Deretan Film Indonesia yang Pernah Dikirim ke Ajang Oscar

Posted on

Meski belum pernah membawa pulang Piala Oscar, Indonesia terus menunjukkan konsistensi dalam mengirimkan karya terbaiknya ke ajang perfilman paling bergengsi di dunia, Academy Awards. Sejak pertama kali berpartisipasi pada tahun 1987, sejumlah film Tanah Air telah dikirim untuk mengikuti seleksi Best International Feature Film (dulu dikenal sebagai Best Foreign Language Film). Proses seleksi yang panjang dan kompetitif ini menjadi simbol perjuangan sineas Indonesia untuk mendapatkan pengakuan internasional atas kualitas dan keunikan cerita mereka.

Pada tahun 2026, film “Sore: Istri dari Masa Depan” menjadi perwakilan terbaru Indonesia yang bersaing di ajang tersebut. Keikutsertaannya menambah daftar panjang film-film nasional yang pernah berupaya menembus Oscar.

Setiap film memiliki kisah, pesan, dan keunikan tersendiri-mulai dari drama sosial, kisah cinta, hingga isu budaya dan kemanusiaan yang dekat dengan realitas masyarakat Indonesia. Berikut beberapa diantaranya:

Film “Biola Tak Berdawai” menceritakan kisah Renjani, mantan penari balet yang mengalami trauma dan kemudian membuka rumah asuh bagi anak-anak penyandang disabilitas di Yogyakarta. Di sana, ia bertemu Dewa, anak tunawicara yang mulai merespons musik berkat terapi biola dari Bhisma. Film ini berakhir tragis ketika Renjani meninggal karena kanker rahim, tetapi meninggalkan warisan kasih bagi anak asuhnya.

Disutradarai oleh Sekar Ayu Asmara, film ini dikirim sebagai perwakilan Indonesia di Oscar ke-76 untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik, meski belum berhasil masuk nominasi akhir.

Disutradarai oleh Riri Riza dan dibintangi oleh Nicholas Saputra, “Gie” mengangkat kisah hidup aktivis mahasiswa Tionghoa, Soe Hok Gie, yang vokal menentang ketidakadilan di era 1960-an. Film ini diadaptasi dari buku Catatan Seorang Demonstran dan menggambarkan idealisme, kesepian, serta pengorbanan seorang pemuda yang meninggal muda di Gunung Semeru.

“Gie” menjadi wakil Indonesia di Piala Oscar 2005, menunjukkan bagaimana semangat intelektual dan moral dapat menjadi cermin perjuangan bangsa.

Karya sutradara Nia Dinata ini menyoroti kehidupan tiga perempuan dari latar berbeda yang sama-sama menjalani poligami. Ceritanya mengangkat isu perempuan, cinta, dan perjuangan dalam menghadapi sistem sosial patriarkal.
“Berbagi Suami” dikirim sebagai perwakilan Indonesia untuk Oscar ke-79 tahun 2006, menjadi salah satu film Indonesia dengan sudut pandang perempuan yang kuat.

Film inspiratif ini bercerita tentang Denias, anak Papua yang berjuang keras mendapatkan pendidikan layak di tengah keterbatasan dan diskriminasi. Dengan visual alam Papua yang memukau, film ini menonjolkan semangat pantang menyerah dan pentingnya pendidikan bagi generasi muda.
“Denias, Senandung di Atas Awan” mewakili Indonesia di Oscar 2007, membawa semangat anak Indonesia hingga ke panggung dunia.

Film ini menyoroti isu perdagangan manusia dan prostitusi anak melalui kisah tragis Jamila (Atiqah Hasiholan). Disutradarai oleh Ratna Sarumpaet dan dibintangi Christine Hakim, film ini menjadi salah satu karya sosial paling kuat yang dikirim ke Oscar ke-82 (2009).
Meskipun tak masuk nominasi, “Jamila dan Sang Presiden” tetap diapresiasi karena keberaniannya mengangkat isu kemanusiaan yang kelam.

Karya Deddy Mizwar ini menggabungkan humor dan kritik sosial melalui tokoh Muluk (Reza Rahadian), lulusan sarjana yang justru bekerja mengatur keuangan para pencopet. Film ini menyoroti sistem sosial dan pendidikan di Indonesia.
Dikirim ke Oscar 2011, film ini memperlihatkan bahwa kritik bisa dikemas lewat komedi yang menyentuh.

Adaptasi dari novel legendaris Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, film “Sang Penari” karya Ifa Isfansyah menggambarkan kisah cinta tragis di tengah konflik politik 1960-an.
Dengan sinematografi indah dan nilai budaya yang kuat, film ini meraih 4 Piala Citra dan menjadi wakil Indonesia di Oscar 2012.

Karya Angga Dwimas Sasongko ini menggabungkan kisah cinta, politik, dan nostalgia masa lalu. Berlatar komunitas eksil Indonesia di Praha pasca-Orde Lama, film ini mengangkat tema pengasingan dan pencarian identitas.
Dikirim ke Oscar ke-89, “Surat dari Praha” menjadi salah satu film paling emosional yang menggugah memori sejarah bangsa.

Disutradarai Wicaksono Wisnu Legowo, film “Turah” menyoroti kehidupan warga kampung miskin di Tegal dengan dialog berbahasa ngapak yang autentik. Film ini menjadi simbol keberanian sinema daerah dalam menembus batas nasional.
Mewakili Indonesia di Oscar 2018, “Turah” memperlihatkan potret sosial Indonesia yang jarang diangkat.

Film garapan Mouly Surya ini menjadi salah satu film Indonesia paling berpengaruh di kancah internasional. Dengan gaya visual khas “western”, film ini mengisahkan perempuan yang membalas kekerasan seksual dengan cara tragis namun berdaya.
“Marlina” membawa semangat baru perfilman Indonesia ketika dikirim ke Oscar 2019.

Disutradarai Garin Nugroho, film ini mengangkat kisah penari lengger bernama Rianto yang menghadapi stigma sosial dan konflik identitas. Film ini sukses di berbagai festival film dunia dan dikirim ke Oscar 2020.
Meski kontroversial, film ini diapresiasi karena keberaniannya menggugat batasan gender dan ekspresi seni.

Film Joko Anwar ini menjadi film horor pertama yang dikirim Indonesia ke Oscar 2021. Dengan alur misterius dan simbolisme budaya, film ini membuktikan bahwa genre horor pun mampu membawa nilai budaya yang kuat.
Kegagalannya masuk nominasi tidak menyurutkan semangat sineas untuk terus bereksperimen dengan genre.

Karya Kamila Andini ini mengangkat kisah remaja cerdas yang ingin melanjutkan pendidikan, tetapi dibebani tekanan sosial dan mitos pernikahan dini. Film ini menyuarakan kebebasan perempuan dan berhasil meraih Platform Prize di Toronto International Film Festival 2021, serta mewakili Indonesia di Oscar 2022.

Film karya Bene Dion Rajagukguk ini sukses besar di dalam negeri dan luar negeri. Ceritanya tentang keluarga Batak yang berpura-pura bercerai demi menyatukan anak-anak mereka.
Menggabungkan humor, adat, dan nilai keluarga, film ini dikirim ke Oscar 2023 dan memenangkan banyak penghargaan nasional.

Film Makbul Mubarak ini mengangkat tema kekuasaan, trauma, dan manipulasi lewat hubungan seorang pemuda dengan jenderal tua. Dengan nuansa thriller politik, film ini menjadi wakil Indonesia di Oscar 2024, dan dipuji karena kedalaman temanya.

Film karya Lenny Setiawan ini menyoroti perjuangan perempuan Pulau Rote dalam menghadapi kekerasan seksual dan diskriminasi sosial. Ceritanya berpusat pada seorang ibu yang mencari keadilan bagi anaknya.
Film ini menjadi wakil Indonesia di Oscar 2025, sekaligus menegaskan bahwa sinema Tanah Air semakin berani mengangkat isu sosial yang relevan dan menyentuh.

Sebagai film terbaru yang dikirim ke Oscar 2026, “Sore: Istri dari Masa Depan” melanjutkan tradisi panjang perjuangan sinema Indonesia di kancah global. Ceritanya yang unik dan penuh makna diharapkan dapat membuka peluang baru bagi perfilman nasional untuk semakin dikenal dunia.

Meski belum ada yang berhasil membawa pulang patung emas Oscar, setiap langkah menuju sana merupakan pencapaian berharga yang memperkuat identitas sinema Indonesia di mata dunia

Film-film yang Pernah Mewakili Indonesia ke Oscars

1. Biola Tak Berdawai (2003)

2. Gie (2005)

3. Berbagi Suami (2006)

4. Denias, Senandung di Atas Awan (2007)

5. Jamila dan Sang Presiden (2009)

6. Alangkah Lucunya Negeri Ini (2010)

7. Sang Penari (2012)

8. Surat dari Praha (2016)

9. Turah (2017)

10. Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2018)

11. Kucumbu Tubuh Indahku (2019)

12. Perempuan Tanah Jahanam (2020)

13. Yuni (2021)

14. Ngeri-Ngeri Sedap (2022)

15. Autobiography (2023)

16. Women from Rote Island (2024)

17. Sore: Istri dari Masa Depan (2026)

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *