Aksi Kekerasan KKB di Papua: Negara Harus Hadir

Posted on

Aksi kekerasan di Tanah Papua kembali mencuat ke permukaan. Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kembali melakukan serangan brutal dan tidak berperikemanusiaan. Di tengah situasi ini, publik pun menanti Langkah konkret Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan Papua yang damai, aman, dan bermartabat.

Terbaru, mantan Kapolsek Mulia, Iptu (Purn) Djamal Renhoat ditembak mati oleh KKB di Kampung Wuyukwi, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah pada Senin 7 April 2025. Insiden ini merupakan catatan kekerasan ketujuh di Papua sepanjang 2025 serta menambah panjang daftar kekerasan di Tanah Papua. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa persoalan Papua belum menemukan titik terang hingga saat ini.

Sebelumnya, pada 8 Januari 2025, dua tukang senso tewas setelah ditembak dan dibacok secara keji saat sedang bekerja di Kampung Hobakma, Distrik Elelim, Kabupaten Yalimo. Aksi ini tak hanya menewaskan korban, tetapi juga meninggalkakn trauma mendalam di masyarakat. Kekerasan terhadap warga sipil yang tengah bekerja mencerminkan betapa lemahnya perlindungan terhadap warga sipil di wilayah konflik.

Tidak berselang lama, anggota Brimob Polda Papua, Briptu Iqbal Anwar Arif menjadi korbaan penembakan pada 17 Januari 2025 di wilayah yang sama, Yalimo. Saat itu, Briptu Iqbal sedang melakukan patroli rutin sebelum akhirnya mobil yang dikendarainya dihentikan oleh blokade kayu dan beberapa saat kemudian tembakan datang dari atas dan mengenai korban hingga meninggal di tempat.

Beberapa hari setelahnya, Brigpol Ronald M. Enok dari Polres Puncak Jaya juga menjadi korban penembakan saat hendak pulang dari membeli minyak tanah di Kampung Lima-lima pada 21 Januari 2025. Serangan terjadi secara tiba-tiba dan menewaskan korban di Lokasi.

Aksi KKB juga tidak hanya menyasar aparat dan warga sipil, tetapi juga merusak fasilitas umum. Pada 3 Februari 2025, dua Gedung sekolah dasar dan kantor kampung dibakar di Kabupaten Puncak. Tragedi ini dipicu konflik internal KKB yang berujung pada tindakan anarkis. Sepuluh hari berselang, bangunan SMP Agandugume di Kabupaten Puncak juga menjadi sasaran pembakaran. Pendidikan yang seharusnya menjadi harapan bagi generasi muda Papua justru menjadi korban dari kekerasan yang tak kunjung usai.

Yang paling mengiris hati adalah kejadian di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo. Selama dua hari berturut-turut, 21-22 Maret 2025, KKB menyerang 10 guru dan tenaga kesehatan menggunakan senjata tajam. Seorang guru tewas mengenaskan dengan luka parah di leher dan pinggang, sementara lainnya mengalami luka-luka. Mereka juga membakar rumah dinas guru dan merusak ruang kelas. Akibatnya, puluhan tenaga pendidik dan medis dievakuasi demi keselamatan.

Negara Harus Hadir

Rangkaian kekerasan yang terus terjadi di Papua menjadi bukti nyata bahwa damai di tanah ini masih jauh dari harapan. Masyarakat Papua masih hidup dalam bayang-bayang ketakutan, sementara janji-janji damai yang sering digaungkan belum juga terasa wujud nyatanya di akar rumput.

Kini, harapan tertuju pada Presiden Prabowo untuk segera turun tangan menyelesaikan persoalan Papua yang begitu pelik dan kompleks. Karena Papua tidak cukup hanya dijaga dengan senjata dan pasukan. Papua butuh negara yang hadir sepenuh hati –bukan hanya sebagai penjaga, tetapi sebagai pelindung dan penyembuh luka.

Lebih dari sekadar pengamanan, negara harus mampu memberi rasa aman dalam arti yang sesungguhnya. Rasa aman dari kelaparan, dari kebodohan, dari kemiskinan, dari keterisolasian, dan dari ancaman pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Damai di Papua juga tidak cukup hanya menjadi slogan. Tidak bisa ditunda dengan janji manis dan rencana jangka panjang tanpa kepastian. Yang dibutuhkan adalah aksi nyata –kebijakan yang tegas namun berempati, serta pendekatan yang lebih manusiawi dan menyentuh akar persoalan. Pendekatan yang memahami konteks budaya dan sejarah Papua, bukan hanya sekadar melihatnya sebagai persoalan keamanan nasional.

Papua menunggu. Menunggu negara hadir, bukan hanya sebagai apparat bersenjata, tetapi sebagai sahabat, pelindung, dan pemulih luka. Negara yang hadir di ruang-ruang kelas, di rumah sakit, di kebun-kebun petani, dan di tengah masyarakat yang ingin hidup tenang.

Papua tidak meminta lebih. Mereka hanya ingin hidup dengan damai di tanah sendiri. Saatnya negara menjawab. Saatnya Presiden Prabowo hadir, benar-benar hadir.

Ibnu Nugroho Huries Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *