Setelah Sukarno dan Moh Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia, para tokoh masih harus berjuang untuk menyebarkan kabar ini. Jika tidak, tentu orang-orang di Sabang sampai Merauke tidak akan tahu.
Tentu menjadi pertanyaan, bagaimana berita proklamasi kemerdekaan RI bisa tersebar? Padahal saat itu belum ada internet yang bisa mengabarkan berita dengan sangat cepat dan masif.
Kondisi tersebut membuat penyebaran berita proklamasi tidak diketahui secara serentak. Di sekitar Jakarta mungkin bisa tahu dalam hari yang sama, tetapi di luar Jawa bisa sampai mingguan.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel ini akan kita ulas bagaimana sejarah penyebaran berita proklamasi kemerdekaan, mulai dari Jakarta hingga berbagai daerah di Indonesia, dikutip dari buku Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terbitan Kemdikbud.
Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 segera disebarluaskan oleh para pemuda, golongan pelajar, Sukarni, dan kelompok Kaigun. Mereka bergerak cepat menyusun strategi penyebaran melalui percetakan kilat yang dibantu oleh buruh kantor berita Domei, menghasilkan ribuan selebaran sejak pagi buta.
Kempetai Jepang turut menghalangi penyebaran berita proklamasi dengan memunguti selebaran yang disebar. Namun semangat para pemuda tak surut. Berita proklamasi menyebar ke seluruh Jakarta dan daerah sekitarnya melalui berbagai sarana, bahkan menjangkau dunia internasional lewat gelombang radio.
Sejak 16 Agustus hingga 17 Agustus siang, siaran radio hanya berisi hiburan. Namun wartawan Sjachrudin berhasil menyusup ke studio dan membawa teks proklamasi, yang kemudian disiarkan pukul 19.00 oleh Jusuf Ronodipuro dalam bahasa Indonesia dan oleh Soeprapto dalam bahasa Inggris.
Untuk mengelabui tentara Jepang, siaran disamarkan sebagai berita resmi. Akan tetapi akhirnya mereka ketahuan. Ronodipuro dan Bachtar Lubis sempat ditangkap dan disiksa, lalu dilepas dengan syarat menghentikan siaran.
Hal itu justru membuat pemuda semakin gencar menyebarkan berita. Mereka mendirikan pemancar gelap bernama Radio Indonesia Merdeka, dengan siaran luar negeri menggunakan pengenal “This is the voice of free Indonesia”.
Penyebaran berita proklamasi di Pulau Jawa bisa lebih cepat karena jarak dan infrastruktur yang lebih memadai. Terutama di Jawa Barat yang dekat dengan Jakarta.
Dilansir dari Atlas Sejarah Indonesia Berita Proklamasi Kemerdekaan oleh Dr. Abdurakhman dan Dr. Agus Setiawan, pemuda seperti Yakub Gani langsung kembali ke Bekasi setelah menyaksikan pembacaan naskah proklamasi. Di Karawang, Mohammad Kosim menyampaikan kabar tersebut kepada penduduk Kampung Babakan Cianjur.
Informasi ini terus menyebar secara lisan hingga mencapai Bogor pada siang harinya, dan juga melalui siaran radio yang ditempatkan di titik-titik strategis. Di Cirebon, Nasuha, anggota PETA Arjawinangun, menjadi orang pertama yang menerima berita kemerdekaan melalui radio di kantor Kawedanan Arjawinangun.
Sementara itu, masyarakat Garut telah mengetahui rencana kemerdekaan sejak 16 Agustus 1945 melalui Ajengan Yusuf Tajiri, dan menyambut kabar resmi dengan sukacita saat mendengarnya lewat radio. Di Sukabumi, para aktivis yang berkumpul di Jalan Cikiray 10B juga menerima informasi kemerdekaan.
Di Tangerang, pegawai kabupaten seperti Marto Sugriwo dan Abdel Hanan mendapat kabar dari Mr. Datuk Jamin dan Mr. Sumanang, utusan dari Asrama Menteng 31 Jakarta, pada 18 Agustus 1945. Di Kabupaten Serang, berita proklamasi menyebar dari mulut ke mulut di tengah masyarakat.
Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jateng dan Jogja diterima secara bertahap, mulai dari beberapa jam hingga berminggu-minggu setelah 17 Agustus 1945. Di Yogyakarta, kabar tersebut pertama kali diterima oleh Kantor Berita Domei dan disebarkan melalui khutbah Jumat serta pawai sepeda oleh Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa.
Surat kabar Sinar Matahari turut mempublikasikan berita proklamasi dan teks UUD 1945. Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII menyampaikan ucapan selamat melalui telegram kepada para pemimpin nasional dan mengadakan pertemuan untuk mengimbau masyarakat menjaga ketertiban. Dukungan juga datang dari Kooti Hookookai Yogyakarta yang menyatakan kesetiaan kepada pemerintah Republik Indonesia.
Di Surakarta, kabar kemerdekaan diterima melalui siaran radio dan segera menyebar ke seluruh kota. Tokoh-tokoh seperti R Soembardjo dan Rahinten Koesoenarno turut menyebarkan informasi dan mengajak masyarakat menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Kelompok Fujinkai mengunjungi kelurahan-kelurahan untuk memberikan pengarahan tentang makna kemerdekaan. Sambutan masyarakat Solo sangat meriah, ditandai dengan pekik “Merdeka!” dan penggunaan atribut merah putih. Euforia kemerdekaan menciptakan rasa persaudaraan yang kuat, dan suasana kota tetap aman tanpa kerusuhan.
Di Semarang, berita proklamasi kemerdekaan Indonesia pertama kali diterima oleh Sugiarin dari Kantor Berita Domei dan segera disebarkan ke tokoh-tokoh lokal serta dibacakan dalam rapat di Gedung Djawa Hookookai, yang langsung diikuti dengan nyanyian Indonesia Raya dan meneriakkan dukungan bagi Bung Karno dan Bung Hatta.
Penyiaran berita melalui radio Semarang Hoso Kyoku sempat dihentikan oleh pejabat Jepang, namun jamaah yang mendengarnya tetap menyebarkan kabar tersebut. Informasi resmi baru diumumkan keesokan harinya kepada kepolisian Semarang oleh Soeprapto dengan gaya santai, menyatakan bahwa Jepang telah kalah dan Indonesia merdeka.
Penyebaran berita proklamasi kemerdekaan di Jawa Timur dimulai dari Surabaya, yang menerima informasi lewat radio dan media pers. Pada 18 Agustus 1945 pukul 19.00 WIB, Radio Surabaya menyiarkan teks proklamasi dalam Bahasa Madura, dengan tujuan agar siaran tidak dipahami oleh pihak Jepang.
Siaran dari Soerabaja Hosokyoku juga menjangkau Kota Malang dan Madiun, meskipun warga Malang sempat meragukan kebenaran informasi tersebut karena adanya berita susulan yang menyatakan bahwa kabar itu tidak benar. Hal serupa terjadi di Bojonegoro, di mana siaran proklamasi sempat diralat oleh pemerintah Jepang.
Berbeda dengan kota-kota lain, Kediri masih berada di bawah kekuasaan tentara Jepang hingga akhir Agustus 1945. Meskipun Jepang berusaha menutup akses terhadap berita kemerdekaan, warga Kediri tetap berhasil mengetahuinya.
Setelah itu, mereka juga menerima kabar tentang pembentukan lembaga-lembaga pemerintahan baru seperti Komite Nasional Indonesia (KNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Jakarta, yang menandai langkah awal konsolidasi pemerintahan Republik Indonesia.
Sejak 15 Agustus 1945, warga Sumatera terisolasi dari informasi akibat penghentian siaran radio dan penerbitan surat kabar oleh Jepang. Meski demikian, beberapa pegawai Kantor Berita Domei dan PTI tetap aktif secara terbatas, memungkinkan sebagian warga mengetahui berita proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Di berbagai daerah seperti Bukittinggi, Padang, Bengkulu, Aceh, dan Pekanbaru, berita tersebut disebarkan melalui pengetikan teks proklamasi, penyampaian lisan, dan telegram. Tokoh-tokoh lokal seperti Ahmad Basya, Aladin, dan Ir. Indra Caya turut berperan dalam menyebarluaskan informasi tersebut, meski penyebarannya sering kali terbatas dan tertunda.
Selain lembaga resmi, individu-individu seperti dr AK Gani, Teuku Nyak Arief, Amir Hasan, dan TM Hassan memainkan peran penting dalam menyampaikan berita proklamasi ke berbagai wilayah Sumatera, termasuk Jambi, Bangka-Belitung, Lampung, Tapanuli, dan Medan.
Penyebaran informasi ini menghadapi berbagai tantangan, seperti sikap represif Jepang, masuknya sekutu dan Belanda, serta ketakutan pribadi para tokoh terhadap situasi politik yang kompleks.
Momen Idul Fitri pada 8 September 1945 juga dimanfaatkan secara luas sebagai ajang penyebaran berita kemerdekaan, terutama di Sibolga, menjadikan perayaan tersebut sebagai simbol semangat kemerdekaan di tengah keterbatasan komunikasi.
Penyebaran berita proklamasi kemerdekaan di Kalimantan dimulai dari Pontianak melalui seorang pemuda bernama M Sukandar, yang mendengarnya dari siaran radio Fransiso berbahasa Indonesia pada 18 Agustus 1945 malam.
Ketapang menerima berita tersebut lewat pejuang asal Jawa, A Halim H Abdul, pada 24 Agustus. Di Singkawang dan Bengkayang, informasi kemerdekaan disampaikan oleh anggota PPRI, Ya Ahmad Dundik pada 2 Oktober.
Sementara itu, masyarakat Sambas mengetahuinya melalui siaran radio dari Sarawak. Di Pemangkat, M. Akir yang baru pulang dari Semarang menjadi pembawa kabar kemerdekaan pada Oktober. Kalimantan Selatan memperoleh informasi melalui surat kabar Borneo Simboen, Radio Domei, dan para pelaut.
Di Banjarmasin, berita proklamasi disebarkan melalui pamflet hasil inisiatif Hadhariyah M, F Mohani, Hamli Tjarang, dan Abdurrahman Noor. Wilayah seperti Puruk Cahu, Martapura, Marabahan, dan Pelaihari mendapat informasi dari tentara Australia yang melucuti pasukan Jepang.
Para pelaut Jawa juga berperan penting dalam menyebarkan berita di Kotawaringin dan Balikpapan, termasuk melalui pekerja Bataviasch Petroleum Maatschappij (BPM). Samarinda menerima berita proklamasi pada 16 September 1945 melalui petugas penerima informasi dari stasiun radio Tentara Sekutu.