Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti potensi cuaca ekstrem hujan lebat disertai angin kencang di sejumlah wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan dinamika atmosfer yang saat ini cukup kompleks berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi, mulai dari banjir, longsor, hingga gelombang tinggi.
“Potensi hujan lebat hingga sangat lebat dengan angin kencang perlu diantisipasi masyarakat maupun pemerintah daerah. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko banjir, longsor, maupun gelombang tinggi,” ujar Dwikorita dalam keterangan resminya, Jumat (12/9/2025).
ADVERTISEMENT
Faktor Pemicu Cuaca Ekstrem
BMKG menjelaskan, sejumlah faktor atmosfer memicu kondisi ini, antara lain Dipole Mode Index (DMI) negatif, anomali Outgoing Longwave Radiation (OLR), aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, Rossby ekuator, serta gelombang atmosfer frekuensi rendah.
Selain itu, keberadaan bibit siklon tropis 93S di Samudra Hindia barat Bengkulu serta pola siklonik di Kalimantan Utara memperbesar potensi terbentuknya hujan lebat.
BMKG memprakirakan pada periode 12 hingga 14 September, hujan lebat berpotensi terjadi di Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Papua Tengah, dan Papua Selatan.
Sementara angin kencang berpeluang terjadi di Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
Adapun pada 15 hingga 18 September, hujan deras diprediksi melanda Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Potensi angin kencang masih mengintai Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
Banjir Besar di Bali Jadi ‘Warning’
Cuaca ekstrem sebelumnya sudah memicu banjir dan longsor di Bali pada 9 hingga 10 September 2025. BNPB mencatat bencana terjadi di tujuh kabupaten/kota dengan lebih dari 120 titik banjir.
Denpasar menjadi wilayah terparah dengan 81 titik genangan, disusul Gianyar 14 titik, Badung 12 titik, Tabanan 8 titik, serta Karangasem, Jembrana, dan Klungkung masing-masing 4 titik.
BMKG melaporkan curah hujan harian ekstrem menjadi pemicu utama. Di Jembrana, intensitas hujan mencapai 385,5 mm per hari, disusul Tampak Siring 373,8 mm, Karangasem 316,6 mm, Klungkung 296 mm, dan Abiansemal 284,6 mm. Padahal, secara klimatologis, hujan di atas 150 mm/hari sudah masuk kategori ekstrem.
Menurut Dwikorita, fenomena itu diperparah kondisi atmosfer yang labil serta faktor lingkungan, mulai dari sistem drainase yang tidak memadai hingga alih fungsi lahan yang mengurangi daya serap tanah.
Dwikorita menegaskan, peringatan dini sudah dikeluarkan BMKG sejak 5 September melalui prospek cuaca sepekan, peringatan tiga harian, hingga pembaruan jam-jaman lewat sistem nowcasting. Pada periode 9-10 September saja, BMKG menerbitkan 11 kali pembaruan peringatan dini untuk Bali.
Ia mengimbau masyarakat rutin memantau informasi resmi BMKG melalui aplikasi, media sosial, dan siaran televisi. Selain itu, langkah mitigasi seperti menjaga kebersihan drainase serta tidak membuang sampah sembarangan sangat diperlukan untuk mengurangi dampak genangan.
“Dengan kesiapsiagaan dan mitigasi yang baik, kita bisa meminimalkan risiko bencana akibat cuaca ekstrem yang masih akan berlangsung beberapa hari ke depan,” kata Dwikorita.