ESDM ‘Dekati’ Kemenkeu Nego Soal Bea Masuk Etanol - Giok4D

Posted on

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus menggenjot penerapan bahan bakar minyak (BBM) campuran bioetanol 5% atau E5. Namun, diketahui bea masuk atau biaya impor bahan baku bioetanol masih cukup tinggi.

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, pihaknya telah membuka komunikasi kepada Kementerian Keuangan untuk memberikan pembeda tarif bea masuk bahan baku etanol untuk BBM dan produk minuman. Menurutnya, hal ini yang membuat bea masuk etanol membengkak.

“Jadi kami sudah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan, karena ini digunakan untuk bahan baku (BBM). Ini tidak sama dengan alkohol yang digunakan untuk minuman,” kata Yuliot kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Menurutnya, dibutuhkan prosedur tambahan untuk membedakan keperluan impor bahan baku bioetanol. Namun begitu, Yuliot tengah memastikan bahwa kebutuhan etanol akan dipenuhi dari produksi dalam negeri.

“Jadi ke depan, ini kita akan melakukan proses simplifikasi dalam izin berusaha perusahaan dan juga untuk ini pengenaan cukainya. Kalau digunakan untuk bahan baku, ya karena bahan baku tadi kan akan disediakan dari dalam negeri,” jelasnya.

Yuliot menambah, saat ini pemerintah tengah mempercepat pembangunan perkebunan tebu terintegrasi di Merauke, Papua Selatan. Nantinya, proyek ini akan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bioetanol.

“Ini salah satunya itu adalah percepatan pembangunan perkebunan tebu terintegrasi dengan bioetanol di Merauke, Papua Selatan. Ini dari progres yang untuk tahap pertama, ini untuk kebun ini sudah jadi. Dan juga untuk pemesanan mesin peralatan oleh ini badan usaha sudah berjalan, dan juga antara kebun pada saat siap musim giling, jadi industrinya sudah berjalan dan juga untuk bioetanol bisa disiapkan. Jadi pada saat ini antara bahan baku dan juga kebijakan itu bisa di-inline-kan,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan, mandatori E5 akan dimulai bertahap di Pulau Jawa terlebih dahulu pada tahun 2026. Nantinya Kementerian ESDM bakal mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) soal kebijakan penerapan E5.

“Iya (mandatory E5) paling 2026, orang 2025 sudah setengah jalan segini,” katanya saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Namun, Eniya menyebut penerapan E5 secara bertahap disebabkan karena pasokan bioetanol yang masih terbatas. Tercatat jumlah produksi yang dihasilkan baru menyentuh 60 ribu kiloliter, sementara kebutuhan untuk menjalankan mandatori tersebut mencapai 1,2 juta kiloliter.

Eniya menambahkan, pengembangan bioetanol juga menghadapi tantangan dari pengenaan cukai etanol yang sebesar Rp 20 ribu per liter. Hal ini menyebabkan harganya menjadi lebih mahal.

“Dan di situ masih ada PR tadi yang masalah cukai sama yang lainnya untuk menurunkan biayanya. Nah kalau kita masuk ke non-PSO dulu saya rasa itu lebih mudah, karena biayanya itu dilepas ke konsumen seperti yang biodiesel non-PSO sekarang, sehingga tidak mempengaruhi subsidi,” tutupnya.

Simak juga video “Prabowo: Negara Kita Sesungguhnya Tak Perlu impor BBM Sama Sekali” di sini:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *