Musim kemarau umumnya identik dengan cuaca kering dan minim hujan. Namun, kenyataannya hujan masih sering turun di banyak wilayah Indonesia selama bulan Agustus. Lantas, kenapa masih hujan di bulan Agustus?
Berdasarkan teori yang dipaparkan Haslinda Viska dalam buku Pengembangan Modul Pembelajaran Ilmu Kebumian Berbasis Kearifan Lokal Metanggawe, musim kemarau di Indonesia biasanya berlangsung dari April hingga Oktober, dan dipengaruhi oleh angin muson timur yang membawa udara panas dan kering dari Australia. Sebaliknya, musim hujan terjadi antara September hingga April, saat angin muson barat bertiup dari Asia membawa uap air yang menyebabkan hujan di berbagai wilayah.
Namun, meskipun memasuki periode kemarau, fenomena yang disebut ‘kemarau basah’ sedang terjadi, yaitu curah hujan justru lebih tinggi dari biasanya. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa melemahnya Monsun Australia dan aktivitas gelombang atmosfer menjadi penyebab utama kondisi ini.
Apakah kamu penasaran kenapa masih hujan di bulan Agustus yang seharusnya memasuki puncak kemarau? Mari simak penjelasan lengkap yang dihimpun dari laman resmi BMKG berikut ini!
Setidaknya, terdapat 5 hal yang membuat hujan masih turun dengan lebat di bulan Agustus. Inilah penjelasannya.
Salah satu penyebab utama hujan saat musim kemarau adalah dinamika atmosfer yang kompleks. Aktivitas fenomena atmosfer global seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) berperan besar. MJO adalah gelombang tropis yang bergerak di sekitar ekuator dan dapat memicu pertumbuhan awan hujan secara signifikan.
Selain MJO, ada pula gelombang tropis seperti Gelombang Kelvin dan Rossby yang ikut aktif. Gelombang-gelombang ini dapat menyebabkan atmosfer menjadi labil, sehingga udara naik dan membentuk awan hujan. Oleh karena itu, meskipun musim kemarau, faktor ini tetap memungkinkan terjadinya hujan di berbagai wilayah.
Suhu permukaan laut yang hangat juga berkontribusi terhadap hujan di musim kemarau. Saat laut memanas, proses penguapan air laut meningkat, sehingga menghasilkan lebih banyak uap air di atmosfer. Uap air ini kemudian naik dan berkondensasi membentuk awan hujan.
Kondisi ini sangat relevan di Indonesia yang dikelilingi oleh perairan luas. Suhu muka laut yang hangat dapat menyediakan sumber kelembapan yang cukup, bahkan di saat musim kemarau. Akibatnya, terbentuk awan hujan yang menyebabkan hujan meskipun periode musim kemarau sudah berlangsung.
Sirkulasi siklonik lokal dan zona konvergensi angin juga menjadi penyebab hujan saat kemarau. Sirkulasi siklonik merupakan pergerakan angin berputar yang dapat memicu kenaikan udara dan pembentukan awan konvektif.
Zona konvergensi, yakni daerah pertemuan angin dari berbagai arah, menyebabkan udara terangkat dan membentuk awan hujan. Di sekitar wilayah Indonesia, zona konvergensi ini sering muncul dan mendorong terjadinya hujan walau musim kemarau sedang berjalan.
Selain gelombang tropis utama, gelombang dengan frekuensi rendah (low frequency) juga berpengaruh pada cuaca. Gelombang ini membantu memperkuat proses pembentukan awan hujan di wilayah tertentu.
Gelombang low frequency sering aktif di beberapa bagian Indonesia saat musim kemarau. Aktivitas ini menyebabkan peningkatan potensi hujan yang berintensitas ringan sampai lebat di wilayah yang dilalui gelombang tersebut.
Meski musim kemarau sudah tiba, kondisi atmosfer yang belum sepenuhnya stabil juga menjadi faktor penyebab hujan. Atmosfer yang labil berarti udara di lapisan bawah dengan lapisan atas tidak stabil, sehingga udara mudah naik dan membentuk awan hujan.
Kondisi ini sering terjadi akibat interaksi berbagai fenomena atmosfer dan perubahan suhu muka laut. Oleh karena itu, hujan tetap bisa turun di bulan Agustus walaupun secara kalender musim kemarau sedang berlangsung.
Meski musim kemarau masih berlangsung, beberapa wilayah di Indonesia tetap berpotensi mengalami hujan dengan intensitas lebat. Hal ini disebabkan oleh dinamika atmosfer yang kompleks dan pengaruh berbagai fenomena cuaca regional hingga global. Berikut ini merupakan sejumlah wilayah yang diprediksi akan mengalami hujan lebat.
Menurut BMKG, wilayah seperti Pulau Sumatra bagian utara dan barat, termasuk Sumatra Barat dan Riau, diperkirakan akan menerima curah hujan sedang hingga lebat. Hujan di daerah ini dapat disertai kilat dan angin kencang, sehingga masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan.
Pulau Jawa, terutama bagian barat dan tengah, juga masih berpotensi turun hujan lebat. Wilayah seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dapat mengalami peningkatan curah hujan yang cukup signifikan. Hujan lebat ini berpotensi menimbulkan genangan dan banjir lokal, terutama di daerah rawan.
Kalimantan bagian barat dan tengah turut diprediksi mengalami hujan lebat. Curah hujan di daerah ini dapat disertai angin kencang, sehingga potensi risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor tetap ada. Masyarakat di wilayah ini harus tetap waspada.
Sulawesi, terutama bagian utara dan tengah, juga masuk dalam daftar wilayah yang berpotensi hujan deras. Hujan lebat yang turun dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan memicu bencana alam seperti banjir dan longsor.
Di wilayah timur Indonesia, seperti Maluku dan Papua, intensitas hujan juga diperkirakan cukup tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh interaksi fenomena atmosfer lokal dan global yang membuat cuaca tetap tidak stabil.
Mengingat potensi hujan lebat dan cuaca ekstrem yang masih berlangsung, BMKG memberikan sejumlah imbauan penting. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat lebih siap dan waspada menghadapi perubahan cuaca yang mendadak. Berikut beberapa langkah yang disarankan BMKG untuk mengurangi risiko akibat cuaca ekstrem:
Informasi dari BMKG dapat membantu masyarakat mengetahui perkembangan cuaca secara akurat dan real-time. Dengan begitu, langkah antisipasi dapat dilakukan lebih awal.
Daerah rawan banjir, longsor, dan banjir bandang harus meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat di wilayah perbukitan dan sepanjang sungai perlu ekstra perhatian.
Menghindari sampah menyumbat saluran air sangat penting untuk mencegah genangan dan banjir saat hujan lebat turun.
Siapkan peralatan darurat dan rencanakan evakuasi bila diperlukan. Pastikan keluarga memahami langkah-langkah keselamatan saat cuaca buruk.
Meskipun hujan berpotensi menyebabkan masalah, air hujan juga merupakan sumber daya yang berharga. Simpan air dengan bijak untuk kebutuhan saat kemarau puncak.
Nah, itulah tadi jawaban dan penjelasan lengkap mengenai penyebab hujan masih sering tutun di bulan Agustus. Semoga menjawab rasa penasaranmu, infoers!