Alumni SMAN 5 Kupang Akan Surati Prabowo Agar Cabut Sanksi PTDH Kompol Cosmas baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Sejumlah alumni SMAN 5 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan menyurati Presiden Prabowo Subianto agar mencabut sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae. Mereka adalah teman seangkatan Kompol Cosmas saat bersekolah di SMAN 5 Kota Kupang.

Surat permintaan pencabutan sanksi PTDH terhadap Kompol Cosmos juga akan dikirim kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Ketua DPR RI Puan Maharani. Diketahui, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menyatakan Kompol Cosmas terlibat di kasus tewasnya pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, saat demo di Jakarta beberapa waktu lalu. Sidang etik menyatakan tindakan Kompol Cosmas sebagai perilaku tercela.

“Kami sudah sepakat akan mengirim surat kepada Bapak Presiden, Bapak Kapolri, dan Ketua DPR RI, khususnya Ketua Komisi III DPR RI,” ujar Ketua Alumni SMAN 5 Kupang, Nikolas Ke Lomi, saat jumpa pers di Kota Kupang, NTT, Kamis (11/9/2025).

Nikolas menegaskan dirinya bersama alumni SMAN 5 Kupang lainnya menolak putusan PDTH terhadap Kompol Cosmas terkait insiden tewasnya Affan Kurniawan yang terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob. Mereka mendoakan Cosmas bersama keluarganya agar tetap kuat menjalani kasus tersebut.

“Kalau tanpa perlindungan dan penyertaan Tuhan, maka ketujuh anggota Brimob yang berada dalam kendaraan rantis tersebut tidak tahu lagi nasib mereka seperti apa,” kata Nikolas.

Nikolas menilai putusan PTDH tersebut sebagai upaya untuk menghukum Cosmas yang sedang menjalankan perintah tugas atasan dan negara. Sanksi itu, dia berujar, menjadi bentuk pembunuhan karakter terhadap anggota Polri yang sedang menjalankan perintah tugas.

Menurut Nikolas, pemberian sanksi itu juga dapat membuat anggota polisi lainnya menjadi ragu-ragu saat menjalankan tugas. “Karena saat itu Kompol Cosmas berada di lokasi atas perintah tugas dari atasan yang sah, untuk mengamankan warga sekitar dan fasilitas umum lainnya dari aksi demo yang anarkis dan rusuh,” ujarnya.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

“Jika disandingkan dengan fakta yang terjadi saat di lokasi, seharusnya perbuatan dari pengemudi kendaraan rantis dan ketujuh anggota Brimob telah memenuhi unsur pembelaan darurat sesuai Pasal 49 KUHP sehingga satu orang pun yang berada dalam kendaraan rantis tersebut tidak dapat dihukum,” imbuh pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.

Nikolas menambahkan Cosmas sudah mengabdi di Korps Bhayangkara selama 27 tahun. Sebelumnya, Ketua Ikatan Keluarga Ngada (Ikada), Sipri Radho Toly, menuturkan Cosmas pernah ditugaskan di daerah operasi yang sangat rawan. Di antaranya, Pasukan Garuda di Lebanon, Operasi Seroja di Timor-Timur sebelum merdeka. Kemudian, ditugaskan di Papua untuk menumpas Tentara Nasional Papua Barat (TNPB).

“Oleh karena itu, Bapak Presiden Prabowo, Ketua DPR RI, dan Bapak Kpolri untuk kembali mempertimbangkan penjatuhan hukuman PTDH terhadap Kompol Cosmas,” pungkas Nikolas.

Selain Kompol Cosmas, ada enam anggota Brimob lain yang ikut diproses terkait insiden tewasnya Affan Kurniawan. Mereka dibagi dalam kategori pelanggaran berat dan sedang.

Adapun anggota Brimob dengan pelanggaran etik berat, yakni Bripka Rohmat (sopir rantis) dan Kompol Cosmas (duduk di sebelah sopir). Kemudian, pelanggaran etik sedang terdiri dari penumpang belakang rantis, yakni Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David.

Peristiwa nahas yang menewaskan Affan terjadi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/8) malam. Rantis Brimob sempat menabrak Affan, berhenti sejenak, lalu melaju kembali hingga melindas pengemudi ojol yang sudah tergeletak di jalan.

Insiden ini memicu kemarahan massa. Pengemudi ojol dan warga mendatangi Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Massa yang mengamuk bahkan sempat membakar pos polisi di bawah flyover Senen.

Nikolas menilai putusan PTDH tersebut sebagai upaya untuk menghukum Cosmas yang sedang menjalankan perintah tugas atasan dan negara. Sanksi itu, dia berujar, menjadi bentuk pembunuhan karakter terhadap anggota Polri yang sedang menjalankan perintah tugas.

Menurut Nikolas, pemberian sanksi itu juga dapat membuat anggota polisi lainnya menjadi ragu-ragu saat menjalankan tugas. “Karena saat itu Kompol Cosmas berada di lokasi atas perintah tugas dari atasan yang sah, untuk mengamankan warga sekitar dan fasilitas umum lainnya dari aksi demo yang anarkis dan rusuh,” ujarnya.

“Jika disandingkan dengan fakta yang terjadi saat di lokasi, seharusnya perbuatan dari pengemudi kendaraan rantis dan ketujuh anggota Brimob telah memenuhi unsur pembelaan darurat sesuai Pasal 49 KUHP sehingga satu orang pun yang berada dalam kendaraan rantis tersebut tidak dapat dihukum,” imbuh pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.

Nikolas menambahkan Cosmas sudah mengabdi di Korps Bhayangkara selama 27 tahun. Sebelumnya, Ketua Ikatan Keluarga Ngada (Ikada), Sipri Radho Toly, menuturkan Cosmas pernah ditugaskan di daerah operasi yang sangat rawan. Di antaranya, Pasukan Garuda di Lebanon, Operasi Seroja di Timor-Timur sebelum merdeka. Kemudian, ditugaskan di Papua untuk menumpas Tentara Nasional Papua Barat (TNPB).

“Oleh karena itu, Bapak Presiden Prabowo, Ketua DPR RI, dan Bapak Kpolri untuk kembali mempertimbangkan penjatuhan hukuman PTDH terhadap Kompol Cosmas,” pungkas Nikolas.

Selain Kompol Cosmas, ada enam anggota Brimob lain yang ikut diproses terkait insiden tewasnya Affan Kurniawan. Mereka dibagi dalam kategori pelanggaran berat dan sedang.

Adapun anggota Brimob dengan pelanggaran etik berat, yakni Bripka Rohmat (sopir rantis) dan Kompol Cosmas (duduk di sebelah sopir). Kemudian, pelanggaran etik sedang terdiri dari penumpang belakang rantis, yakni Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David.

Peristiwa nahas yang menewaskan Affan terjadi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/8) malam. Rantis Brimob sempat menabrak Affan, berhenti sejenak, lalu melaju kembali hingga melindas pengemudi ojol yang sudah tergeletak di jalan.

Insiden ini memicu kemarahan massa. Pengemudi ojol dan warga mendatangi Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Massa yang mengamuk bahkan sempat membakar pos polisi di bawah flyover Senen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *