Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa ada pihak asing yang tak suka dengan proyek hilirisasi yang telah dijalankan Indonesia sejak beberapa tahun lalu. Dia menduga pihak asing mencoba menunggangi isu-isu sensitif terkait proyek hilirisasi di Indonesia.
Terlebih lagi, Bahlil mengatakan saat ini kondisi geopolitik dan geoekonomi sedang tidak menentu. Padahal menurutnya, dengan kondisi tersebut proyek hilirisasi dinilai mampu mengerek ekonomi Indonesia.
“Di saat bersama, dalam berbagai kesempatan saya katakan bahwa ada pihak-pihak asing yang tidak senang atau kurang berkenan dengan proyek hilirisasi ini,” katanya di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).
Isu yang sedang ramai diperbincangkan saat ini adalah proyek hilirisasi nikel. Vral di media sosial ada aktivitas tambang nikel di Raja Ampat yang merusak ekosistem. Terkait isu tersebut, Bahlil telah mencabut sementara Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel milik PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Bahlil mengatakan, penghentian sementara operasi tersebut juga dilakukan untuk menunggu hasil verifikasi dari tim yang diterjunkan langsung ke lokasi tambang tersebut.
“Saya ingin ada objektif. Nah, untuk menuju ke sana agar tidak terjadi kesimpangsiuran maka kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba untuk status daripada IUP PT Gag yang sekarang lagi mengelola itu kita cuma satu ya, itu kami untuk sementara kita hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan,” katanya.
Bahlil menyebutkan ada lima IUP di wilayah tersebut, namun hanya satu perusahaan yang beroperasi hingga saat ini yakni PT Gag Nikel, anak Antam. Hal ini ia ketahui setelah mendapatkan laporan dari Dirjen Minerba.
Ia mengatakan, bahwa IUP kepada PT Gag Nikel diberikan pada 2017, dan mulai beroperasi pada 2018. Sebelum beroperasi, perusahaan ini juga telah mengantongi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Jadi teman-teman, IUP di Raja Ampat itu ada beberapa. Mungkin ada lima setelah saya mendapat laporan dari Dirjen (Dirjen Minerba). Nah, yang beroperasi sekarang itu hanya satu yaitu PT Gag Nikel. PT Gag Nikel ini yang punya adalah ANTAM, BUMN,” kata Bahlil.
Bahlil mengatakan bahwa lokasi tambang nikel tersebut bukan destinasi pariwisata Raja Ampat, yakni Piaynemo. Lokasi tambang nikel tersebut kata Bahlil berada kurang lebih 30-40 kilometer (km) dari lokasi destinasi Wisata.
“Sekarang dengan kondisi seperti ini kita harus cross-check, karena di beberapa media yang saya baca ada ada gambar yang diperlihatkan itu seperti di Pulau Piaynemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat. Saya sering ke Raja Ampat. Pulau Piaynemo dengan Pulau Gag itu itu kurang lebih sekitar 30 km sampai dengan 40 km. Dan di wilayah Raja Ampat itu betul wilayah pariwisata yang kita harus lindungi,” katanya.
Bahlil menambahkan, dirinya akan mengecek langsung aktivitas tambang di Raja Ampat. Hal ini dilakukan berbarengan dengan rencana ia untuk mengecek sumur-sumur minyak dan sumur-sumur gas di wilayah Papua.
“Saya kebetulan ini kebetulan saja dalam waktu minggu-minggu ini itu saya lagi mau ke Sorong sesuai dengan agenda saya beberapa minggu lalu untuk mengecek sumur-sumur minyak dan sumur-sumur gas di wilayah Kepala Burung Sorong, Fak-Fak, Bintuni Saya sendiri akan turun tapi mungkin sambil itu saya akan mengecek langsung di lokasi Pulau Gag,” katanya.