Di era disrupsi teknologi satelit, PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) tak tinggal diam. Di bawah kepemimpinan Adi Rahman Adiwoso, PSN berhasil menjadikan Indonesia pemilik kapasitas satelit terbesar di Asia Pasifik dengan Satelit Nusantara 5. Dengan teknologi canggih dan strategi berani, PSN siap bersaing dengan raksasa global seperti Starlink. Apa rahasia mereka?
PSN mencuri perhatian dengan satelit Nusantara 5, yang memiliki kapasitas hampir 400 Gbps, jauh melampaui Cina (62,5 Gbps) dan Jepang (20-30 Gbps).
“Kami rancang satelit termurah di Asia,” ujar Adiwoso saat berbincang dengan infoINET.
Rahasianya? Teknologi Very High Throughput (HTS) yang dioptimalkan untuk efisiensi biaya. Adiwoso menjelaskan, PSN merancang satelit dengan komponen hemat, seperti antena seharga USD 100-200, bukan USD 1000 seperti kompetitor.
“Kami bilang ke tim, pakai kunyit, pakai ini, pakai itu, supaya murah tapi canggih,” candanya.
Hasilnya, satelit PSN menawarkan kapasitas besar dengan harga per Megahertz yang jauh lebih rendah, ideal untuk melayani daerah terpencil Indonesia.
PSN juga punya kartu as: posisi geografis Indonesia di garis khatulistiwa. Adiwoso mendorong pembangunan bandar antariksa (spaceport) di Biak, Papua, yang menawarkan efisiensi peluncuran roket.
“Di Biak, roket bisa bawa 900 kg dengan mesin sama, hemat energi dibandingkan peluncuran dari tempat lain,” katanya.
Keunggulan lain Biak adalah lokasi peluncuran yang aman. “Tahap roket jatuh di perairan internasional, jadi tak perlu izin tetangga,” jelas Adiwoso.
Ia menargetkan spaceport selesai pada 2027 dengan investasi USD 50 juta atau Rp 820 miliar. Jika berhasil, Biak bisa menyaingi Rocket Lab di Selandia Baru.
Persaingan dengan pemain global seperti Starlink menjadi tantangan besar. Adiwoso khawatir ketergantungan pada asing berisiko, terutama dalam keadaan darurat.
“Kalau Elon Musk matikan satelit, kita puyeng semua,” tegasnya.
Oleh karena itu, PSN fokus pada kedaulatan teknologi untuk mendukung navigasi udara, laut, dan komunikasi di pulau-pulau kecil Indonesia yang tak terjangkau fiber optik. Strategi PSN adalah ‘highest technology with the cheapest cost’.
Mereka menargetkan daerah dengan ekonomi lemah dengan menyediakan internet berkecepatan tinggi via satelit.
“Pulau kecil juga berhak dapat high-speed internet, nggak boleh dibatasi,” ujar Adiwoso.
Meski ambisius, PSN menghadapi rintangan. Birokrasi di Indonesia sering menghambat inovasi.
“Pemerintah mulai perhatian, tapi regulasi harus cepat dan sederhana,” kata Adiwoso.
Ia juga menyoroti minimnya minat anak muda di bidang STEM. “Beasiswa BRIN dan LPDP banyak, tapi yang daftar sedikit. Kita harus bikin anak muda excited,” tambahnya.
Untuk mengatasi ini, PSN melatih SDM lokal melalui Balai Latihan Kerja (BLK) di sejumlah daerah.
“Kami ajari mereka pasang dan pelihara stasiun Bumi, biar dapat kerjaan,” jelasnya.
Adiwoso tak hanya ingin PSN bertahan, tapi juga memimpin. Ia bermimpi menjadikan Indonesia pusat antariksa dunia dengan sistem satelit ekuatorial yang menjangkau 1,5 miliar orang.
“Mimpi nggak bayar, kenapa nggak berani?” tanyanya, menantang generasi muda.
Dengan Nusantara 5 dan rencana spaceport Biak, PSN membuktikan Indonesia bisa bersaing di panggung global. Akankah strategi ini menjadikan Indonesia penguasa antariksa di Asia? Waktu yang akan menjawab.
Nusantara 5: Satelit Termurah di Asia
Biak: Kunci Strategis di Khatulistiwa
Jurus Melawan Starlink: Kedaulatan Teknologi
Persaingan dengan pemain global seperti Starlink menjadi tantangan besar. Adiwoso khawatir ketergantungan pada asing berisiko, terutama dalam keadaan darurat.
“Kalau Elon Musk matikan satelit, kita puyeng semua,” tegasnya.
Oleh karena itu, PSN fokus pada kedaulatan teknologi untuk mendukung navigasi udara, laut, dan komunikasi di pulau-pulau kecil Indonesia yang tak terjangkau fiber optik. Strategi PSN adalah ‘highest technology with the cheapest cost’.
Mereka menargetkan daerah dengan ekonomi lemah dengan menyediakan internet berkecepatan tinggi via satelit.
“Pulau kecil juga berhak dapat high-speed internet, nggak boleh dibatasi,” ujar Adiwoso.
Meski ambisius, PSN menghadapi rintangan. Birokrasi di Indonesia sering menghambat inovasi.
“Pemerintah mulai perhatian, tapi regulasi harus cepat dan sederhana,” kata Adiwoso.
Ia juga menyoroti minimnya minat anak muda di bidang STEM. “Beasiswa BRIN dan LPDP banyak, tapi yang daftar sedikit. Kita harus bikin anak muda excited,” tambahnya.
Untuk mengatasi ini, PSN melatih SDM lokal melalui Balai Latihan Kerja (BLK) di sejumlah daerah.
“Kami ajari mereka pasang dan pelihara stasiun Bumi, biar dapat kerjaan,” jelasnya.
Adiwoso tak hanya ingin PSN bertahan, tapi juga memimpin. Ia bermimpi menjadikan Indonesia pusat antariksa dunia dengan sistem satelit ekuatorial yang menjangkau 1,5 miliar orang.
“Mimpi nggak bayar, kenapa nggak berani?” tanyanya, menantang generasi muda.
Dengan Nusantara 5 dan rencana spaceport Biak, PSN membuktikan Indonesia bisa bersaing di panggung global. Akankah strategi ini menjadikan Indonesia penguasa antariksa di Asia? Waktu yang akan menjawab.