DIY menjadi salah satu dari delapan provinsi yang tercatat memiliki angka kelahiran di bawah batas ideal. Berikut daftarnya.
Dilansir dari infoHealth, Jumat (4/7/2025), data tersebut dibagikan oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN). Dijelaskan bahwa angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) di bawah batas ideal, yakni 2,1.
TFR 2,1 dianggap sebagai tingkat pergantian (replacement level) yang artinya setiap perempuan akan digantikan oleh satu anak perempuan untuk menjaga kelangsungan regenerasi.
Ambang tersebut juga dijadikan patokan penduduk tumbuh seimbang. Artinya jika kurang dari 2,1 maka jumlah kelahiran di satu wilayah rendah dan sebaliknya.
Adapun wilayah RI dengan angka kelahiran terendah, antara lain:
“Jadi kalau kita lihat di sini, memang sudah ada angka level yang di bawah dua. Di sana Jawa Timur, Banten, DIY, DKI Jakarta,” ucap Deputi Pengendalian Kependudukan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN), Dr Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S Si., M Eng, saat ditemui di kantor United Nations Population Fund (UNFPA) pada saat press briefing State of World Population (SWP) 2025, Jakarta, Kamis (03/7/2025).
Boni menyebut ada perbedaan tren angka kelahiran di Indonesia antara kota besar dan daerah terpencil. Di wilayah perkotaan angka TFR cenderung menurun.
Hal ini sejalan dengan temuan laporan State of World Population yang menunjukkan kehidupan di kota besar membawa tantangan tersendiri dalam merencanakan keluarga.
“Di kota-kota besar itu sudah pasti TFR-nya agak turun karena untuk mikirkan punya dua anak, satu anaknya sudah repot,” tuturnya.
Menurutnya, salah satu penyebabnya ialah faktor ekonomi. Biaya membesarkan anak yang tinggi, keterbatasan perumahan, serta ketidakpastian pekerjaan membuat banyak pasangan muda berpikir ulang untuk memiliki dua anak atau lebih.
Sedangkan wilayah-wilayah seperti Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, atau Papua yang angka TFR masih tergolong tinggi, bahkan di atas 2,1.
“Masih tinggi sekali. Ini agak sedikit berbeda konteksnya. Kenapa berbeda? Kalau di sana ada masalah akses, ada masalah pengetahuan,” lanjutnya lagi.