Dalam rangkaian Indonesia-Pacific Cultural Synergy (IPACS) 2025, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon memimpin jalannya sidang pertemuan tingkat menteri atau Ministerial Dialogue IPACS 2025 di Kupang. Mengusung tema ‘Rich and Diverse Cultural Heritage of the Pacific Region: A Driver of Sustainable Development’ ini membahas secara mendalam penguatan, tantangan, dan kerja sama budaya di kawasan Indo-Pasifik.
Pelaksanaan IPACS 2025 secara garis besar menyasar pada sejumlah objektif seperti di antaranya penguatan jaringan budaya antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik, mendorong terwujudnya dialog lintas bangsa untuk memperdalam saling pengertian atas tradisi dan ragam ekspresi budaya, serta mengarusutamakan budaya sebagai pilar utama dalam agenda pembangunan pasca-2030.
Pertemuan tingkat tinggi ini juga mengangkat urgensi perubahan iklim dengan menyoroti dimensi kultural yang mempengaruhi kehidupan masyarakat di kepulauan Pasifik, sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan pelestarian budaya dan lingkungan.
Memulai dialog budaya tingkat tinggi ini, Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menyatakan komitmennya dalam menciptakan sekaligus memajukan budaya kawasan Pasifik yang tangguh. Forum IPACS 2025 merupakan wujud nyata komitmen Kementerian Kebudayaan dalam melestarikan sejarah dan warisan budaya sehingga menguatkan persatuan antar negara regional.
“IPACS 2025 bertema Celebrating Shares Cultures and Community Wisdom, di mana forum ini menjadi pendorong kita untuk memajukan pembangunan yang berkelanjutan di regional Pasifik. Pertemuan ini merupakan cerminan dari realita kita yang bekerja sama, memadu kita untuk memprioritaskan berbagai program. Karena, budaya di area Pasifik dapat menjadi pendorong dalam kesatuan dan kesejahteraan bersama,” kata Fadli dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11/2025).
Dia menyebutkan sejumlah tantangan yang dihadapi oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang dapat menggerus nilai-nilai budaya otentiknya.
“Negara-negara di kawasan Pasifik menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya hilangnya bahasa daerah hingga migrasi generasi muda yang menjauhi komunitasnya. Namun, teknologi membuka banyak kemungkinan dan akses bagi kebudayaan yang dapat dilakukan melalui platform digital,” ujarnya.
Ministerial Dialogue IPACS 2025 dihadiri oleh 12 negara di kawasan Pasifik. Dua belas negara tersebut yakni Republik Fiji, New Caledonia (Prancis), Negara Merdeka Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Republik Kepulauan Marshall, Republik Nauru, Republik Palau, Republik Demokratik Timor Leste, Kerajaan Tonga, Tuvalu, Republik Vanuatu, serta Republik Indonesia sebagai tuan rumah.
Menteri iTaukei Affairs Republik Fiji Ifereimi Vasu menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya IPACS 2025 yang digagas oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Ifareimi sepakat dengan catatan Menteri Kebudayaan Fadli Zon akan pentingnya melestarikan budaya, kerja sama, dan sinergi regional.
Hubungan kerja sama Fiji-Indonesia sendiri telah berlangsung lebih dari lima puluh tahun yang didasari dengan spirit pembangunan nasional. “Indonesia telah mendukung Fiji lewat pembangunan infrastruktur, beasiswa, kerja sama teknis, yang telah memperkaya talenta kreatif kami,” katanya.
Menurutnya, warisan budaya dari Pasifik adalah sebuah aset yang sangat luar biasa. Warisan budaya melandasi identitas, memperkuat hubungan masyarakat, mendorong peluang ekonomi, dan memandu pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan dan inklusif bagi negara-negara pasifik sembari berbagi cerita bersama kepada dunia.
Sementara itu, Menteri Negara Bidang Pariwisata, Seni, dan Kebudayaan Negara Merdeka Papua Nugini Belden Norman Namah menyampaikan bahwa sebagai negara dengan keragaman budaya yang sangat kaya, Papua Nugini terus membangun hubungan diplomatik dengan negara-negara pasifik melalui kebudayaan. Menurutnya, budaya tidak hanya memperkuat hubungan diplomatik antar negara, namun juga dapat berlanjut ke bidang kerja sama di bidang sosio-ekonomi.
Masyarakat Papua Nugini juga percaya bahwa pengetahuan budaya oleh generasi tua dan kreativitas generasi muda bisa berkesinambungan untuk mencapai inovasi guna mengatasi isu-isu global, seperti perubahan iklim dan lain-lain.
“Kolaborasi dan kerja sama harus inklusif dan berkelanjutan untuk ketahanan di masa depan. Bersama kita bisa mengatasi permasalahan bersama dan kerja sama berkelanjutan untuk kesejahteraan secara regional maupun global,” kata Belden Norman Namah.
Melanjutkan dialog, Menteri Kebudayaan Pemuda, Olahraga, Budaya dan Kewarganegaraan Kaledonia Baru (Republik Perancis) Mickael Forrest menyampaikan rasa terima kasih atas terselenggaranya program IPACS 2025. Dia menyebutkan bahwa forum internasional ini merupakan kesempatan berharga untuk penduduk Pasifik, di mana negara-negara sahabat bisa mengambil banyak manfaat dari pertemuan IPACS 2025.
Lebih lanjut, delegasi dari New Caledonia (Prancis) tersebut menyebutkan bahwa Indonesia berperan penting dalam penguatan kawasan Pasifik. Menindaklanjuti hal tersebut, Mickael Forrest meneguhkan kesiapannya dalam mengaktivasi peran masing-masing organisasi agar tidak menduplikasi dari kerja yang sudah ada.
“Saya berharap sinergi kolaborasi IPACS 2025 bisa mendukung kerja sama regional dan multilateral. IPACS merupakan platform kerja sama yang penuh dengan manfaat, yang juga dapat mengembangkan inisiatif dengan dukungan mitra-mitra di kawasan Asia Pasifik. Kami siap mendukung keputusan yang mendukung pemajuan-pemajuan tersebut,” ungkap Mickael Forrest.
Sementara itu Menteri Budaya dan Pariwisata Kepulauan Solomon, Choylin Yim Douglas, menguraikan tema besar IPACS yang membuka kolaborasi serta menjadikan kebudayaan sebagai alat dalam menghadapi berbagai tantangan global, antara lain pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan, dan ketangguhan masyarakat.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, kebudayaan menjadi landasan kuat pertumbuhan industri kreatif. Dalam hal pelestarian lingkungan, IPACS menegaskan bahwa budaya dan alam adalah dua entitas yang tak terpisahkan.
Adapun mengenai ketangguhan, makna ini telah tertanam di dalam tradisi turun temurun, ditujukan lewat nenek moyang yang menunjukkan ketangguhan jauh sebelum istilah ini dikenal, beradaptasi selaras dengan lingkungan.
Melanjutkan agenda Ministerial Dialogue dalam rangka IPACS 2025, Asisten Sekretaris Kementerian Kebudayaan dan Hubungan Internasional Republik Kepulauan Marshall, Antari Elbon mengatakan bahwa IPACS 2025 ini adalah agenda untuk menghubungkan budaya, tradisi, bahasa, cerita, dan tradisi dari nenek moyang yang meski terpisah secara jarak, namun disatukan oleh lautan sebagai jembatan yang menghubungkan budaya dan tradisi.
Antari Elbon juga menyoroti perubahan iklim yang tidak hanya mengancam kehidupan, namun juga mengancam kebudayaan termasuk cagar budaya yang berada di Kepulauan Marshall.
“Kenaikan air laut tidak hanya mengancam tradisi kami tapi juga situs-situs bersejarah kami. Perubahan iklim juga turut mengancam kebudayaan kami. Maka itu sinergi dan kerja sama dibutuhkan untuk membantu kami agar tetap bertahan,” ujarnya.
Menutup paparannya, Antari Elbon berharap agar IPACS 2025 dapat menjadi wadah untuk terus melanjutkan upaya untuk saling berbagi, mendengar, dan merayakan keragaman yang terus menyatukan negara-negara Pasifik.
Sementara itu, Sekretaris Departemen Warisan Budaya Nasional Republik Nauru Romana Koepke menyebutkan bahwa upaya Indonesia dalam mendorong warisan budaya Indonesia dan pertukaran budaya yang sangat menginspirasi negara-negara lain di Asia Pasifik untuk melakukan hal serupa. Untuk itu, dia turut menegaskan kesiapan dalam berkontribusi dalam mendorong warisan budaya dan pembangunan berkelanjutan di wilayah Asia Pasifik.
“IPACS 2025 tidak hanya diselenggarakan untuk merayakan keragaman budaya, tapi juga kerja sama, serta kolaborasi bermakna antar negara Pasifik. Meskipun kita terpisah lautan yang luas, kita disatukan sejarah dan kebudayaan. Pertukaran budaya merupakan hal yang penting saat ini, karena dapat mendorong pemahaman dan persahabatan lintas budaya. Kami percaya pertukaran penting untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis,” kata Romana Koepke.
Direktur Biro Budaya dan Pelindungan Sejarah Republik Palau, Kementerian Sumber Daya Manusia, Budaya, Pariwisata, dan Pengembangan, Kiblas Soaladaob menegaskan bahwa kawasan Pasifik telah membuat langkah yang progresif dengan memasukkan agenda budaya ke dalam rencana pembangunan, yang mana hal ini dilakukan juga oleh Republik Palau.
Berbagai upaya dilakukan Republik Palau untuk pelestarian budaya di tengah sejumlah tantangan yang perlu segera dituntaskan. Perubahan iklim, keberlanjutan pengetahuan lokal termasuk bahasa daerah kepada generasi muda, serta penanganan teknologi yang tumbuh begitu cepat misalnya melalui kecerdasan buatan.
“IPACS menjadi ruang pertukaran budaya yang akan membuat kita saling mempelajari dan terlibat dalam diskusi bermakna, agar bisa memperkuat warisan budaya dan menciptakan ruang budaya yang aman untuk praktisi, seniman, dan sejarawan kita,” ujarnya.
Kepala Staf, Kementerian Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan, Republik Demokratik Timor Leste, Jose Boavida Simoes menyampaikan bahwa pertemuan IPACS 2025 di Kupang, Nusa Tenggara Timur, menjadi penanda kebersamaan negara-negara Pasifik dalam kebudayaan yang sudah terjalin sejak ratusan tahun yang lalu sebagai sumber kehidupan dan narasi diantara kita.
Lebih lanjut, Jose Boavida Simoes juga sampaikan harapan terkait penyelenggaraan IPACS 2025.
“IPACS 2025 memperkuat hubungan budaya di antara kita dan kami mendorong para pelaku budaya untuk saling berbagi pengetahuan kebudayaan. Di tengah tantangan global yang kita rasakan saat ini, budaya menjadi salah satu cara untuk mempertahankan praktik-praktik pertanian dan ketahanan yang sudah kita lakukan sejak masa lalu,” kata Jose.
Dia mengatakan pertukaran budaya merupakan esensi dari budaya diplomasi karena dilakukan dari orang ke orang. Sekaligus sampaikan komitmennya untuk menjadi mitra yang teguh untuk memajukan kebudayaan di Pasifik.
Sementara itu, Direktur Kebudayaan dan Warisan, Kementerian Pariwisata Kerajaan Tonga Veatupu Tongia menyampaikan apresiasi terhadap terselenggaranya IPACS 2025 yang merayakan budaya bersama dan kearifan masyarakat lokal. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Kerajaan Tonga turut menjelaskan ancaman-ancaman terhadap pemajuan kebudayaan di negaranya.
“Ancaman warisan budaya Tonga saat ini adalah perubahan iklim cuaca dan bencana alam yang semakin sering terjadi. Selama 1 dekade terakhir, Tonga telah menjadi korban siklon tropis dan tsunami. Misalnya saja meletusnya gunung berapi di 2022, yang memaksa masyarakat di pulau-pulau kecil mengungsi ke pulau yang lebih besar. Hal itu membuat kehilangan masyarakat sekaligus budaya,” jelas Semisi Veatupu Tongia.
Untuk itu, Kerajaan Tonga berupaya menanggulangi dampak-dampak ancaman tersebut, seperti melakukan reboisasi, menguatkan kearifan lokal, memanfaatkan sumber daya alam negara yang dapat meningkatkan kesadaran komunitas bagi masyarakat yang berdampak pada warisan budaya lokal.
Bagi Tuvalu, budaya bukan hanya merefleksikan masa lalu tetapi merupakan fondasi saat ini dan kompas untuk masa depan. Praktik pengetahuan budaya diterapkan erat dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Pengetahuan lokal yang terus mengakar dalam kehidupan sehari-hari ini menjadi bukti nyata bahwa pengetahuan budaya adalah alat yang esensial untuk ketangguhan dan keberlanjutan.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Assistant Secretary, Kementerian Dalam Negeri, Perubahan Iklim, dan Lingkungan Tuvalu, Noa Patueli Tapumanaia menyampaikan pengetahuan budaya telah mengajarkan kami keseimbangan antara masyarakat dengan alam, tradisi dan progres.
“Kami juga melihat budaya sebagai jalan untuk pengembangan ekonomi yang inklusif,” tuturnya.
Manajer Pusat Kebudayaan Republik Vanuatu, Henline Mala mengatakan bahwa Vanuatu adalah negara yang memiliki kebudayaan yang sangat besar, salah satunya ragam bahasa lokal yang memuat pengetahuan lokal yang memperkuat rasa cinta masyarakat Vanuatu kepada kebudayaan. Dia juga sampaikan bahwa Vanuatu aktif merevitalisasi pengetahuan tradisional agar tetap relevan di masa modern saat ini.
Upaya yang dilakukan oleh Vanuatu tidak lepas dari peran pemerintah yang mensinergikan kebudayaan ke dalam kebijakan-kebijakan negara.
“Pemerintah kami saat ini mensinergikan pengetahuan lokal yang masyarakat kami miliki ke dalam kebijakan-kebijakan yang dikelola, dan menjadi dasar ketangguhan perencanaan negara kami sampai tahun 2030,” jelasnya.
Indonesia-Pacific Cultural Synergy (IPACS) 2025 mengadopsi dokumen komitmen kolaborasi yang tertuang dalam IPACS 2025 Joint Statement: A Shared Cultural Vision for Sustainable and Resilient Pacific. Para Menteri serta representatif dari dua belas negara-negara Pasifik mengadopsi dokumen ini sebagai kompas penguatan budaya di kawasan tersebut.
Lewat semangat kolaborasi, Indonesia dan negara-negara Pasifik akan bersama memperkuat pembangunan berkelanjutan serta mewujudkan kesejahteraan bagi generasi kini dan mendatang dengan mengarusutamakan budaya sebagai pilar pembangunan.
Berkesempatan menyampaikan rangkuman jalannya sidang pertemuan tingkat tinggi, Menteri Negara Bidang Pariwisata, Seni, dan Kebudayaan Negara Merdeka Papua Nugini serukan ajakan kerja sama untuk terus membuka dialog terbuka dan inklusif agar Indonesia dan Pasifik bisa terus maju. Lewat diplomasi budaya, kerja sama mitra regional, swasta, masyarakat, serta investasi yang strategis untuk masa depan yang inklusif.
“Delegasi mendukung hasil diskusi IPACS 2025 sebagai alat untuk mendorong persahabatan dan menggunakan budaya sebagai pendorong untuk pembangunan berkelanjutan,” pungkasnya.
Sebagai informasi tambahan, pertemuan tingkat tinggi ini dihadiri oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Ribka Haluk; jajaran diplomat fungsional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia; sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Kebudayaan, di antaranya Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi dan Kerja Sama Kebudayaan, Endah T.D. Retnoastuti; Direktur Kerja Sama Kebudayaan, Mardisontori; Direktur Diplomasi Kebudayaan, Usman Effendi; Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Kebijakan Kebudayaan, Masyithoh Annisa Ramadhani Alkatiri; Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Ismunandar; Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Industri Kebudayaan, Anindita Kusuma Listya; Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi dan Hubungan Internasional, Annisa Rengganis.







