Pernyataan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid yang meminta warga Bali pindah alias bertransmigrasi ke luar pulau menuai beragam respons. Nusron Wahid meminta warga Bali pindah untuk mengurus lahan pertanian di beberapa daerah.
Gubernur Bali Wayan Koster pun turut merespons pernyataan Nusron Wahid itu. Koster mulanya menjelaskan bahwa transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari wilayah padat ke daerah kurang padat.
“Ini maksudnya (penduduk) Bali kan sudah kelihatan padat. Di daerah lain ada lahan yang luas,” kata Koster saat ditemui seusai menghadiri rapat paripurna DPRD Bali di Kantor Gubernur Bali, Senin (1/12/2025).
Koster mempersilakan warga Bali yang ingin bertransmigrasi dan bekerja di sektor pertanian di luar Pulau Dewata. Ia pun menyinggung program transmigrasi yang digulirkan pemerintah di masa lalu.
“Dulu kan ada transmigrasi, dibuka ruang bagi yang mau transmigrasi ada kesempatan memanfaatkan lahan yang ada di sana,” imbuh politikus PDIP itu.
Keinginan Nusron Wahid agar warga Bali bertransmigrasi itu juga ramai dibicarakan warganet. Sebagian warganet mendukung rencana transmigrasi itu, tetapi tak sedikit pula yang menentang keinginan Nusron Wahid tersebut.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid sebelumnya meminta warga Bali untuk siap-siap bertransmigrasi ke luar Pulau Dewata dan mengurus lahan pertanian. Nusron menyebut program transmigrasi menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Pernyataan itu disampaikan Nusron dalam sambutannya saat Rapat Koordinasi Akhir Gugus Tugas Reforma Agraria di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, 26 November lalu. Pertemuan itu diikuti kepala daerah se-Bali, termasuk Gubernur Bali Wayan Koster.
“Jadi Pak Gubernur, kita siap-siap. Pak Gubernur, warga Bali harus ada yang disiapkan untuk transmigrasi lagi untuk mengelola lahan yang di luar Bali,” kata Nusron.
Nusron mencontohkan beberapa lahan pertanian di luar Bali yang perlu dikelola seperti Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, hingga Papua. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto ingin membangkitkan program transmigrasi.
“Pak Presiden tegas, saat ini pemerintah kalau tidak ada (masyarakatnya) datangkan dari Jawa, dari Bali, program transmigrasi dihidupkan lagi dengan dikasih garapan pertanian di luar Jawa yang lebih menjanjikan,” jelasnya.
Nusron mengatakan pemerintah menargetkan daerah-daerah tersebut dapat menyediakan 3 juta hektare dalam lima tahun ke depan. Ia mengeklaim program transmigrasi itu selaras dengan program reforma agraria.
Kebijakan transmigrasi di Indonesia sudah muncul sejak masa kolonial Hindia Belanda. Hanya saja, istilah transmigrasi mulai diberlakukan sejak 1950 atau -pada era pemerintahan Orde Lama.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Transmigrasi, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyebutkan transmigrasi bertujuan untuk penyebaran penduduk dan tenaga kerja. Kemudian, pembukaan dan pengembangan daerah produksi dan pertanian dalam pembangunan daerah.
Sejak era Orde Baru, kebijakan transmigrasi tertuang dalam program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Pada Repelita ke-4 atau akhir Oktober 1985, sebanyak 350 ribu keluarga atau 1,1 juta orang telah mengikuti kebijakan transmigrasi tersebut.
Program transmigrasi pada masa Orde Baru juga melahirkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, yang kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.
Sementara di era Reformasi, program transmigrasi termasuk dalam rencana pembangunan pada era otonomi daerah. Namun, penyelenggaraan transmigrasi yang sebelumnya cenderung sentralistik, harus menghadapi sejumlah tantangan seiring penerapan asas desentralisasi dan otonomi.
Pernyataan Nusron Wahid Minta Warga Bali ke Luar Pulau
Transmigrasi di Indonesia dari Masa ke Masa
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid sebelumnya meminta warga Bali untuk siap-siap bertransmigrasi ke luar Pulau Dewata dan mengurus lahan pertanian. Nusron menyebut program transmigrasi menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Pernyataan itu disampaikan Nusron dalam sambutannya saat Rapat Koordinasi Akhir Gugus Tugas Reforma Agraria di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, 26 November lalu. Pertemuan itu diikuti kepala daerah se-Bali, termasuk Gubernur Bali Wayan Koster.
“Jadi Pak Gubernur, kita siap-siap. Pak Gubernur, warga Bali harus ada yang disiapkan untuk transmigrasi lagi untuk mengelola lahan yang di luar Bali,” kata Nusron.
Nusron mencontohkan beberapa lahan pertanian di luar Bali yang perlu dikelola seperti Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, hingga Papua. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto ingin membangkitkan program transmigrasi.
“Pak Presiden tegas, saat ini pemerintah kalau tidak ada (masyarakatnya) datangkan dari Jawa, dari Bali, program transmigrasi dihidupkan lagi dengan dikasih garapan pertanian di luar Jawa yang lebih menjanjikan,” jelasnya.
Nusron mengatakan pemerintah menargetkan daerah-daerah tersebut dapat menyediakan 3 juta hektare dalam lima tahun ke depan. Ia mengeklaim program transmigrasi itu selaras dengan program reforma agraria.
Pernyataan Nusron Wahid Minta Warga Bali ke Luar Pulau
Kebijakan transmigrasi di Indonesia sudah muncul sejak masa kolonial Hindia Belanda. Hanya saja, istilah transmigrasi mulai diberlakukan sejak 1950 atau -pada era pemerintahan Orde Lama.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Transmigrasi, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyebutkan transmigrasi bertujuan untuk penyebaran penduduk dan tenaga kerja. Kemudian, pembukaan dan pengembangan daerah produksi dan pertanian dalam pembangunan daerah.
Sejak era Orde Baru, kebijakan transmigrasi tertuang dalam program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Pada Repelita ke-4 atau akhir Oktober 1985, sebanyak 350 ribu keluarga atau 1,1 juta orang telah mengikuti kebijakan transmigrasi tersebut.
Program transmigrasi pada masa Orde Baru juga melahirkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, yang kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.
Sementara di era Reformasi, program transmigrasi termasuk dalam rencana pembangunan pada era otonomi daerah. Namun, penyelenggaraan transmigrasi yang sebelumnya cenderung sentralistik, harus menghadapi sejumlah tantangan seiring penerapan asas desentralisasi dan otonomi.







