik memutuskan untuk kembali ke RS Bhayangkara. Mirisnya, Irene dinyatakan meninggal dunia dan bayinya juga tidak bisa diselamatkan.
Suami Irene bernama Neil Kabey menyoroti buruknya pelayanan RS terhadap istri dan anaknya. Dia menyesalkan ketiadaan dokter saat pasien sangat membutuhkan penanganan.
“Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup. Kenapa tidak ada dokter pengganti jika memang dokter saat itu tidak ada,” kata Neil.
Gubernur Papua Matius D Fakhiri menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Irene dalam pertemuan yang berlangsung di dermaga perahu Jembatan Kuning Sentani pada Jumat (21/11) malam. Fakhiri turut meminta maaf atas insiden memilukan tersebut.
“Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kejadian dan kebodohan jajaran pemerintah mulai dari atas sampai ke tingkat bawah. Ini kebodohan yang luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah,” tegas Fakhiri.
Fakhiri mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar memperbaiki pelayanan kesehatan RS di Papua. Dia menyebut banyak peralatan medis yang rusak karena diabaikan oleh para direktur RS.
“Hal ini sudah saya minta langsung ke Menteri Kesehatan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di RS yang ada di Provinsi Papua. Saya yakin ada sekat-sekat yang merusak pelayanan di RS,” imbuhnya.
Matius D Fakhiri mengancam akan mencopot direktur RSUD di bawah naungan Pemprov Papua jika terbukti lalai tidak memberikan penanganan kepada pasien. Matius akan segera memanggil jajaran direksi RS pemerintah dan swasta.
“Saya telah memerintahkan evaluasi total seluruh rumah sakit di bawah Pemerintah Provinsi Papua, pergantian direktur rumah sakit yang lalai dan tidak mampu memberikan pelayanan,” kata Fakhiri dalam keterangannya.
Dia memastikan persoalan ini akan menjadi evaluasi dalam membenahi internal serta layanan rumah sakit. Fakhiri kembali mengingatkan agar rumah sakit mesti mendahulukan tindakan medis ketimbang persoalan administrasi.
“Kami akan panggil dalam rangka menyatukan visi misi dalam melayani kesehatan di Provinsi Papua. Saya sudah berulang kali sampaikan, layani dulu pasien baru urusan yang lain,” tegas Fakhiri.
Polda Papua menginvestigasi kasus kematian Irene Sokoy dan bayinya usai diduga ditolak 4 rumah sakit, termasuk RS Bhayangkara milik Polri. Kapolda Papua Irjen Patrige R Renwarin telah membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Irwasda Polda Papua Kombes Jeremias Rontini.
“Bapak Kapolda telah memerintahkan secara khusus membentuk tim investigasi untuk mendalami peristiwa yang terjadi sekaligus memperbaiki tata kelola internal di RS Bhayangkara dalam pelayanan pasien,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Cahyo Sukarnito dalam keterangannya, Senin (24/11).
Cahyo menjelaskan, investigasi ini untuk mengetahui kelayakan prosedur operasional standar yang telah dijalankan tenaga medis RS Bhayangkara. Hal ini juga untuk melakukan pembenahan terhadap pelayanan kesehatan.
“Tentu yang paling utama adalah untuk memberikan perbaikan pelayanan yang lebih baik lagi ke depan sehingga hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi,” tegas Cahyo.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap arahan Presiden Prabowo Subianto di kasus kematian Irene Sokoy dan bayinya usai ditolak 4 RS di Papua. Prabowo meminta rumah sakit tersebut diaudit.
“Perintah beliau untuk segera lakukan perbaikan audit. Dan saya sudah sampaikan, saya sudah komunikasi dengan Gubernur (Papua),” kata Tito kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dilansir dari infoNews, Senin (24/11).
Tito menjelaskan, audit tersebut mencakup rumah sakit hingga dinas kesehatan di tingkat provinsi maupun kabupaten. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kemendagri sudah menurunkan tim khusus ke Jayapura.
“Yang kedua melakukan audit internal masalahnya di mana. Dikumpulkan rumah sakit-rumah sakit itu, termasuk juga pejabat-pejabat yang di Dinas Kesehatan dan lain-lain, baik provinsi, kabupaten, dan juga yang swasta,” jelas Tito.
Irene Awalnya Dibawa ke RSUD Yowari
Irene Ditolak RS Dian Harapan Jayapura
Keluarga Irene Cekcok di RSUD Abepura
RS Bhayangkara Diduga Minta Rp 4 Juta
Duka Mendalam Suami Irene Sokoy
Gubernur Papua Berduka dan Minta Maaf
Matius Fakhiri Ancam Copot Direktur RSUD
Polda Papua Investigasi Kematian Irene
Prabowo Perintahkan Audit RS di Papua
Pihak keluarga kemudian memutuskan membawa Irene ke RSUD Abepura, Kota Jayapura. Namun lagi-lagi keluarga Irene mendapat penolakan dengan berbagai alasan.
“RS Abepura malah lebih parah. Macam tidak ada tanggapan,” cetus Abraham.
Keluarga Irene sempat terlibat cekcok dengan perawat. Pasalnya, kondisi kesehatan Irene semakin menurun namun pihak RSUD Abepura tidak kunjung memberikan tindakan medis.
“Sempat ada keributan antara keluarga dengan perawat yang bertugas saat itu, sebab karena tidak ada dokter,” tambah Abraham.
Saat kondisi Irene semakin memburuk, keluarga memutuskan untuk membawa Irene ke RS Bhayangkara di Kotaraja, Kota Jayapura. Dokter di sana sempat memeriksa rujukan dan dua perawat melihat pasien di dalam mobil.
“Pihak rumah sakit malah menyampaikan jika kamar rawat inap BPJS penuh dan yang tersisa hanya kelas VIP. Keluarga diminta untuk membayar uang muka sebesar Rp 4 juta,” bebernya.
Namun keluarga Irene tidak memiliki uang sebanyak itu. Keluarga sempat memohon agar pihak RS mendahulukan tindakan medis, namun permintaannya tidak dipenuhi.
“Permohonan keluarga agar tindakan medis didahulukan dan administrasi menyusul, ditolak. Setelah negosiasi yang gagal, dokter memberikan surat rujukan ke RSUD Jayapura,” jelas Abraham.
Keluarga Irene Cekcok di RSUD Abepura
RS Bhayangkara Diduga Minta Rp 4 Juta
Mobil ambulans yang membawa Irene akhirnya meninggalkan RS Bhayangkara pada Senin (17/11) sekitar pukul 03.30 WIT. Namun saat memasuki kawasan Entrop, Kota Jayapura, Irene mengalami kondisi kritis sampai mulutnya mengeluarkan busa dan napasnya tersengal-sengal.
Keluarga yang panik memutuskan untuk kembali ke RS Bhayangkara. Mirisnya, Irene dinyatakan meninggal dunia dan bayinya juga tidak bisa diselamatkan.
Suami Irene bernama Neil Kabey menyoroti buruknya pelayanan RS terhadap istri dan anaknya. Dia menyesalkan ketiadaan dokter saat pasien sangat membutuhkan penanganan.
“Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup. Kenapa tidak ada dokter pengganti jika memang dokter saat itu tidak ada,” kata Neil.
Gubernur Papua Matius D Fakhiri menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Irene dalam pertemuan yang berlangsung di dermaga perahu Jembatan Kuning Sentani pada Jumat (21/11) malam. Fakhiri turut meminta maaf atas insiden memilukan tersebut.
“Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kejadian dan kebodohan jajaran pemerintah mulai dari atas sampai ke tingkat bawah. Ini kebodohan yang luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah,” tegas Fakhiri.
Fakhiri mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar memperbaiki pelayanan kesehatan RS di Papua. Dia menyebut banyak peralatan medis yang rusak karena diabaikan oleh para direktur RS.
“Hal ini sudah saya minta langsung ke Menteri Kesehatan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di RS yang ada di Provinsi Papua. Saya yakin ada sekat-sekat yang merusak pelayanan di RS,” imbuhnya.
Matius D Fakhiri mengancam akan mencopot direktur RSUD di bawah naungan Pemprov Papua jika terbukti lalai tidak memberikan penanganan kepada pasien. Matius akan segera memanggil jajaran direksi RS pemerintah dan swasta.
“Saya telah memerintahkan evaluasi total seluruh rumah sakit di bawah Pemerintah Provinsi Papua, pergantian direktur rumah sakit yang lalai dan tidak mampu memberikan pelayanan,” kata Fakhiri dalam keterangannya.
Dia memastikan persoalan ini akan menjadi evaluasi dalam membenahi internal serta layanan rumah sakit. Fakhiri kembali mengingatkan agar rumah sakit mesti mendahulukan tindakan medis ketimbang persoalan administrasi.
“Kami akan panggil dalam rangka menyatukan visi misi dalam melayani kesehatan di Provinsi Papua. Saya sudah berulang kali sampaikan, layani dulu pasien baru urusan yang lain,” tegas Fakhiri.
Duka Mendalam Suami Irene Sokoy
Gubernur Papua Berduka dan Minta Maaf
Matius Fakhiri Ancam Copot Direktur RSUD
Polda Papua menginvestigasi kasus kematian Irene Sokoy dan bayinya usai diduga ditolak 4 rumah sakit, termasuk RS Bhayangkara milik Polri. Kapolda Papua Irjen Patrige R Renwarin telah membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Irwasda Polda Papua Kombes Jeremias Rontini.
“Bapak Kapolda telah memerintahkan secara khusus membentuk tim investigasi untuk mendalami peristiwa yang terjadi sekaligus memperbaiki tata kelola internal di RS Bhayangkara dalam pelayanan pasien,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Cahyo Sukarnito dalam keterangannya, Senin (24/11).
Cahyo menjelaskan, investigasi ini untuk mengetahui kelayakan prosedur operasional standar yang telah dijalankan tenaga medis RS Bhayangkara. Hal ini juga untuk melakukan pembenahan terhadap pelayanan kesehatan.
“Tentu yang paling utama adalah untuk memberikan perbaikan pelayanan yang lebih baik lagi ke depan sehingga hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi,” tegas Cahyo.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap arahan Presiden Prabowo Subianto di kasus kematian Irene Sokoy dan bayinya usai ditolak 4 RS di Papua. Prabowo meminta rumah sakit tersebut diaudit.
“Perintah beliau untuk segera lakukan perbaikan audit. Dan saya sudah sampaikan, saya sudah komunikasi dengan Gubernur (Papua),” kata Tito kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dilansir dari infoNews, Senin (24/11).
Tito menjelaskan, audit tersebut mencakup rumah sakit hingga dinas kesehatan di tingkat provinsi maupun kabupaten. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kemendagri sudah menurunkan tim khusus ke Jayapura.
“Yang kedua melakukan audit internal masalahnya di mana. Dikumpulkan rumah sakit-rumah sakit itu, termasuk juga pejabat-pejabat yang di Dinas Kesehatan dan lain-lain, baik provinsi, kabupaten, dan juga yang swasta,” jelas Tito.







