Belakangan mencuat usulan mengganti skema pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi uang tunai. Usulan ini muncul lantaran maraknya kasus keracunan atau gangguan kesehatan yang terjadi pada sejumlah penerima MBG.
Soal ini, Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Izzudin Al Farras, mencatat per Agustus 2025 ada sebanyak 4.041 yang mengalami keracunan. Ia bilang, ini terjadi karena lemahnya tata kelola program MBG.
“Sehingga makanan yang sudah basi, tidak higienis, dan lain-lain bisa sampai ke para target penerima manfaat MBG,” kata Izzudin saat dihubungi infocom, Selasa (23/9/2025).
Izzudin menjelaskan, setidaknya ada tiga skema perbaikan implementasi MBG yang bisa dilakukan sekaligus menekan risiko keracunan yang selama ini terjadi. Pertama, menurutnya, program MBG harus melibatkan komite sekolah untuk pemberian MBG di sekolah dan pesantren. Ia juga menyarankan agar adanya keterlibatan pihak UMKM yang berjualan di kantin sekolah.
“Sehingga para guru, orang tua murid, dan unsur-unsur lainnya yang berada di dalam komite sekolah bisa turut mengawal seluruh proses MBG di sekolah. Hal ini termasuk dengan pelibatan kantin sekolah dalam penyajian MBG di tiap sekolah, sehingga tetap dapat menghidupkan dan bahkan memperkuat UMKM lokal,” ujarnya lanjut.
Kedua, Izzudin bilang program MBG perlu melibatkan kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), pos pelayanan kesehatan terpadu (posyandu), dan kader lainnya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dalam pemberian MBG ke balita dan ibu hamil.
“Hal ini akan mendorong gotong-royong bagi seluruh kader yang telah berpengalaman dalam edukasi kepada masyarakat di sekitarnya,” tambahnya.
Ketiga, Izzudin menyarankan agar pemerintah mengintegrasikan program MBG dengan program Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih untuk penyediaan bahan baku MBG. Ia bilang, supaya ada sinergi antarprogram yang dibesut pemerintah.
“Integrasi dengan program Koperasi Merah Putih untuk penyediaan bahan baku MBG, sehingga terdapat sinergi antarprogram prioritas pemerintah,” tutupnya.
Izzudin berharap pemerintah bisa terlebih dahulu menghentikan sementara program MBG dan melalukan evaluasi total di seluruh wilayah Indonesia. Ia menyarankan agar program ini dilaksanakan bertahap, baik soal jangka waktu dan lokasi pelaksanaannya.
“Agar pemerintah dapat melakukan monitoring dan evaluasi program MBG secara berkala sebelum memperluasnya secara nasional,” ucapnya.
Izzudin juga menyarankan supaya MBG diprioritaskan ke daerah dengan tingkat stunting dan kemiskinan tinggi di Indonesia. Hal ini karena tujuan dari MBG juga untuk mencegah stunting dan mengejar target generasi emas di Indonesia.
“Diprioritaskan kepada daerah dengan tingkat stunting dan kemiskinan tinggi di Indonesia, yakni Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya. Dengan demikian, tujuan utama program MBG untuk mencegah stunting dan menghadirkan generasi emas pada Indonesia Emas 2045 dapat tercapai,” pungkasnya.
Menurut catatan infocom, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menegaskan skema dari program MBG saat ini sudah baik untuk dilakukan. Ia bilang, program ini sudah lama dirancang sedemikian rupa agar terciptanya pemenuhan gizi kepada masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan. Selain itu, pemberian uang tunai juga sudah ada porsi tersendiri dari pemerintah yakni berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT).
“Begini ya, program ini telah dirancang sejak lama ya kan. Program ini adalah untuk intervensi pemenuhan gizi. Untuk uang tunai kan sudah bantuan tunai langsung. Jadi kita tidak ingin melakukan itu,” katanya di Kantor BGN, Jakarta, Senin (22/9).
Tonton juga video “Data BGN: Total Kasus KLB Setelah Santap MBG Capai 4.711 Orang” di sini: