Seorang pria di Kota Jayapura, Papua, bernama Agus (44) tewas mengenaskan. Korban terbunuh saat merakit bom ikan menggunakan mortir yang ternyata sisa Perang Dunia II.
Dilansir infoSulsel, insiden tragis ini terjadi di rumah korban, belakang Gunung Perumahan Ampera, Kelurahan Waimhorock, Distrik Abepura, Jayapura, pada Minggu (27/4). Ledakan itu membuat korban tewas seketika di tempat.
“Seorang warga bernama Agus meregang nyawa (tewas) saat sedang merakit bom ikan (dopis) dari bahan dasar mortir peninggalan perang dunia ke II,” ujar Kapolsek Abepura Kompol Komarul Huda kepada wartawan, Senin (28/4/2025).
Huda mengungkapkan kecelakaan itu diketahui istri korban yang tengah berada di dapur. Saat itu, istri Agus terkejut saat ledakan terdengar.
“Setelah dicek ternyata korban sudah dalam posisi alami putus pada pergelangan tangan kanan dan kiri hancur, luka bakar pada bagian mulut, dan sudah tidak bernyawa,” katanya.
Korban segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura. Polisi yang menerima laporan segera mendatangi rumah sakit maupun lokasi kejadian.
“Dari lokasi kejadian anggota mengamankan barang bukti berupa dua pecahan/serpihan bom mortir,” terang Huda.
Huda menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan, korban tewas karena lalai saat merakit bom ikan. Apalagi, korban memakai bahan peledak berupa mortir yang disinyalir peninggalan Perang Dunia II.
“Jadi, kasus meninggalnya korban bernama Agus ini diakibatkan oleh kelalaian sendiri karena mencoba merakit bom ikan dengan bahan dasarnya ialah mortir peninggalan Perang Dunia ke-2,” bebernya.
Huda melanjutkan pihak keluarga menerima kejadian tersebut dan tidak membuat laporan polisi. Selain itu, keluarga juga telah memakamkan Agus.
Huda mengimbau warga untuk tidak menggunakan bom ikan karena berbahaya. Selain itu, penggunaan bom ikan melanggar dan pelakunya terancam 6 tahun penjara.
“(Bom ikan) Tentunya dapat mengancam jiwa manusia, tak segan-segan bisa merenggut nyawa manusia yang membuat atau menggunakan, selain itu penggunaan bom ikan juga dilarang karena diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun,” pungkasnya.